Minggu, 7 Juli 2024

Mutasi Virus Penyebab Covid-19, Apa yang Harus Kita Ketahui?

Penyakit Covid-19 pertama kali ditemukan di provinsi Wuhan, China dan sekarang telah menginfeksi lebih dari 200 negara di seluruh dunia sehingga akhirnya dideklarasikan sebagai pandemi. Sampai hari ini, jumlah populasi yang terinfeksi Covid-19 di seluruh dunia sebesar 151.161.947 kasus dengan angka kematian sebesar 3.179.961 kasus.

Di Indonesia sendiri, sejak diumumkannya pasien pertama Covid-19 pada bulan Maret 2020, per tanggal 30 April 2020 terdapat 1,66 juta kasus Covid-19 dengan 45.334 pasien meninggal. Kasus Covid-19 di Provinsi Riau sendiri juga belum ada tanda-tanda penurunan dengan total kasus sebesar 43.765 kasus dengan 997 pasien meninggal. Cepatnya penyebaran dan penularan virus ini tidak terlepas dari kemampuan virus untuk berevolusi yang disebabkan oleh terjadinya mutasi dari materi genetik virus ini. Dengan demikian, saat ini mutasi virus Corona telah menjadi topik hangat di telinga publik maupun peneliti.

- Advertisement -

Penyebab Covid-19
Covid-19 disebabkan oleh suatu virus yang dikenal dengan nama SARS-CoV-2, anggota dari family coronaviridae, genus betacoronavirus yang memiliki rantai genom RNA positif yang terdiri dari lebih kurang 30.000 susunan basa nukleotida.  Infeksi virus ini menimbulkan sekumpulan gejala penyakit saluran nafas akut yang berat atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Virus ini awalnya hidup di hewan (zoonis), namun setelah berevolusi, lama kelamaan dapat menular ke manusia dan juga dapat menular antar manusia.

Virus SARS-CoV-2 berbentuk bulat, dengan struktur yang sangat sederhana, yaitu hanya terdiri dari materi genetic (RNA) dan beberapa protein di bagian permukaaan virus seperti protein spike (S), protein envelope (E), protein membrane (M) dan protein nucleocapsid (N). Diantara protein tersebut yang paling penting adalah protein S, karena protein S digunakan oleh virus untuk menempel di permukaan sel tubuh manusia seperti sel pada saluran nafas atau pun sel yang melapisi saluran cerna manusia. Protein S mengandung gugus Receptor Binding Domain (RBD) yang akan menempel pada reseptornya di permukaan sel tubuh manusia, yaitu pada angiotensin-converting enzyme 2 (ACE 2 receptor). ACE 2 receptor banyak terdapat pada lapisan epitel yang melapisi saluran nafas dan saluran cerna manusia. Sintesis atau produksi masing-masing protein virus itu sendiri diatur oleh gen-gen yang terdapat dalam RNA. Dengan demikian dapat dikatakan, produksi protein S diatur oleh gen S, produksi protein M diatur oleh gen M, produksi protein E diatur oleh gen E dan produksi protein N diatur oleh gen N.

Sebagaimana diketahui, virus SARS-CoV-2 memiliki gen berupa RNA yang terdiri dari lebih kurang 30.000 susunan basa nukleotida. Strain/tipe virus corona yang tidak memiliki mutasi mayor pada genomnya disebut sebagai “wild-type” SARS-CoV-2. Jika ada satu (1) saja perubahan pada susunan basa nukleotida pada gen virus, artinya mutasi sudah terjadi. Mutasi adalah perubahan materi genetik (DNA atau RNA) yang diturunkan kepada keturunannya. Istilah mutasi petama kali digunakan oleh Hugo de Vries, untuk mengemukakan adanya perubahan fenotipe yang mendadak pada bunga Oenothera lamarckiana dan bersifat menurun. Ternyata perubahan tersebut terjadi karena adanya penyimpangan dari kromosomnya. Mutasi dapat berupa subtitusi (penggantian basa nitrogen dari segmen RNA); substitusi ini merupakan jenis mutasi yang paling umum terjadi, dapat juga berupa delesi (hilangnya satu atau lebih basa nitrogen dari segmen RNA) atau  berupa insersi (adanya penambahan basa nitrogen pada segmen DNA), berupa translokasi dan lain-lain.

