JAKARTA(RIAUPOS.CO)– Perekonomian memang tengah lesu akibat pandemi Covid-19. Tapi, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memastikan bahwa THR (tunjangan hari raya) keagamaan harus tetap dibayarkan oleh pengusaha kepada buruh atau pekerja.
â€THR merupakan bagian dari pendapatan nonupah yang wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh,†kata Ida dalam rapat kerja lewat teleconference dengan Komisi IX DPR pada Kamis malam (2/4).
Ida mengatakan, ketentuan tersebut sudah menjadi amanat peraturan perundang-undangan. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa THR wajib diberikan maksimal tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Jika melebihi batas waktu tersebut, pengusaha dapat dikenai denda 5 persen dari total THR keagamaan yang harus dibayar.
â€Pengenaan denda ini bukan berarti menghilangkan kewajiban pengusaha untuk tetap membayar THR keagamaan kepada pekerja/buruh, ya,†jelasnya.
Aturan yang dimaksud mulai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 6 Tahun
2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/ Buruh di Perusahaan, hingga Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Ida menegaskan, akan ada sanksi administrasi yang ditambahkan ketika THR tidak dibayarkan. Mengenai kondisi pengusaha yang kesulitan untuk membayar THR, dia menyarankan, ada dialog antara pengusaha dan pekerja/buruh untuk menyepakati pembayaran THR tersebut.
Misalnya, apabila perusahaan tidak mampu membayar THR sekaligus, pembayaran THR dapat dilakukan secara bertahap. Apabila perusahaan tidak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, pembayaran dapat ditangguhkan pada jangka waktu tertentu yang disepakati.
Namun, ketika jangka waktu penundaan yang disepakati telah berakhir dan perusahaan tetap tidak membayar THR, akan dikenakan sanksi. â€Atas dasar hasil pemeriksaan pengawas dan rekomendasi yang diberikan, perusahaan dapat dikenai sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan,†ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Shinta Kamdani mengakui bahwa kondisi saat ini merupakan situasi yang sulit bagi pelaku usaha semua sektor tanpa perkecualian. â€Jadi, kemungkinan akan sangat berat bagi pengusaha untuk membayarkan hak THR. Mungkin perusahaan harus membuat kesepakatan bipartit, yaitu kesepakatan pemberi kerja dan penerima kerja,†ujar Shinta.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani berpedapat senada. Namun, Rosan menegaskan bahwa pengusaha akan tetap mengupayakan hak THR pekerja bisa terpenuhi. â€Bayar THR itu kan (diatur dalam) undang-undang, jadi harus dipenuhi,†ujar Rosan.
Tapi, Rosan memberikan catatan bahwa tidak semua perusahaan memiliki kekuatan kas yang sama besar. Dengan begitu, di situasi yang sulit ini, tak tertutup kemungkinan perusahaan akan mengomunikasikan skenario-skenario alternatif pemberian THR kepada karyawan.
â€Jika nantinya terpaksa ada yang harus mengambil opsi pembayaran THR yang tidak tepat waktu, misalnya, atau diberikan bertahap (dicicil, Red), kami berharap Kemenaker tidak memberikan penalti,†jelasnya.
Sumber:JawaPos.com
Editor: Deslina