JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Kecaman Presiden Joko Widodo atas pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron disambut positif banyak kalangan. Indonesia diprediksi akan memiliki posisi strategis dalam upaya mendamaikan situasi antara Prancis dengan masyarakat Muslim dunia. Karena telah menyampaikan aspirasi umat muslim dunia tanpa harus menyerang Prancis secara frontal.
Hal itu disampaikan pakar hubungan internasional Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah, kemarin (1/11). Menurut dia, presiden menyampaikan sikapnya tepat waktu dan tepat sasaran. Presiden tidak terburu-buru bereaksi, melainkan melihat terlebih dahulu pandangan-pandangan pemimpin dunia.
Kemudian, melihat pandangan dari Kemlu RI sendiri, termasuk dialog dengan wakil dubes Prancis di Jakarta. "Jadi Pak Jokowi sudah memiliki informasi yang akurat dari segi konteks kebahasaan, kemudian dari konteks dampak politik dari Prancis dengan seluruh negara di dunia," terangnya.
Presiden juga memperhitungkan posisi organisasi Gerakan Non Blok (GNB) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), serta pandangan mufti besar Al Azhar Mesir. Itu membuat statemen Presiden menjadi matang dan disampaikan dalam bahasa yang sangat hati-hati.
Hal itu, lanjut Rezasyah, bisa dilihat dari pilihan diksinya. Meskipun menggunakan frasa mengecam keras, namun tidak ada kata embargo, apalagi boikot. Pengamanan terhadap aset-aset maupun warga Prancis di Indonesia pun berjalan dengan baik. Dalam arti mereka tidak diganggu.
Menurut Rezasyah, statemen presiden dibuat dalam konteks tidak hanya sebagai pemimpin Indonesia. "Tetapi beliau (Jokowi) sebagai tokoh dunia, dalam hal ini ASEAN, GNB, dan OKI," lanjutnya. Di mana banyak dari negara-negara anggota tiga organisasi itu dulunya adalah jajahan Prancis.
Statemen itu, menurut dia akan mempengaruhi dunia menuju ke arah ideal yang diinginkan Indonesia. Presiden mencari jalan tengah yang paling moderat dan akan memicu dialog lebih lanjut. Itu terlihat dari statemen akhirnya yang mengajak duni mengedepankan persatuan dan toleransi beragama.
Saat ini, ujar Rezasyah, Macron sudah mulai tersudut. Produknya diboikot oleh negara-negara berpenduduk muslim. Banyak kontainer dari negaranya yang tidak diproses. Dalam kondisi tersebut, Macron akan melihat bahwa hanya Indonesia yang bisa diajak bicara lebih lanjut. Karena dengan Turki misalnya, dia menjadi serba salah untuk membantu dampak gempa, mengingat belum ada jawaban dari Erdogan.
Statemen Jokowi diharapkan bisa merangkum semua statemen yang muncul dari berbagai belahan dunia. Juga meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah peka dengan apa yang terjadi. Indonesia juga tidak khawatir statemen itu berpengaruh terhadap hubungan kedua negara. "Karena hubungan kita dengan Prancis termasuk luas," tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo Sabtu lalu (31/10) menyampaikan sikap Indonesia atas pernyataan Macron. Dia tidak hanya mengecam terjadinya kekerasan di Paris dan Niece. "Indonesia juga mengecam keras pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menghina dan telah melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia," ujar Presiden.
Dia mengingatkan Macron bahwa ucapannya bisa memecah belah persatuan antarumat beragama saat dunia perlu bersatu menghadapi Covid-19. Bagaimanapun, lanjut Presiden, kebebasan berekspresi yang mencederai kehormatan, kesucian, dan kesakralan nilai-nilai simbol agama harus dihentikan. Hal itu tidak bisa dibenarkan.
Terlebih lagi bila mengaitkan agama tertentu dengan terorisme, itu adalah sebuah kesalahan besar. "Terorisme adalah terorisme, tidak ada hubungannya dengan agama apapun," tambah presiden. Karena itu dia mengajak dunia bersatu dalam bingkai toleransi beragama untuk membangun tatanan yang lebih baik.
MUI Riau Minta Pemerintah Tegas
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Riau mengutuk pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dinilai telah menghina umat Islam. Hal itu diungkapkan Ketua MUI Riau, Prof Dr H Nazir Karim kepada Riau Pos, Sabtu (31/10).
Ia mengatakan, Macron sudah melakukan kesalahan yang luar biasa fatalnya karena telah menghina umat Islam. Tindakan ini harus dikutuk karena telah melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang harusnya dijaga.
Lanjutnya, Macron telah membuat kesalahan yang luar biasa fatalnya. "Memang di sana itu ada kebebasan, tapi kebebasan tetap saja harus dibatasi oleh hal-hal yang bersifat keyakinan," ujar Nazir Karim.
Menurutnya, walaupun mereka orang liberal tapi menyangkut masalah agama itu tidak boleh disentuh, termasuk membuat karikatur/kartun nabi yang kita muliakan luar biasa justru malah dilecehkan, dan Macron mendukung kartun-kartun itu, karena merasa bahwa itu adalah hak kebebasan dalam berekspresi, katanya.
"Kita sangat menyayangkan itu, dan kita minta pemerintah agar tegas supaya Macron minta maaf kepada seluruh umat Islam dan kemudian menghentikan dan mempidanakan majalah yang memuat kartun itu," ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, kalau Macron tidak mau meminta maaf, ya kita harus memboikot segala produk asal Prancis. Wajib itu, karena menurut saya masih banyak produk lain yang bisa kita kosumsi.
"Saya kira itu penyakit yang ada di dalam diri Macron. Karena saya lihat sejarah hidup Macron ini, keberuntungan saja ia bisa menjadi Presiden di Prancis," pungkasnya.
Sementara Ketua MUI Kota Pekanbaru, Prof H Ilyas Husti MA meminta umat Islam tidak terprovokasi dan tetap menjaga kedamaian. Ia meyakini pemerintah Indonesia akan mengambil langkah-langkah diplomatis. Menurutnya, perbuatan itu sangat menyesatkan dan tidak dibenarkan sehingga perbuatan tersebut dikecam. Tetapi dari sudut pandang lain kita juga harus berhati-hati, jangan-jangan ada orang yang mancing-mancing kemarahan umat islam.
"Kalau terpancing nanti, bisa saja sesama umat Islam beradu-adu. Umpamanya, kita menggelar demo dan terjadi bentrok pada saat demo itu antara masyarakat dan aparat keamanan," ujarnya.(byu/jpg/dof)