Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Asosiasi Pengusaha Bicara tentang Prospek Bisnis 2020

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pinjam uang kini makin mudah. Bukan hanya di lembaga keuangan konvensional, tetapi juga perusahaan digital. Salah satunya, via financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending. 

Fintech P2P lending berkembang cukup pesat. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (Afpi) kini bahkan sudah mempunyai 144 anggota. Pelaku inudstri keuangan juga kian inovatif dalam menawarkan produk. Di samping itu, masyarakat mendapatkan akses kredit yang semakin luas, mudah, dan cepat. 

Sejauh ini, pelaku industri fintech P2P lending masih fokus pada sosialisasi mengenai legalitas dan keamanan. Sebab, perkembangan industri fintech sempat diwarnai berita buruk mengenai keamanan data pribadi peminjam (borrower). Ada keluhan mengenai cara penagihan kepada borrower yang dinilai kurang etis. 

Baca Juga:  Sony Ungkap Kecanggihan PlayStation 5

Borrower dihubungi kolektor terus-menerus dengan kata-kata yang kurang mengenakkan. Selain itu, kolektor menghubungi kerabat-kerabat borrower dan mengabarkan bahwa si borrower mempunyai utang.  Wakil Ketua Umum Afpi Sunu Widyatmoko mengatakan, pada dasarnya, fintech tidak boleh berperilaku tidak menyenangkan kepada borrower meskipun si borrower menunggak utang. 

"Jadi, aturan dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan), ada edaran yang menyatakan bahwa fintech hanya boleh mengakses aplikasi kamera, lokasi, dan microphone. Jadi, contact list tidak boleh diakses fintech," tuturnya. 

Pengetatan akses ke ponsel borrower tersebut dilakukan karena tidak ada jaminan akses contact list borrower dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik saja. "Sebab, belum ada UU Perlindungan Data Pribadi," katanya. 

Semestinya, fintech hanya boleh meminta beberapa emergency contact dari borrower. Praktik itu lazim dilakukan pada perusahaan-perusahaan keuangan lainnya. Sekarang jika masih ada perusahaan fintech yang memanfaatkan akses contact list di ponsel milik borrower, akan ada peringatan dan hukuman dari OJK. 

Baca Juga:  Lari

Sunu menyarankan, jika ada fintech P2P lending yang dirasa memanfaatkan data pribadi untuk kepentingan penagihan serta menagih dengan cara yang tidak pantas, borrower dapat melaporkannya ke OJK. Yang tak kalah penting, sebelum borrower meminjam dana, pastikan perusahaan fintech tersebut terdaftar atau mengantongi izin dari OJK. 

Jangan tergiur cepatnya pencairan dana dan bunga yang murah saja.  Menurut Sunu, potensi bisnis fintech P2P lending ke depan masih sangat terbuka.(rin/c20/oki/das)

Laporan JPG, Jakarta

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pinjam uang kini makin mudah. Bukan hanya di lembaga keuangan konvensional, tetapi juga perusahaan digital. Salah satunya, via financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending. 

Fintech P2P lending berkembang cukup pesat. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (Afpi) kini bahkan sudah mempunyai 144 anggota. Pelaku inudstri keuangan juga kian inovatif dalam menawarkan produk. Di samping itu, masyarakat mendapatkan akses kredit yang semakin luas, mudah, dan cepat. 

- Advertisement -

Sejauh ini, pelaku industri fintech P2P lending masih fokus pada sosialisasi mengenai legalitas dan keamanan. Sebab, perkembangan industri fintech sempat diwarnai berita buruk mengenai keamanan data pribadi peminjam (borrower). Ada keluhan mengenai cara penagihan kepada borrower yang dinilai kurang etis. 

Baca Juga:  Ungkap Dugaan Pembunuhan Hakim PN Medan, Polisi Periksa 22 Saksi

Borrower dihubungi kolektor terus-menerus dengan kata-kata yang kurang mengenakkan. Selain itu, kolektor menghubungi kerabat-kerabat borrower dan mengabarkan bahwa si borrower mempunyai utang.  Wakil Ketua Umum Afpi Sunu Widyatmoko mengatakan, pada dasarnya, fintech tidak boleh berperilaku tidak menyenangkan kepada borrower meskipun si borrower menunggak utang. 

- Advertisement -

"Jadi, aturan dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan), ada edaran yang menyatakan bahwa fintech hanya boleh mengakses aplikasi kamera, lokasi, dan microphone. Jadi, contact list tidak boleh diakses fintech," tuturnya. 

Pengetatan akses ke ponsel borrower tersebut dilakukan karena tidak ada jaminan akses contact list borrower dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik saja. "Sebab, belum ada UU Perlindungan Data Pribadi," katanya. 

Semestinya, fintech hanya boleh meminta beberapa emergency contact dari borrower. Praktik itu lazim dilakukan pada perusahaan-perusahaan keuangan lainnya. Sekarang jika masih ada perusahaan fintech yang memanfaatkan akses contact list di ponsel milik borrower, akan ada peringatan dan hukuman dari OJK. 

Baca Juga:  Kecamatan Bangko Masuk Zona Merah

Sunu menyarankan, jika ada fintech P2P lending yang dirasa memanfaatkan data pribadi untuk kepentingan penagihan serta menagih dengan cara yang tidak pantas, borrower dapat melaporkannya ke OJK. Yang tak kalah penting, sebelum borrower meminjam dana, pastikan perusahaan fintech tersebut terdaftar atau mengantongi izin dari OJK. 

Jangan tergiur cepatnya pencairan dana dan bunga yang murah saja.  Menurut Sunu, potensi bisnis fintech P2P lending ke depan masih sangat terbuka.(rin/c20/oki/das)

Laporan JPG, Jakarta

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari