JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Hari ini (5/6) diperkirakan banyak masjid sudah mulai menggelar Salat Jumat kembali. Di tengah pemberlakuan jaga jarak di tengah pandemi Covid-19, Salat Jumat secara bergelombang atau lebih dari satu mencuat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyerahkan kepada keyakinan umat.
Wakil Sekjen MUI Pusat Najamuddin Ramli mengatakan di dalam Musyawarah Nasional MUI 2000 lalu menetapkan Fatwa MUI Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Salat Jumat Dua Gelombang. Dalam fatwa itu dinyatakan pelaksanaan Salat Jumat dua gelombang atau lebih dari satu di tempat yang sama pada waktu berbeda hukumnya tidak sah.
Meskipun ada unsur udzur syar’i atau alasan yang dibenarkan secara hukum, pelaksanaan Salat Jumat dua gelombang tidak sah. Sebagai gantinya umat Islam yang sedang udzur syar’i hanya diwajibkan melaksanakan Salat Zuhur. MUI Pusat menjelaskan sebagai solusi jamaah membludak akibat jaga jarak, panitia Salat Jumat bisa membuka tempat lain. Seperti musala, aula, gedung olahraga, dan sejenisnya.
Sementara itu Najamuddin mengatakan MUI DKI Jakarta mengeluarkan Fatwa Nomor 5 tahun 2020 yang membolehkan Salat Jumat dalam dua gelombang atau sift di masjid yang sama. Dengan ketentuan imam dan khatibnya berbeda.
Di antara dasar penetapan fatwa tersebut kapasitas masjid hanya bisa diisi 40 persen dari daya tampung normal di tengah wabah Covid-19.
"Keputusan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Salat Jumat boleh 2 gelombang," kata Najamuddin, kemarin (4/6).
Dia menjelaskan umat Islam dianjurkan memilih dua pilihan itu. Bagi yang yakin dengan Salat Jumat sekali saja, maka laksanakan ketentuan itu. Lalu jika ada yang tidak sempat Salat Jumat, misalnya karena kapasitas masjid penuh, dapat menggantinya dengan Salat Zuhur. Kemudian bagi umat yang yakin dengan Salat Jumat boleh dua gelombang, Najamuddin mempersilakannya.
Di Istana, kemarin Presiden Joko Widodo mengecek Masjid Baiturrahim yang berada di sebelah Barat Istana Merdeka. Sejumlah staf istana terlihat mengerjakan rekayasa saf salat jamaah dengan protokol jaga jarak. Menandai bagian mana saja yang boleh dan tidak boleh diisi jamaah.
Presiden Joko Widodo menjelaskan, pengurangan kapasitas Masjid Baiturrahim merupakan bentuk adaptasi terhadap tatanan normal baru.
"Untuk nantinya segera Masjid Baiturrahim segera bisa dipakai untuk salat berjamaah atau salat sendiri," ujar Presiden.
Bila tidak ada perubahan, rencananya hari ini masjid tersebut akan kembali menggelar Salat Jumat berjamaah.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga mengeluarkan tuntunan dan panduan dalam menghadapi Covid-19 di era new normal. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, warga Muhammadiyah hendaknya senantiasa melaksanakan ibadah sesuai dengan Syariat Islam. Dengan berdasarkan dalil-dalil yang maqbulah.
"Disertai fungsi ibadah yang semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dan ihsan dalam kehidupan," terang dia.
Di daerah yang dinyatakan belum aman atau zona merah, kata Mu’ti, ibadah sunah, fardu kifayah, dan fardu ain hendaknya dilaksanakan di rumah. Sedangkan di daerah yang aman atau zona hijau, salat sunah bisa dilaksanakan di rumah. Begitu juga salat fardu kifayah sebaiknya dilaksanakan di rumah, jika syarat fardu kifayah di masjid sudah terpenuhi.
Salat Jumat, lanjut Mu’ti, bisa dilaksanakan di masjid, musala, atau tempat lain yang memungkinkan. Pelaksanaan salat di masjid atau musala semaksimal mungkin mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan oleh Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) atau pemerintah setempat.
Menurut dia, pelaksanaan Salat Jumat dengan protokol pencegahan Covid-19 bisa dilaksanakan lebih dari satu rombongan atau sif. Bisa juga diperbanyak tempatnya dengan memanfaatkan gedung atau ruangan selain masjid yang memenuhi syarat tempat salat.
Tokoh asal Kudus itu mengatakan, pernyataan status aman atau darurat ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Namun, perlu diketahui bahwa status zona bisa berubah setiap saat. Oleh karena itu warga Muhammadiyah diminta agar selalu mengikuti perkembangan keadaan.
"Sehingga ketika ada perubahan status bisa melakukan tindakan yang diperlukan," tutur dia.
Warga Muhammadiyah diminta tetap waspada dan tetap berusaha untuk mengatasi berbagai masalah pandemi Covid-19, baik kesehatan, sosial, maupun ekonomi. Bersikap berdasarkan agama sesuai manhaj tarjih dan ilmu pengetahuan.
Mu’ti menambah, dalam beribadah hendaknya tetap mengutamakan pertimbangan kesehatan, kemaslahatan, keselamatan, dan keamanan sesuai maqa’id al-syari’ah atau tujuan syariat.
"Untuk menghindari mafsadat dan mengurangi penularan Covid-19," ujarnya.
Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto turut mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Sanjungan tersebut langsung dia sampaikan kemarin.
"Muhammadiyah berpartisipasi secara aktif dalam upaya penanganan pandemi Covid-19," ungkap Hadi.
Menurut dia, ribuan relawan Muhammadiyah yang turun membantu pemerintah menanggulangi Covid-19 merupakan bukti nyata.
Orang nomor satu di tubuh institusi militer Tanah Air itu menyatakan bahwa peran serta Muhammadiyah melalui upaya preventif dan promotif merupakan ikhtiar yang tidak mudah. Apalagi misi mereka membangun kesadaran masyarakat.
Karena itu, Hadi mengungkapkan bahwa TNI dan Polri perlu bantuan dari salah satu ormas Islam terbesar di Tanah Air itu.
"TNI bersama Polri serta semua pihak terkait sedang berkonsentrasi untuk mendukung upaya pemerintah menerapkan protokol kesehatan agar masyarakat produktif dan aman Covid-19," bebernya.
Walau sudah banyak masyarakat sudah sadar dan mengerti cara-cara yang perlu dilakukan untuk menghindari Covid-19, Hadi menyebut, masih banyak tempat yang berlu diberi atensi lebih. Khususnya masyarakat yang belum disiplin menjaga jarak aman, memakai masker di luar rumah, dan mencuci tangan dengan baik. Menurut dia, di situlah Muhammadiyah bisa ikut andil.
"Selaku ormas, Muhammadiyah dapat menjangkau masyarakat luas dan memiliki kedekatan yang memudahkan penyampaian sosialisasi disiplin protokol kesehatan," kat Hadi.
Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU Robikin Emhas mengatakan, penerapan new normal harusnya tidak dipahami hanya sebatas berjalannya kehidupan yang aman dari Covid-19 dan masyarakat produktif secara ekonomi. Lebih dari itu adalah bekerjanya sistem kehidupan yang didasarkan nilai-nilai humanistik dan standar etik universal di segala bidang.
Maka, kata dia, prinsip kesetaraan, keadilan dan penghargaan harkat martabat kemanusiaan harus menjadi basis pengambilan keputusan.
"Dalam upaya pencegahan dan penularan Covid-19, prinsip-prinsip di atas harus menjadi basis pengambilan kebijakan," paparnya.
Robikin mengatakan, jika secara epidemologi new normal memungkinkan diterapkan dalam bidang ekonomi, maka bidang-bidang yang lain juga harus mendapat perlakuan sama, termasuk di bidang keagamaan. Tentu saja semua tetap harus dengan protokol kesehatan yang memadai.
Jika bidang ekonomi, seperti pasar, mall, dan industri tidak memerlukan prosedur birokrasi yang berbelit dengan pengajuan izin, maka hal itu juga harus berlaku bagi tempat ibadah.
"Jangan ada kesan diskriminatif dan perlakukan yang tidak setara," tegasnya.(wan/byu/lum/syn/jpg)