Tak Beri Cuti dan Upah Lembur

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Tidak diberinya upah lembur, cuti, dan tidak berlakunya surat sakit, membuat karyawan mengeluh. Pasalnya bukan sehari dua hari kerja namun sudah bertahun-tahun. Sudah mengadu ke Disnakertrans Provinsi pun belum ada jawaban.

Ketua Federasi Serikat Buruh Kimia Industri Umum Farmasi dan Kesehatan Konferedari Serikat Buruh Indonesia (DPC FSB KIKES KSBSI) Kota Pekanbaru Charles Namalu mengatakan, terdapat tiga perusahaan yang diduga melanggar ketenagakerjaan.

- Advertisement -

"Tiga perusahaan itu PT APM, PT SOS, dan PT TEK. Perusahaan tersebut tidak memberi cuti dan upah lembur. Bahkan dominan karyawan tidak miliki BPJS Ketenagakerjaan," sebutnya pada Riau Pos, Selasa (18/2) lalu.

Katanya, untuk perusahaan PT APM produk roti. Perusahaan tersebut memiliki karyawan hampir 400 orang. Terdapat tiga shift di perusahaan itu.

- Advertisement -

Sistem kerja selalu kontrak. Padahal menurut Kemenakertrans Nomor 100/2004, apabila pekerja bekerja dalam 21 hari selama tiga kali berturut -turut sudah diangkat karyawan tetap.

Tak hanya itu, perusahaan pun tidak mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Kesehatan. "Setelah kami melapor ke BPJS ternyata hanya 50 pekerja yang terdaftar, sisanya belum. Sudah di SK ke Kejaksaan Negeri," sebutnya.

Sementara untuk BPJS Ketenagakerjaan sudah terdaftar sebanyak 123 orang. Ia pun sudah menghubungi pengawasan dan pemeriksaan bahwa sudah diberikan teguran. "Katanya akan diberikan sanksi denda untuk perusahaan. Pada 2019 sudah melapor ke BPJS Ketenagakerjaan itu ada union busting (pelarangan berserikat) di dalamnya ada sekretaris dimutasi ke luar daerah lalu dipecat," sebutnya.

Isi laporan selanjutnya perihal cuti yang tidak ada. Faktanya, terdapat pekerja yang meminta cuti karena ayahnya sakit di Nias Selatan, tidak dibolehkan. "Perihal cuti tersebut sudah diketahui pihak Disnaker Provinsi Riau. Namun, ada surat panggilan dari perusahaan. Ini terjadi karena tidak patuhnya aturan dan hukum perusahaan itu," ungkapnya.

Lebih jauh, ia pun sudah menghubungi Kadisnaker namun yang ada hanya jawaban akan mengeluarkan nota.

Tak hanya itu kasus lainnya terdapat anak dari salah satu pekerja yang tangannya patah. Karena sang ibu tidak miliki BPJS Kesehatan sehingga belum ada pengobatan. Karena tidak ada biaya.

"Kami sudah lapor pengawas dan dikasih angin segar. Bulan Desember lalu katanya mau datang orang head office dari Bandung. Kenyataannya sampai sekarang tidak ada," ucapnya.

Untuk upah di perusahaan yang bergerak di bidang roti bervariasi. Katanya, per hari ada yang mendapat Rp80 ribu, Rp76 ribu, Rp82 ribu, Rp83 ribu dan Rp84 ribu.

"Satu hari miliki tiga shift. Dengan durasi kerja 8 jam, 12 jam dan 16 jam. Bahkan jika dalam waktu delapan jam belum habis adonan, pekerja harus menyelesaikannya. Tidak boleh ke shift selanjutnya," sebutnya.

Selanjutnya PT SOS bergerak di bidang cleaning service (CS). Upah di bawah UMK dan tidak memiliki cuti. Harusnya sebuah perusahaan memberi cuti kepada pegawainya  ketika sudah lebih dari tiga bulan kerja. "Upah di bawah UMK. Dulu Rp2,1 juta sekarang Rp2,5 juta. Gaji naik ketika masuk serikat buruh pada 2019," terangnya.

Tak hanya itu, surat sakit pun tidak berlaku serta pelanggaran lainnya. Dalam satu hari perusahaan tersebut memiliki tiga shift. Waktunya delapan jam per shift.

