PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Mahalnya harga kios yang berada di dalam gedung Sukaramai Trade Center (STC) Pekanbaru terus dikeluhkan oleh para pedagang.
Mereka mengaku keberatan dengan harga yang tinggi untuk menempati lokasi tersebut. Sebab, dengan kondisi ekonomi yang seperti sekarang ini mereka rasa tidak memungkinkan.
“Saya rasakan itu sangat berat dan tidak masuk akal, harganya mahal sekali, untuk dapat izin dekorasi dan masuk harus bayar 30 persen di depan yang memiliki KTBH (Kartu Tanda Bukti Hak,red),” kata Ujang Sidempuan, kepada Riau Pos, Jumat (28/2) pagi.
Pedagang kain ini mengaku sudah membooking kios dilantai dasar gedung STC dengan ukuran 2,5 x 3 meter seharga 230 juta rupiah. Hal itu dilakukan lantaran terpaksa untuk menyambung hidup dari hari ke hari.
“Ya kita tetap usaha (mencari duit,red). Ini sebenarnya momennya gak tepat. Kami kan minta kios sementara ini bertahan sampai lebaran idul fitri, tapi gak dikabulkan. Jadinya kami kelabakan,” jelasnya.
Untuk pindah masuk ke dalam, Ujang mesti menyiapkan dana segar sekitar 80 juta rupiah. Dana tersebut merupakan 30 persennya dari total keseluruhan harga kiosnya.
Ditemui dilokasi pasar tersebut, Ujang tengah membongkar dan memindahkan isi kios lamanya. Plang kios jualannya juga diangkut untuk dikemas.
Dengan harga yang fantastis tersebut, membuat para pedagang putar-kepala mencari solusi. “Memang tidak tepat momen ini kami dipindah, kalau abis lebaran gak apa-apa. Ini bagi pedagang tak tepat, tapi bagi pengembang STC momen yang sangat tepat,” timpal Ibu-ibu, pedagang lain yang enggan menyebut namanya.
Mereka terus mengeluhkan kondisi yang serba rumit tersebut. “Kami berharap ada solusi lah, pertimbangkan soal ekonomi pedagang saat ini juga,” tandasnya.
Di hari yang sama, Satpol PP Kota Pekanbaru melakukan eksekusi kios-kios pedagang sementara yang berada diseputar gedung STC itu.
Kepala Satpol PP Kota Pekanbaru, Agus Pramono menyebut bahwa sejak tanggal 21 Februari ini, kios sementara itu mesti kosong. “Terhitung sejak tanggal 22 berarti tidak boleh digunakan, sudah limit batas. Statusnya seperti pedagang kaki lima,” tutur Agus. (*1)