- Advertisement -
Baca Juga:  Kodok

Perubahan (mutasi) pada gen tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan pada protein virus yang akan diproduksi. Virus SARS-CoV-2 ini secara alamiah memiliki tingkat mutasi yang tinggi karena virus ini termasuk virus RNA. Dengan tingginya tingkat mutasi dari virus ini, maka virus yang awalnya hanya menyerang manusia ini akhirnya juga dapat berpindah ke manusia. Saat ini dikenal hampir 6000 varian virus corona dan mutasi dapat terjadi pada gen dari berbagai varian virus corona. Mutasi ini menghasilkan virus baru dengan berbagai sifat yang berbeda dari virus asalnya. Mutasi ini pada umumnya bertujuan untuk adaptasi terhadap lingkungan sehingga virus tetap bisa bertahan hidup. Sebagian besar mutasi yang terjadi tidak mempengaruhi kemampuan virus dalam menyebar atau menyebabkan penyakit karena mutasi yang terjadi tidak menyebabkan perubahan pada protein utama yang berperan dalam infeksi. Namun, apabila mutasi yang terjadi menyebabkan perubahan pada protein utama/mayor virus seperti protein S, maka dapat terjadi beberapa akibat seperti virus menjadi lebih mudah menyebar, virus menjadi lebih tahan terhadap terapi dan terkadang virus baru tersebut dapat menyebabkan penyakit yang lebih berat .

Jenis-jenis mutasi pada virus Corona
Beberapa waktu belakangan ini kita mendengar adanya Covid-19 yang disebabkan oleh mutasi virus corona. Adanya mutasi virus ini kita ketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap urutan basa-basa nukleotida pada gen virus SARS-CoV-2 secara keseluruhan dengan suatu teknik pemeriksaan yang disebut pengurutan keseluruhan genom atau Whole Genome Sequencing (WGS). Informasi tentang mutasi pada berbagai varian virus baru ini dari berbagai negara di seluruh dunia dapat ditemukan pada Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data (GISAID). Organisasi Kesehatan dunia; World Health Organization (WHO), juga telah meminta agar negara-negara yang memiliki kemampuan melakukan sekuensing genom virus SARS- CoV-2 agar meningkatkan jumlah tes sekuensing terhadap gen virus corona untuk mendapatkan informasi lebih banyak tentang berbagai mutasi pada berbagai varian virus corona. Data tersebut dapat digunakan untuk lebih memahami tentang penyebaran mutasi virus corona di dunia dan pengaruh berbagai mutasi tersebut dalam perjalanan Covid-19 di dunia.

Jenis jenis varian virus dan mutasi virus yang bermakna secara klinis

Ada beberapa varian virus yang memiliki mutasi yang berpengaruh terhadap perjalanan klinis Covid-19. Mutasi yang terjadi pada beberapa varian virus corona ini umumnya terjadi pada gen yang mengkode protein spike (S). Mutasi pada gen S tersebut menyebabkan perubahan pada susunan asam amino pada protein S yang disintesis/dibentuk. Akibat perubahan pada susunan asam amino tersebut, protein S mengalami perubahan secara struktural, di mana struktur protein S menjadi lebih longgar sehingga protein S lebih mudah berikatan/menempel dengan ACE2 receptor yang terdapat pada sel tubuh manusia. Hal inilah yang menyebabkan virus yang telah bermutasi tadi lebih mudah menginfeksi dan lebih mudah menular dibanding virus yang tidak mengalami mutasi.

Baca Juga:  Bukti Proyeksi Ekonomi RI Sejalan dengan Ekspektasi Pemulihan Ekonomi

Adapun varian virus yang dikenal banyak memiliki mutasi sehingga sehingga berperan dalam perjalanan infeksi Covid-19 adalah sebagai berikut:

