PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Sidang lanjutan tindak pidana korupsi (Tipikor) dengan terdakwa eks Bupati Bengkalis Amril Mukminin kembali digelar di PN Pekanbaru, Jalan Teratai. Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan dua saksi yang notabene orang dekat Amril Mukminin. Adalah adik kandungnya Riki Rihardi dan mantan ajudannya Syahrum.
Pada persidangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun mendapat dukungan dari mahasiswa dalam penanganan perkara atas terdakwa, Amril Mukminin. Lembaga antirasuah itu diminta tetap semangat mengusut dugaan korupsi dan gratifikasi di Bengkalis, meskipun Kasmarni mengundurkan diri jadi saksi.
Dukungan itu disampaikan melalui papan bunga yang dipajang di depan Kantor Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru Jalan Teratai, Kamis (3/9/2020). Papan dengan latar warna merah bertuliskan "KPK Tetap Semangat Usut Dugaan Korupsi & Gratifikasi Meski Kasmarni Mengundurkan diri jadi saksi".
Papan bunga itu dikirimkan oleh Forum Mahasiswa Anti Korupsi Riau atas nama Afrizal. Pengiriman papan bunga tersebut bertepatan dengan pelaksanaan sidang lanjutan atas terdakwa Bupati Bengkalis nonaktif.
Dalam sidang ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan dua orang saksi untuk dimintai keterangan. Mereka yakni, Camat Mandau, Riki Rihardi selaku adik kandung Amril Mukminin dan Syahrum sebagai mantan ajudan orang nomor satu di Negeri Sri Junjungan. Keduanya memberikan kesaksian secara online melalui video confrence (vidcon).
Dalam surat dakwan subsider kedua menyatakan, terdakwa Amril Mukminin selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis 2014-2019, dan Bupati Bengkalis 2016-2021 telah menerima gratifikasi berupa uang setiap bulannya dari pengusaha sawit di Negeri Sri Junjungan. Dari pengusaha Jonny Tjoa sebesar Rp12.770.330.650 dan dari Adyanto sebesar Rp10.907.412.755.
Uang itu, diterima istri terdakwa secara tunai maupun ditransfer ke rekening bank atas nama Karmarni (istri terdakwa, red) pada Bank CIMB Niaga Syariah nomor rekening 4660113216180 nomor rekening 702114976200. Uang itu diterima di kediamannya pada Juli 2013-2019.
Pemberian uang tersebut berhubungan dengan jabatan dan berlawanan atas kewajiban atau tugasnya terdakwa sebagai anggota DPRD maupun Bupati Bengkalis. Selian itu, berlawanan terhadap kewajiban Amril sebagai penyelenggara Negera sebagaimana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dengan cara-cara di antaranya.
Pada 2013 lalu, Jonny Tjoa selaku Dirut dan pemilik perusahaan sawit PT Mustika Agung Sawit Sejahtera meminta bantuan Amril, untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah sawit ke perusahaan tersebut dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.
Atas bantuan tersebut, Jonny Tjoa memberikan kompensasi berupa uang kepada Terdakwa sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Sehingga, terhitung sejak Juli 2013 dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni,
Pemberian uang itu, terus berlanjut hingga terdakwa dilantik menjadi Bupati Bengkalis pada 2016 lalu. Tak hanya dari Jonny Tjoa, AmrilMukminim juga menerima gratifikasi dari Adyanto selaku direktur dan pemilik PT Sawit Anugrah Sejahtera, saat masih menjabat sebagai anggota DPRD Bengkalis terhadap bantuan mengamankan kelancaran operasional pabrik.
Atas bantuan tersebut, Adyanto memberikan kompensasi berupa uang kepada Terdakwa dari prosentase keuntungan yaitu sebesar Rp5 per kilogram TBS dari total buah sawit yang masuk ke dalam pabrik. Uang tersebut diberikan setiap bulannya sejak awal tahun 2014 yang diserahkan secara tunai kepada Kasmarni (istri Terdakwa) di rumah kediaman terdakwa. Sehingga uang yang telah diterima terdakwa dari Adyanto seluruhnya sebesar Rp10.907.412.755.
Penerimaan uang yang merupakan gratifikasi tersebut tidak pernah dilaporkan oleh terdakwa kepada KPK idalam tenggang waktu 30 hari kerja. Hal ini, sebagaimana dipersyaratkan dalam undang-undang dan merupakan pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan Terdakwa selaku anggota DPRD Kabupaten Bengkalis dan selaku Bupati Bengkalis 2016-2021.
Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 12 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Laporan: Riri Radam (Pekanbaru)
Editor: Rinaldi