JAKARTA dan PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — INDONESIA akan memulai vaksinasi Covid-19 periode pertama pada Januari-April 2020. Vaksinasi tahap pertama itu dipriotritaskan tenaga kesehatan. Dari 3 juta dosis vaksin yang sudah diterima dari Sinovac, Cina, PT Bio Farma kemudian sudah hampir rampung mendistribusikan vaksin Covid-19 ke seluruh provinsi di Indonesia.
Juru Bicara Vaksin Covid-19 untuk PT Bio Farma Bambang Heriyanto menjelaskan, vaksin Covid-19 Sinovac dalam bentuk produk jadi, yang tiba di Indonesia pada 6 Desember 2020 sudah mulai didistribusikan dari Bio Farma ke seluruh provinsi di Indonesia. Pengiriman vaksin ini dimulai sejak 3 Januari 2021 hingga 5 Januari 2021. Pada 3 Januari dikirimkan ke 14 provinsi sejumlah 401.240 vial. Dan tanggal 4 Januari ke 18 provinsi sejumlah 313.000 vial.
"Vaksin sesuai program pemerintah akan diberikan untuk garda terdepan lebih dulu, yakni tenaga kesehatan,’’ tegasnya kepada Jawa Pos Group (JPG), Senin (4/1).
Bambang memastikan meskipun vaksin sudah mulai didistribusikan ke berbagai daerah, namun tetap belum akan digunakan sampai Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyetujui izin penggunaan darurat (EUA). Pihaknya mengklaim, Bio Farma memiliki pengalaman yang panjang di tingkat nasional dan global. Dalam hal pendistribusian vaksin, yang sesuai dengan prinsip good distribution practice (GDP) atau cara distribusi obat yang baik (CDOB). Salah satunya adalah pemantauan posisi dan suhu selama dalam perjalanan dari Bio Farma hingga titik akhir pengantaran.
Hal itu termasuk menjaga vaksin dalam suhu di rantai pendingin yang sesuai standar internasional. Suhu harus tetap terjaga pada rentang suhu antara 2–8 derajat Celcius.
"Dan ketika tiba di tempat tujuan, (dalam hal ini dinas kesehatan provinsi), juga harus tetap tersimpan di antara suhu 2–8 derajat Celcius)," paparnya.
Dua Syarat Mutlak
Meski 3 juta vaksin Covid-19 dari Sinovac asal Cina sudah tiba di Indonesia, namun vaksin itu belum bisa digunakan untuk vaksinasi secara massal. Sebab Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) belum memberikan Izin Penggunaan Darurat (EUA) atau emergency used authorization.
Jubir pemerintah perwakilan BPOM dr Rizka Andalusia mengatakan sejak kedatangan vaksin di Indonesia, BPOM memastikan mutu dan keamanan vaksin terjaga dengan melakukan sampling dan pengujian. Pada proses penerimaan vaksin di bandara, BPOM juga melakukan pengecekan kesesuaian dokumen serta kesesuaian suhu tempat penyimpanan vaksin di dalam environtainer.
Persyaratan lain yang penting dan harus diperhatikan dalam memastikan kualitas vaksin adalah load release. Load release merupakan persyaratan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berupa proses evaluasi yg dilakukan oleh otoritas obat di setiap negara untuk menjamin mutu setiap load atau setiap batch vaksin tersebut.
BPOM telah menerbitkan sertifikat load release untuk 1,2 juta vaksin Coronavac (vaksin asal Sinovac) yang telah datang pada 6 Desember 2020. Pengujian dalam rangka load release ini dilakukan di laboratorium pusat pengembangan pengujian obat dan makanan nasional BPOM.
"Untuk percepatan proses pemberian izin pemggunaan darurat, BPOM melakukan rolling submission, di mana data yang dimiliki oleh industri farmasi dapat disampaikan secara bertahap," kata. Rizka dalam konferensi pers virtual, Senin (4/1).
BPOM telah melakukan evaluasi terhadap data uji preklinis dan uji klinis fase 1 dan 2 untuk menilai keamanan dan respons imun yang dihasilkan dari penggunaan vaksin. Dan juga hasil uji klinik fase 3 yang dipantau dalam 1 bulan setelah pemberian suntikan kedua.
"Tentunya sesuai dengan persyaratan WHO minimal pengamatan harus dilakukan sampai 3 bulan untuk laporan interim analisis oleh tim riset, yang digunakan untuk data keamanan dan khasiat vaksin sebagai data dukung pemberian EUA," katanya.
Menurut dia, keamanan merupakan hal yang sangat penting untuk dipastikan sebelum vaksin diedarkan. Keamanan vaksin ini dipantau secara periodik pada subjek uji klinik, yaitu 30 menit setelah penyuntikan dan secara ketat pemantauan tiap hari sampai 14 hari pertama. Kemudian 3 bulan dan 6 bulan setelah penyuntikan.
Lalu sesuai standar WHO, khasiat vaksin atau syarat mutlak vaksin disebut manjur, harus dibuktikan dengan beberapa parameter yang bisa dipenuhi. Pertama, parameter efisiensi. Parameter klinis yang diukur berdasarkan persentase penurunan angka kejadian penyakit pada kelompok subjek atau penerima vaksin, dibandingkan kelompok atau subjek orang yang menerima plasebo pada uji klinik fase 3.
Kedua, parameter imunogenisitas. Parameter ini merupakan parameter pengganti atau surrogatte endpoint, efficacy berdasarkan pengukuran kadar antibodi yang terbentuk. Yaitu kondisi setelah orang diberi suntikan dan pengukuran netralisasi antibodi, yaitu kemampuan antibodi yang terbentuk untuk menetralkan atau membunuh virus. Pengukuran ini dilakukan setelah 2 minggu dosis terakhir.
Setelah mendapat data-data tersebut, maka dapat diberikan persetujuan penggunaan atau EUA. Sedangkan untukk efektivitas vaksin, BPOM terus akan memantau kemampuan vaksin dalam menurunkan kejadian di masyarakat dalam jangka waktu yang lama
"Efektivitas vaksin diukur setelah vaksin digunakan secara luas di masyarakat pada kondisi nyata di lapangan atau di pelayanan kesehatan. Saat ini BPOM masih menunggu penyelesaian laporan analisis interim data uji klinis fase 3 yang dilakukan oleh para tim riset di Bandung untuk mengkonfirmasi khasiat atau efficacy vaksin Coronavac," tuturnya.(jpg//rio/ted)
Laporan: JPG dan SOLEH SAPUTRA, Jakarta dan Pekanbaru