1. Di Inggris, ditemukan varian SARS-CoV-2 yang dikenal sebagai 20I/501Y.V1, VOC 202012/01, atau varian B.1.1.7.
Varian ini cukup penting karena memiliki sejumlah besar mutasi pada genomnya. Varian ini telah dideteksi pada beberapa negara di dunia, termasuk di Amerika Serikat. Varian ini dilaporkan ditemukan di Amerika Serikat pada akhir Desember 2020. Varian B.1.1.7 itu bermakna secara klinis karena varian ini memiliki mutasi pada gen S yang mengkode receptor binding domain (RBD) dari protein S, yang dikenal dengan mutasi N501Y. Mutasi yang terjadi adalah berupa penggantian asam amino asparagin (N) dengan tyrosine (Y) pada posisi 501. Varian ini juga memiliki sejumlah mutasi lain seperti delesi 69/70 yang dapat terjadi berulangkali dan menimbulkan perubahan pada protein S. Selain itu juga dilaporkan mutasi P681H, yang juga dapat terjadi berulangkali secara spontan selama masa hidup virus. Pada bulan Januari 2021, peneliti dari Inggris melaporkan kemungkinan varian B.1.1.7 lebih banyak menimbulkan kematian dibandingkan varian SARS-CoV-2, namun hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya. Varian ini juga dilaporkan lebih mudah menyebar dalam waktu singkat (sangat menular), namun belum ada laporan terkait pengaruh mutasi ini terhadap keparahan penyakit atau terhadap efektifitas vaksin.

2. Di Afrika Selatan ditemukan varian lain SARS-CoV-2 yang dikenal dengan nama 20H/501Y.V2 atau varian B.1.351. Varian ini juga memperlihatkan sejumlah mutasi yang menyerupai mutasi pada varian B.1.1.7. Varian ini telah dilaporkan juga pada sejumlah negara di luar Afrika Selatan. Varian ini dilaporkan ditemukan di Amerika Serikat pada akhir Januari 2021. Varian ini memiliki beberapa mutasi pada protein spike (S) yaitu mutasi K417N, E484K, dan mutasi N501Y. Tidak seperti varian B.1.1.7 yang terdeteksi di Inggris, varian ini tidak memiliki mutasi berupa delesi 69/70. Varian ini ditemukan pertama kali di Nelson Mandela Bay, Afrika Selatan dan sekarang telah terdeteksi di luar Afrika Selatan termasuk di Amerika Serikat. Sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan pengaruh mutasi pada varian ini terhadap progresifitas penyakit. Namun ditemukan beberapa bukti yang menunjukkan mutasi E484K pada gen yang mengkode protein S dapat mempengaruhi antibodi netralisasi poliklonal dan monoclonal baik yang didapat dari infeksi alamiah, obat, plasma konvalesen ataupun dari vaksin.***

 

Penyakit Covid-19 pertama kali ditemukan di provinsi Wuhan, China dan sekarang telah menginfeksi lebih dari 200 negara di seluruh dunia sehingga akhirnya dideklarasikan sebagai pandemi. Sampai hari ini, jumlah populasi yang terinfeksi Covid-19 di seluruh dunia sebesar 151.161.947 kasus dengan angka kematian sebesar 3.179.961 kasus.

Di Indonesia sendiri, sejak diumumkannya pasien pertama Covid-19 pada bulan Maret 2020, per tanggal 30 April 2020 terdapat 1,66 juta kasus Covid-19 dengan 45.334 pasien meninggal. Kasus Covid-19 di Provinsi Riau sendiri juga belum ada tanda-tanda penurunan dengan total kasus sebesar 43.765 kasus dengan 997 pasien meninggal. Cepatnya penyebaran dan penularan virus ini tidak terlepas dari kemampuan virus untuk berevolusi yang disebabkan oleh terjadinya mutasi dari materi genetik virus ini. Dengan demikian, saat ini mutasi virus Corona telah menjadi topik hangat di telinga publik maupun peneliti.

Penyebab Covid-19
Covid-19 disebabkan oleh suatu virus yang dikenal dengan nama SARS-CoV-2, anggota dari family coronaviridae, genus betacoronavirus yang memiliki rantai genom RNA positif yang terdiri dari lebih kurang 30.000 susunan basa nukleotida.  Infeksi virus ini menimbulkan sekumpulan gejala penyakit saluran nafas akut yang berat atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Virus ini awalnya hidup di hewan (zoonis), namun setelah berevolusi, lama kelamaan dapat menular ke manusia dan juga dapat menular antar manusia.

