PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Program studi Magister Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial (Fisip) Universitas Riau kembali menggelar webinar bertajuk “Transformasi Media Massa dan Urgensi Literasi Digital”, Jumat (4/12/2020).
Narasumber yang tampil diantaranya, Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (Ketua Umum ASPIKOM) Dr Muhammad Sulhan MSi, Ketua Prodi S3 Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran Dr Atwar Bajari MSi, Dosen Ilmu Komunikasi Fisip UR Dr Suyanto MSc dan Ketua KPI RI Yuliandre Darwis PhD.
Dalam webinar yang dimoderatori oleh Dosen Magister Ilmu Komunikasi Fisip Dr Yasir MSi dan Dr Ringgo Eldapi Y M IKom, webinar ini diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai kalangan. Mulai mahasiswa, dosen, praktisi dari berbagai daerah.
Dekan Fisip Universitas Riau yang di wakili oleh Wakil Dekan Bidang Akademik Dr Belli Nasution MA menyampaikan terimakasih atas kesediaan waktu para senior dan koleganya dalam membagikan ilmunya dalam kesempatan ini.
“Terimakasih sudah memberikan waktu berharganya ini. Saat ini, korban media digital saat ini sudah berserakan. Baik dari segi penipuan kriminal, maupun korban politik. Jika dikaji, media digital ini akan terlihat kepentingan, yang penting kita bijak menggunakannya, biarlah para pakar yang menjelaskan ke kita di hari Jumat penuh berkah ini,” kata Belli.
Ketua Umum Aspikom, Dr Muhammad Sulhan dalam kesempatan ini menyampaikan materi tentang sosiologi media dan netizen yang ’Terlena’. Dijelaskan Sulhan, perubahan dari media konvensional ke digital membuat beberapa perubahan.
Antara lain, terjadinya desentralisasi, konektivitas yang tak terbatas dan kompleksitas netizen. Semuanya berkaitan dengan problematika industri kreatif, demokrasi dan kebebasan.
Dalam aspek industri kreatif, masyarakat dituntut untuk ’be creative’, karena sektor industri digital saat ini sudah sangat menggeliat. Bahkan, di masa pandemi Covid-19, bisnis yang berkaitan dengan digital tidak mengalami kesulitan.
“Bisnis digital cenderung tetap stabil, karena work from home, generasi rebahan bertambah. Kalau dulunya jemaah rebahan adalah kalangan remaja dan anak-anak, sekarang naik ke usia yang lebih senior. Kita-kita ini termasuk jemaah rebahan juga. Kita bisa lihat bagaimana stabilnya e-commerce di masa pandemi ini,” kata Sulhan.
Begitu juga dengan aspek demokrasi, dimana banyak prahara demokrasi yang terjadi di media digital. Saat ’surveilance capitalism’ masuk ke Indonesia, negara mendapati persoalan serius.
“Era digitalisasi menciptakan ruang kontrol tidak lagi di tangan negara. Banyak yang menganggap alam demokrasi membolehkan kita melakukan apa saja, padahal dalam demokrasi, ada prinsip kesadaran dan pertanggungjawaban yang sangat diperlukan,” ulasnya.
Selanjutnya dari sisi kebebasan, Sulhan menyatakan bahwa semakin seorang netizen merasa bebas, maka semakin besar potensi terjadi kekeliruan. Dalam aspek kebebasan di media digital, ada dua yang paling mendasar, yakni interaksi sosial dan jejaring sosial.
Untuk itu, sangat diperlukan adanya sensitivitas yang harus diterapkan dalam melakukan media sosial.”Dalam dunia digital ini, please be creative, please be responsible, dan please be sensitive,” pungkasnya.
Kemudian, Ketua Prodi S3 Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran, Dr Atwar Bajari menjelaskan terkait dengan manajemen media digital. Menurutnya, transisi dari konvensional harus menjadi kajian berlanjut dari ahli komunikasi.
Ahli Ilmu komunikasi yang ada saat ini , ujarnya, tidak cukup mempelajari ilmu komunikasi saja, tapi harus dibekali dengan pemahaman politik, ekonomi dan lainnya dalam rangka menyelesaikan problem komunikasi hari ini.
“Berdasarkan tren yang terjadi, kita semakin bergerser ke sosial media, seperti trend di 2020 ini, kita bicara authentic influencer, apa yang disampaikan oleh influencer akan di follow oleh netizen, yang kemudian itu akan menjadi pembicaraan nantinya,” ujarnya.
Laporan: Muslim Nurdin (Pekanbaru)
Editor: Afiat Ananda