Terakhir adalah PT TM produk air minum kemasan. Kasusnya tak jauh beda dengan kedua perusahaan sebelumnya. "Terdapat karyawan yang sudah tanda tangan kontrak pada 2017. Lalu pada 2018 sudah masuk serikat buruh, namun tidak juga diberikan cuti dan upah lembur serta surat sakit tidak berlaku. Padahal jika lembur di tanggal merah kan diberi dua bayaran namun hanya satu bayaran," ujarnya.

Charles katakan, ia sudah pernah bertemu dengan pengawas PT TM dan menceritakan masalah tersebut. Selang beberapa hari pun dipanggil. "Oknum itu bilang ngajak ngopi sambil bilang, kalau untuk tuntutan hak uang itu untuk lae. Tentu saya menolak dan saya bilang, mau diajak ngopi tapi tidak mengurangi hak tuntutan kami," tegasnya.

Kemudian, perusahaan pun pernah memberikan surat peringatan karena karyawan tidak memakai sepatu. "Terdapat satu karyawan yang di-PHK sepihak. Dia sudah bekerja dari 2007, dan SK keluar pada 2017. Lalu pada Selasa (18/2) karyawan tersebut di-PHK," katanya.

Di waktu yang sama, karyawan PT SOS Daniel Purba mengalaminya. Saat itu mengambil cuti pada 31 Desember hingga 4 Januari dipotong. "Dari gajinya Rp2,5 juta menjadi Rp1,9 juta," sebutnya yang sudah bekerja selama tiga tahun.

Kemudian, Jumat (21/2) Charles kembali menghubungi Riau Pos dengan menyerahkan barang bukti berupa lembaran surat yang pernah diserahkan ke Disnaker Provinsi Riau.

Untuk PT TMK dilaporkan 5 Agustus 2019. Dengan nomor surat 034/DPC FSB KIKES/KSBSI/PKU/VIII/2019. Kemudian PT SOS dilaporkan pada September 2019. Adapun nomor surat 043/DPC FSB KIKES/KSBSI/PKU/IX/2019.

Selanjutnya PT Andalas Pekan Makmur dilaporkan pada September 2019. Tertera nomor surat 043/DPC FSB KIKES/KSBSI/PKU/IX/2019. "Dari surat yang kami ajukan itu hingga kini belum ada jawaban dari pihak Disnaker," terang Charles.

Sementara itu, saat Riau Pos mempertanyakan ke pihak Disnaker, dalam upaya wawancara dioper sana-sini. Mulanya, Jumat (21/2) begitu sampai di bagian informasi didisposisikan ke bagian hubungan industrial (HI). Sampai di situ, salah satu pegawai mengatakan, Kabid HI keluar kota.

Riau Pos mencoba untuk bertemu PLH Kadisnakertrans namun tak diberi jumpa. Lalu didisposisikan ke bagian pengawasan.

Begitu di bagian pengawasan dikatakan pegawai harus membawa surat dari pelapor. "Jadi harus ada surat bukti pelapor. Karena tidak ada saya tidak berani mempersilakan ke Kabid Pengawasan. Tak hanya itu, surat yang masuk ke sini banyak dalam seharinya. Kalaupun saya tahu, harus ada surat izin liputan pun harus dibawa karena itu SOP-nya," sebut pegawai yang tak ingin disebutkan namanya.

Terpisah, setelah diacuhkan pesan WA seharian, akhirnya, Sabtu (22/2) PLH Kadis Disnakertrans Provinsi Riau Jonli baru membalas pesan WA. "Nanti saye tanya Kabid Pengawasan ye bu," jawabnya.

Tak berhenti di situ, pada karena tak kunjung dapat jawaban, Ahad (23/2) pertanyaan serupa terkait tanggapan Disnakertrans pun dilontarkan. Jonli mengatakan, belum dapat laporan. "Belum dapat laporan dari Kabid Pengawasan," ujarnya.

Di waktu yang sama, salah satu dari tiga PT yang dilaporkan yaitu PT TEK merespon. "Saya lagi di luar kota, berobat. Untuk mediasi sudah ada tapi gagal. Dan kami juga sudah diperiksa Disnaker. Kemudian pihak Disnaker sudah berkunjung ke tempat kami," tuturnya.(ade)

 

Laporan: SOFIAH

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Tidak diberinya upah lembur, cuti, dan tidak berlakunya surat sakit, membuat karyawan mengeluh. Pasalnya bukan sehari dua hari kerja namun sudah bertahun-tahun. Sudah mengadu ke Disnakertrans Provinsi pun belum ada jawaban.

Ketua Federasi Serikat Buruh Kimia Industri Umum Farmasi dan Kesehatan Konferedari Serikat Buruh Indonesia (DPC FSB KIKES KSBSI) Kota Pekanbaru Charles Namalu mengatakan, terdapat tiga perusahaan yang diduga melanggar ketenagakerjaan.

"Tiga perusahaan itu PT APM, PT SOS, dan PT TEK. Perusahaan tersebut tidak memberi cuti dan upah lembur. Bahkan dominan karyawan tidak miliki BPJS Ketenagakerjaan," sebutnya pada Riau Pos, Selasa (18/2) lalu.

Katanya, untuk perusahaan PT APM produk roti. Perusahaan tersebut memiliki karyawan hampir 400 orang. Terdapat tiga shift di perusahaan itu.

Sistem kerja selalu kontrak. Padahal menurut Kemenakertrans Nomor 100/2004, apabila pekerja bekerja dalam 21 hari selama tiga kali berturut -turut sudah diangkat karyawan tetap.

Tak hanya itu, perusahaan pun tidak mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Kesehatan. "Setelah kami melapor ke BPJS ternyata hanya 50 pekerja yang terdaftar, sisanya belum. Sudah di SK ke Kejaksaan Negeri," sebutnya.

Sementara untuk BPJS Ketenagakerjaan sudah terdaftar sebanyak 123 orang. Ia pun sudah menghubungi pengawasan dan pemeriksaan bahwa sudah diberikan teguran. "Katanya akan diberikan sanksi denda untuk perusahaan. Pada 2019 sudah melapor ke BPJS Ketenagakerjaan itu ada union busting (pelarangan berserikat) di dalamnya ada sekretaris dimutasi ke luar daerah lalu dipecat," sebutnya.

Isi laporan selanjutnya perihal cuti yang tidak ada. Faktanya, terdapat pekerja yang meminta cuti karena ayahnya sakit di Nias Selatan, tidak dibolehkan. "Perihal cuti tersebut sudah diketahui pihak Disnaker Provinsi Riau. Namun, ada surat panggilan dari perusahaan. Ini terjadi karena tidak patuhnya aturan dan hukum perusahaan itu," ungkapnya.

Lebih jauh, ia pun sudah menghubungi Kadisnaker namun yang ada hanya jawaban akan mengeluarkan nota.

Tak hanya itu kasus lainnya terdapat anak dari salah satu pekerja yang tangannya patah. Karena sang ibu tidak miliki BPJS Kesehatan sehingga belum ada pengobatan. Karena tidak ada biaya.

"Kami sudah lapor pengawas dan dikasih angin segar. Bulan Desember lalu katanya mau datang orang head office dari Bandung. Kenyataannya sampai sekarang tidak ada," ucapnya.

Untuk upah di perusahaan yang bergerak di bidang roti bervariasi. Katanya, per hari ada yang mendapat Rp80 ribu, Rp76 ribu, Rp82 ribu, Rp83 ribu dan Rp84 ribu.

"Satu hari miliki tiga shift. Dengan durasi kerja 8 jam, 12 jam dan 16 jam. Bahkan jika dalam waktu delapan jam belum habis adonan, pekerja harus menyelesaikannya. Tidak boleh ke shift selanjutnya," sebutnya.

Selanjutnya PT SOS bergerak di bidang cleaning service (CS). Upah di bawah UMK dan tidak memiliki cuti. Harusnya sebuah perusahaan memberi cuti kepada pegawainya  ketika sudah lebih dari tiga bulan kerja. "Upah di bawah UMK. Dulu Rp2,1 juta sekarang Rp2,5 juta. Gaji naik ketika masuk serikat buruh pada 2019," terangnya.

Tak hanya itu, surat sakit pun tidak berlaku serta pelanggaran lainnya. Dalam satu hari perusahaan tersebut memiliki tiga shift. Waktunya delapan jam per shift.

