Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Sosiolog UI Sebut Menteri Agama Konyol, Ini Alasannya

JAKARTA (RIAUPOS.CO) —  Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Tamrin Amal Tomagola menilai wacana pelarangan pemakaian cadar dan celana cingkrang oleh Menteri Agama RI Fachrul Razi sangat konyol.

Menurut dia, aroma kebijakan itu tidak relevan dengan sejarah Indonesia, melainkan budaya sekularisme barat.

"Jangan apriori orang pakai cadar dan celana cingkrang, oh, ini radikal, jangan. Jadi pakai simbol-simbol pakaian, itu enggak bagus dilarang. Jadi Menteri Agama kalau dia mau bikin aturan yang melarang orang pakai cadar dan celana cingkrang, itu konyol. Ngapain itu pakaian orang kok diatur-atur itu," kata Tamrin di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (3/11).

Menurut Tamrin, penggunaan cadar dan celana cingkrang memang disinggung dalam syariat Islam, terlepas dari kontroversialnya. Karena itu, melarang penggunaannya akan membawa kemarahan oleh muslim.

Baca Juga:  Kejagung Periksa Eks Dirut Jiwasraya di Gedung KPK

"Itu makin membuat umat Islam makin marah saya kira. Dan enggak bagus untuk kerukunan nasional," jelas Tamrin.

Sementara itu, kata Tamrin, kerangka pikiran yang digunakan Menteri Agama dalam melarang penggunaan celana cingkrang dan cadar merupakan bagian dari sekularisme barat, khususnya Prancis.

Di Prancis, menurut Tamrin, antara agama dan negara harus dipisahkan. Setiap orang tidak boleh membawa atribut agama dalam aktivitas bernegara.

"Karena Prancis punya pengalaman yang pahit dengan agama Katolik di masa lampau sehingga sekularisasi itu muncul di Prancis. Maka dari itu prancis menetapkan dengan tegas batas antara agama dan negara tidak boleh campur baur. Jadi orang pergi sekolah tidak boleh pakai pakaian-pakaian agama, seperti cadar atau jilbab," jelas dia.

Baca Juga:  "Emas Hitam" yang Menggoda

Sedangkan di Indonesia, kata Tamrin, pengalaman antara agama dan negara selalu berjalan beriringan. Bahkan hubungan antara keduanya selalu membawa manfaat yang positif.

"Jadi enggak ada pengalaman seperti itu sehingga orang Indonesia tidak terbiasa memisahkan antara ruang agama dengan negara. Malah minta negara mengurus urusan-urusan agama yang kalau pakai aliran sekuler barat itu enggak boleh," jelas dia. (tan/jpnn)

Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) —  Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Tamrin Amal Tomagola menilai wacana pelarangan pemakaian cadar dan celana cingkrang oleh Menteri Agama RI Fachrul Razi sangat konyol.

Menurut dia, aroma kebijakan itu tidak relevan dengan sejarah Indonesia, melainkan budaya sekularisme barat.

- Advertisement -

"Jangan apriori orang pakai cadar dan celana cingkrang, oh, ini radikal, jangan. Jadi pakai simbol-simbol pakaian, itu enggak bagus dilarang. Jadi Menteri Agama kalau dia mau bikin aturan yang melarang orang pakai cadar dan celana cingkrang, itu konyol. Ngapain itu pakaian orang kok diatur-atur itu," kata Tamrin di kawasan Jakarta Pusat, Minggu (3/11).

Menurut Tamrin, penggunaan cadar dan celana cingkrang memang disinggung dalam syariat Islam, terlepas dari kontroversialnya. Karena itu, melarang penggunaannya akan membawa kemarahan oleh muslim.

- Advertisement -
Baca Juga:  Empat Pasien Covid-19 Membaik

"Itu makin membuat umat Islam makin marah saya kira. Dan enggak bagus untuk kerukunan nasional," jelas Tamrin.

Sementara itu, kata Tamrin, kerangka pikiran yang digunakan Menteri Agama dalam melarang penggunaan celana cingkrang dan cadar merupakan bagian dari sekularisme barat, khususnya Prancis.

Di Prancis, menurut Tamrin, antara agama dan negara harus dipisahkan. Setiap orang tidak boleh membawa atribut agama dalam aktivitas bernegara.

"Karena Prancis punya pengalaman yang pahit dengan agama Katolik di masa lampau sehingga sekularisasi itu muncul di Prancis. Maka dari itu prancis menetapkan dengan tegas batas antara agama dan negara tidak boleh campur baur. Jadi orang pergi sekolah tidak boleh pakai pakaian-pakaian agama, seperti cadar atau jilbab," jelas dia.

Baca Juga:  Harga Rokok Produksi Batam Makin Mahal

Sedangkan di Indonesia, kata Tamrin, pengalaman antara agama dan negara selalu berjalan beriringan. Bahkan hubungan antara keduanya selalu membawa manfaat yang positif.

"Jadi enggak ada pengalaman seperti itu sehingga orang Indonesia tidak terbiasa memisahkan antara ruang agama dengan negara. Malah minta negara mengurus urusan-urusan agama yang kalau pakai aliran sekuler barat itu enggak boleh," jelas dia. (tan/jpnn)

Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari