JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan pemerintah Indonesia melanggar hukum terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019. Pemblokiran internet tersebut sebelumnya digugat oleh SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Pihak tergugat adalah Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
"Mengabulkan gugatan para tergugat untuk seluruhnya. Menyatakan perbuatan para tergugat adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintahan,” demikian bunyi kutipan putusan PTUN Jakarta, Rabu (3/6/2020).
Majelis Hakim juga memerintahkan tergugat yakni pemerintah untuk tidak mengulangi perbuatan atau tindakan pelambatan pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia.
Sementara itu tuntutan agar pemerintah untuk memuat permintaan maaf atas kebijakan tersebut secara terbuka di tiga media massa, enam stasiun televisi nasional, dan tiga stasiun radio selama sepekan tidak dikabulkan oleh majelis hakim. Pemerintah juga diwajibkan untuk membayar biaya perkara dalam putusan yamg dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta, Nelvy Christin.
Kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat terjadi pada Agustus 2019 dan digugat oleh SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang terdaftar di PTUN dengan Nomor 230/6/2019/PTUN-Jakarta. Pihak tergugat yakni Menkominfo dan Presiden Jokowi.
Mereka mempersoalkan sikap pemerintah Indonesia yang melakukan pemutusan internet pada 19 Agustus 2019 dan pemblokiran internet pada 21 Agustus di Papua dan Papua Barat.
Pembatasan akses itu sendiri dengan alasan untuk mengurangi penyebaran hoaks dan meminimalkan penyebaran konten negatif yang dapat memprovokasi ketika terjadinya aksi massa di Papua.
Sumber: JawaPos.com
Editor: Firman Agus
Isi berita ini telah mengalami editing pada isi yang mencantumkan poin-poin putusan hakim. Terbitan sebelumnya memuat informasi yang kurang akurat, namun tidak mengurangi substansi putusan. Mohon maaf dengan ini kesalahan diperbaiki. Redaksi
JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan pemerintah Indonesia melanggar hukum terkait pemblokiran atau pelambatan koneksi internet di Papua pada 2019. Pemblokiran internet tersebut sebelumnya digugat oleh SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Pihak tergugat adalah Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate.
"Mengabulkan gugatan para tergugat untuk seluruhnya. Menyatakan perbuatan para tergugat adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan atau pemerintahan,” demikian bunyi kutipan putusan PTUN Jakarta, Rabu (3/6/2020).
- Advertisement -
Majelis Hakim juga memerintahkan tergugat yakni pemerintah untuk tidak mengulangi perbuatan atau tindakan pelambatan pemutusan akses internet di seluruh wilayah Indonesia.
Sementara itu tuntutan agar pemerintah untuk memuat permintaan maaf atas kebijakan tersebut secara terbuka di tiga media massa, enam stasiun televisi nasional, dan tiga stasiun radio selama sepekan tidak dikabulkan oleh majelis hakim. Pemerintah juga diwajibkan untuk membayar biaya perkara dalam putusan yamg dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim PTUN Jakarta, Nelvy Christin.
- Advertisement -
Kebijakan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat terjadi pada Agustus 2019 dan digugat oleh SAFEnet Indonesia dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang terdaftar di PTUN dengan Nomor 230/6/2019/PTUN-Jakarta. Pihak tergugat yakni Menkominfo dan Presiden Jokowi.
Mereka mempersoalkan sikap pemerintah Indonesia yang melakukan pemutusan internet pada 19 Agustus 2019 dan pemblokiran internet pada 21 Agustus di Papua dan Papua Barat.
Pembatasan akses itu sendiri dengan alasan untuk mengurangi penyebaran hoaks dan meminimalkan penyebaran konten negatif yang dapat memprovokasi ketika terjadinya aksi massa di Papua.
Sumber: JawaPos.com
Editor: Firman Agus
Isi berita ini telah mengalami editing pada isi yang mencantumkan poin-poin putusan hakim. Terbitan sebelumnya memuat informasi yang kurang akurat, namun tidak mengurangi substansi putusan. Mohon maaf dengan ini kesalahan diperbaiki. Redaksi