Virus SARS-CoV-2 berbentuk bulat, dengan struktur yang sangat sederhana, yaitu hanya terdiri dari materi genetic (RNA) dan beberapa protein di bagian permukaaan virus seperti protein spike (S), protein envelope (E), protein membrane (M) dan protein nucleocapsid (N). Diantara protein tersebut yang paling penting adalah protein S, karena protein S digunakan oleh virus untuk menempel di permukaan sel tubuh manusia seperti sel pada saluran nafas atau pun sel yang melapisi saluran cerna manusia. Protein S mengandung gugus Receptor Binding Domain (RBD) yang akan menempel pada reseptornya di permukaan sel tubuh manusia, yaitu pada angiotensin-converting enzyme 2 (ACE 2 receptor). ACE 2 receptor banyak terdapat pada lapisan epitel yang melapisi saluran nafas dan saluran cerna manusia. Sintesis atau produksi masing-masing protein virus itu sendiri diatur oleh gen-gen yang terdapat dalam RNA. Dengan demikian dapat dikatakan, produksi protein S diatur oleh gen S, produksi protein M diatur oleh gen M, produksi protein E diatur oleh gen E dan produksi protein N diatur oleh gen N.

Sebagaimana diketahui, virus SARS-CoV-2 memiliki gen berupa RNA yang terdiri dari lebih kurang 30.000 susunan basa nukleotida. Strain/tipe virus corona yang tidak memiliki mutasi mayor pada genomnya disebut sebagai “wild-type” SARS-CoV-2. Jika ada satu (1) saja perubahan pada susunan basa nukleotida pada gen virus, artinya mutasi sudah terjadi. Mutasi adalah perubahan materi genetik (DNA atau RNA) yang diturunkan kepada keturunannya. Istilah mutasi petama kali digunakan oleh Hugo de Vries, untuk mengemukakan adanya perubahan fenotipe yang mendadak pada bunga Oenothera lamarckiana dan bersifat menurun. Ternyata perubahan tersebut terjadi karena adanya penyimpangan dari kromosomnya. Mutasi dapat berupa subtitusi (penggantian basa nitrogen dari segmen RNA); substitusi ini merupakan jenis mutasi yang paling umum terjadi, dapat juga berupa delesi (hilangnya satu atau lebih basa nitrogen dari segmen RNA) atau  berupa insersi (adanya penambahan basa nitrogen pada segmen DNA), berupa translokasi dan lain-lain.

Baca Juga:  Jalur Prestasi Bebas Zona

Perubahan (mutasi) pada gen tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan pada protein virus yang akan diproduksi. Virus SARS-CoV-2 ini secara alamiah memiliki tingkat mutasi yang tinggi karena virus ini termasuk virus RNA. Dengan tingginya tingkat mutasi dari virus ini, maka virus yang awalnya hanya menyerang manusia ini akhirnya juga dapat berpindah ke manusia. Saat ini dikenal hampir 6000 varian virus corona dan mutasi dapat terjadi pada gen dari berbagai varian virus corona. Mutasi ini menghasilkan virus baru dengan berbagai sifat yang berbeda dari virus asalnya. Mutasi ini pada umumnya bertujuan untuk adaptasi terhadap lingkungan sehingga virus tetap bisa bertahan hidup. Sebagian besar mutasi yang terjadi tidak mempengaruhi kemampuan virus dalam menyebar atau menyebabkan penyakit karena mutasi yang terjadi tidak menyebabkan perubahan pada protein utama yang berperan dalam infeksi. Namun, apabila mutasi yang terjadi menyebabkan perubahan pada protein utama/mayor virus seperti protein S, maka dapat terjadi beberapa akibat seperti virus menjadi lebih mudah menyebar, virus menjadi lebih tahan terhadap terapi dan terkadang virus baru tersebut dapat menyebabkan penyakit yang lebih berat .

Jenis-jenis mutasi pada virus Corona
Beberapa waktu belakangan ini kita mendengar adanya Covid-19 yang disebabkan oleh mutasi virus corona. Adanya mutasi virus ini kita ketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap urutan basa-basa nukleotida pada gen virus SARS-CoV-2 secara keseluruhan dengan suatu teknik pemeriksaan yang disebut pengurutan keseluruhan genom atau Whole Genome Sequencing (WGS). Informasi tentang mutasi pada berbagai varian virus baru ini dari berbagai negara di seluruh dunia dapat ditemukan pada Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data (GISAID). Organisasi Kesehatan dunia; World Health Organization (WHO), juga telah meminta agar negara-negara yang memiliki kemampuan melakukan sekuensing genom virus SARS- CoV-2 agar meningkatkan jumlah tes sekuensing terhadap gen virus corona untuk mendapatkan informasi lebih banyak tentang berbagai mutasi pada berbagai varian virus corona. Data tersebut dapat digunakan untuk lebih memahami tentang penyebaran mutasi virus corona di dunia dan pengaruh berbagai mutasi tersebut dalam perjalanan Covid-19 di dunia.