Terakhir adalah PT TM produk air minum kemasan. Kasusnya tak jauh beda dengan kedua perusahaan sebelumnya. "Terdapat karyawan yang sudah tanda tangan kontrak pada 2017. Lalu pada 2018 sudah masuk serikat buruh, namun tidak juga diberikan cuti dan upah lembur serta surat sakit tidak berlaku. Padahal jika lembur di tanggal merah kan diberi dua bayaran namun hanya satu bayaran," ujarnya.

Charles katakan, ia sudah pernah bertemu dengan pengawas PT TM dan menceritakan masalah tersebut. Selang beberapa hari pun dipanggil. "Oknum itu bilang ngajak ngopi sambil bilang, kalau untuk tuntutan hak uang itu untuk lae. Tentu saya menolak dan saya bilang, mau diajak ngopi tapi tidak mengurangi hak tuntutan kami," tegasnya.

Kemudian, perusahaan pun pernah memberikan surat peringatan karena karyawan tidak memakai sepatu. "Terdapat satu karyawan yang di-PHK sepihak. Dia sudah bekerja dari 2007, dan SK keluar pada 2017. Lalu pada Selasa (18/2) karyawan tersebut di-PHK," katanya.

Di waktu yang sama, karyawan PT SOS Daniel Purba mengalaminya. Saat itu mengambil cuti pada 31 Desember hingga 4 Januari dipotong. "Dari gajinya Rp2,5 juta menjadi Rp1,9 juta," sebutnya yang sudah bekerja selama tiga tahun.

Kemudian, Jumat (21/2) Charles kembali menghubungi Riau Pos dengan menyerahkan barang bukti berupa lembaran surat yang pernah diserahkan ke Disnaker Provinsi Riau.

Untuk PT TMK dilaporkan 5 Agustus 2019. Dengan nomor surat 034/DPC FSB KIKES/KSBSI/PKU/VIII/2019. Kemudian PT SOS dilaporkan pada September 2019. Adapun nomor surat 043/DPC FSB KIKES/KSBSI/PKU/IX/2019.

Selanjutnya PT Andalas Pekan Makmur dilaporkan pada September 2019. Tertera nomor surat 043/DPC FSB KIKES/KSBSI/PKU/IX/2019. "Dari surat yang kami ajukan itu hingga kini belum ada jawaban dari pihak Disnaker," terang Charles.

Sementara itu, saat Riau Pos mempertanyakan ke pihak Disnaker, dalam upaya wawancara dioper sana-sini. Mulanya, Jumat (21/2) begitu sampai di bagian informasi didisposisikan ke bagian hubungan industrial (HI). Sampai di situ, salah satu pegawai mengatakan, Kabid HI keluar kota.

Riau Pos mencoba untuk bertemu PLH Kadisnakertrans namun tak diberi jumpa. Lalu didisposisikan ke bagian pengawasan.

Begitu di bagian pengawasan dikatakan pegawai harus membawa surat dari pelapor. "Jadi harus ada surat bukti pelapor. Karena tidak ada saya tidak berani mempersilakan ke Kabid Pengawasan. Tak hanya itu, surat yang masuk ke sini banyak dalam seharinya. Kalaupun saya tahu, harus ada surat izin liputan pun harus dibawa karena itu SOP-nya," sebut pegawai yang tak ingin disebutkan namanya.

Terpisah, setelah diacuhkan pesan WA seharian, akhirnya, Sabtu (22/2) PLH Kadis Disnakertrans Provinsi Riau Jonli baru membalas pesan WA. "Nanti saye tanya Kabid Pengawasan ye bu," jawabnya.

Tak berhenti di situ, pada karena tak kunjung dapat jawaban, Ahad (23/2) pertanyaan serupa terkait tanggapan Disnakertrans pun dilontarkan. Jonli mengatakan, belum dapat laporan. "Belum dapat laporan dari Kabid Pengawasan," ujarnya.

Di waktu yang sama, salah satu dari tiga PT yang dilaporkan yaitu PT TEK merespon. "Saya lagi di luar kota, berobat. Untuk mediasi sudah ada tapi gagal. Dan kami juga sudah diperiksa Disnaker. Kemudian pihak Disnaker sudah berkunjung ke tempat kami," tuturnya.(ade)

 

Laporan: SOFIAH

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya