Catatan Hary B Koriun
SEPAKBOLA tetap permainan 11 lawan 11, tetapi Italia tetap beruntung bila Belgia tak diperkuat Kevin De Bruyne dan Eden Hazard dalam perempatfinal Piala Eropa dini hari ini.
Dengan absennya dua pemainnya tersebut, kekuatan Belgia vs Italia menjadi tidak seimbang. Senang tidak senang, suka tidak suka, perimbangan itu terjadi jika tak ada salah satu pemain bintang kedua negara absen. Jika malah dua yang absen, berarti akan ada masalah besar yang akan terjadi. Namun, semua tetap akan kembali pada adagium awal, bahwa sepakbola adalah 11 vs 11. Bukan mendewakan individu.
Semua orang tahu bagaimana peran seorang De Bruyne di tim yang diperkuatnya. Dia seorang gelandang yang bertenaga, taktis, dan memiliki visi yang tinggi. Dia bisa menjadi pengumpan terbaik, pengatur serangan yang pintar, destroyer yang bisa mengintimdasi lawan, juga pencetak gol yang ulung. Saya tak perlu menuliskan statistik itu semua. Baik ketika di Manchester City maupun dalam tim Belgia.
Sekadar contoh apa yang saya katakan itu, yakni bagaimana dia berhasil memenangkan timnya saat berhadapan dengan Denmark. Masuk di babak kedua, dia mengirim umpan kepada Thorgan Hazard untuk mencetak gol, kemudian memberikan kemenangan dengan golnya menit ke-70.
Padahal, Denmark tidak bermain buruk ketika itu. Statistik mencatat, Denmark memberikan perlawanan ketat dengan mencetak gol lebih dulu lewat Yussuf Poulsen menit ke-2. Denmark membuat 21 percobaan dengan 5 on target, sedang Belgia 6 percobaan dan 5 on target. Di sisi penguasaan bola, Belgia memang unggul 53 persen, tetapi dalam efektitvitas serangan, Denmark lebih baik, meski tidak efektif dalam penyelesaian akhir.
Saat menghadapi Portugal, Belgia juga berada dalam tekanan. Ketika De Bruyne masih bermain, Portugal sangat kesulitan di lapangan tengah. Namun setelah kapten City itu keluar lapangan pada menit ke-48 digantikan Dries Mertens, Portugal mengusai permainan.
Lihatlah statistik ini: Portugal unggul penguasaan bola 58 persen berbanding 42 persen, membuat 23 percobaan dan 4 on target, sedang Belgia hanya melakukan 6 percobaan dan 1 on goal. Banyak orang percaya, dalam pertandingan ini semestinya Portugal yang lolos ke perempatfinal jika 2 dari 4 peluang gol menjadi gol. Sementara Belgia hanya memiliki satu-satunya peluang yang kemudian menjadi gol lewat Thorgan tersebut.
Bagaimana dengan Hazard? Meski sering menjadi cadangan di awal kejuaraan ini, tetapi pelan tapi pasti dia mulai diperacaya sebagai starter saat melawan Portugal. Dalam semua pertandingan yang dimainkannya, Hazard memang tak terlihat istimewa. Tak terlalu menonjol. Tapi ketika menguasai bola, Hazard sangat sulit dihentikan dan akan berbahaya bagi pertahanan lawan.
Maka, saya berani mengatakan dari awal, tanpa De Bruyne dan Hazard –jika sampai di hari H keduanya memang belum betul-betul sembuh– Belgia akan berada dalam masalah dan Italia seharusnya beruntung karenanya. Ini bukan berarti pemain-pemain pengganti mereka –kemungkinan Mertens dan Yannick Carrasco– pemain dengan kualitas di bawah.
Sama seperti Belgia, sejauh ini Italia belum pernah kehilangan poin di kejuaraan ini. Mulus dengan tiga kemenangan di penyisihan grup dan menyingkirkan Austria 2-1 di 16 besar. Meski terkesan kerepotan saat menghadapi Austria, namun Leonardo Bonucci dkk masih berada dalam trek yang benar.
Hanya saja, seperti apa yang dikatakan Fabi Cannavaro, Italia harus bermain kolektif, tak membiarkan pemain-pemainnya memperlihatkan permainan individu untuk pamer kekuatan. Dengan formasi 3-4-3, Roberto Martinez memperkuat lini tengahnya pada dua pivot, Axel Witsel dan Youri Tielemans. Selama ini mereka menjalankan tugasnya dengan baik sebagai penyimbang.