Jenis jenis varian virus dan mutasi virus yang bermakna secara klinis

Ada beberapa varian virus yang memiliki mutasi yang berpengaruh terhadap perjalanan klinis Covid-19. Mutasi yang terjadi pada beberapa varian virus corona ini umumnya terjadi pada gen yang mengkode protein spike (S). Mutasi pada gen S tersebut menyebabkan perubahan pada susunan asam amino pada protein S yang disintesis/dibentuk. Akibat perubahan pada susunan asam amino tersebut, protein S mengalami perubahan secara struktural, di mana struktur protein S menjadi lebih longgar sehingga protein S lebih mudah berikatan/menempel dengan ACE2 receptor yang terdapat pada sel tubuh manusia. Hal inilah yang menyebabkan virus yang telah bermutasi tadi lebih mudah menginfeksi dan lebih mudah menular dibanding virus yang tidak mengalami mutasi.

Baca Juga:  Puasa dan Sistem Keseimbangan Tubuh

Adapun varian virus yang dikenal banyak memiliki mutasi sehingga sehingga berperan dalam perjalanan infeksi Covid-19 adalah sebagai berikut:

1. Di Inggris, ditemukan varian SARS-CoV-2 yang dikenal sebagai 20I/501Y.V1, VOC 202012/01, atau varian B.1.1.7.
Varian ini cukup penting karena memiliki sejumlah besar mutasi pada genomnya. Varian ini telah dideteksi pada beberapa negara di dunia, termasuk di Amerika Serikat. Varian ini dilaporkan ditemukan di Amerika Serikat pada akhir Desember 2020. Varian B.1.1.7 itu bermakna secara klinis karena varian ini memiliki mutasi pada gen S yang mengkode receptor binding domain (RBD) dari protein S, yang dikenal dengan mutasi N501Y. Mutasi yang terjadi adalah berupa penggantian asam amino asparagin (N) dengan tyrosine (Y) pada posisi 501. Varian ini juga memiliki sejumlah mutasi lain seperti delesi 69/70 yang dapat terjadi berulangkali dan menimbulkan perubahan pada protein S. Selain itu juga dilaporkan mutasi P681H, yang juga dapat terjadi berulangkali secara spontan selama masa hidup virus. Pada bulan Januari 2021, peneliti dari Inggris melaporkan kemungkinan varian B.1.1.7 lebih banyak menimbulkan kematian dibandingkan varian SARS-CoV-2, namun hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya. Varian ini juga dilaporkan lebih mudah menyebar dalam waktu singkat (sangat menular), namun belum ada laporan terkait pengaruh mutasi ini terhadap keparahan penyakit atau terhadap efektifitas vaksin.

2. Di Afrika Selatan ditemukan varian lain SARS-CoV-2 yang dikenal dengan nama 20H/501Y.V2 atau varian B.1.351. Varian ini juga memperlihatkan sejumlah mutasi yang menyerupai mutasi pada varian B.1.1.7. Varian ini telah dilaporkan juga pada sejumlah negara di luar Afrika Selatan. Varian ini dilaporkan ditemukan di Amerika Serikat pada akhir Januari 2021. Varian ini memiliki beberapa mutasi pada protein spike (S) yaitu mutasi K417N, E484K, dan mutasi N501Y. Tidak seperti varian B.1.1.7 yang terdeteksi di Inggris, varian ini tidak memiliki mutasi berupa delesi 69/70. Varian ini ditemukan pertama kali di Nelson Mandela Bay, Afrika Selatan dan sekarang telah terdeteksi di luar Afrika Selatan termasuk di Amerika Serikat. Sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan pengaruh mutasi pada varian ini terhadap progresifitas penyakit. Namun ditemukan beberapa bukti yang menunjukkan mutasi E484K pada gen yang mengkode protein S dapat mempengaruhi antibodi netralisasi poliklonal dan monoclonal baik yang didapat dari infeksi alamiah, obat, plasma konvalesen ataupun dari vaksin.***

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari