(RIAUPOS.CO) — Gedung bernuansa kuning bercorak keemasan yang berlokasi di Jalan Sudirman, Pekanbaru, Riau, terlihat berdiri kokoh. Penambahan salembayung pada atapnya menunjukan ciri khas arsitektur Melayu, Riau. Gedung ini dinamai Anjung Seni Idrus Tintin (ASIT).
Di gedung ini pula berbagai pagelaran seni seperti teater, musik, tari dan lainnya diadakan. Hampir setiap bulannya berbagai sanggar seni mampir melakukan pertunjukan. Pun di gedung ini pula para mahasiswa seni menyalurkan bakatnya untuk berlatih seni maupun menganalisis seni yang dipertunjukkan.
Gedung ini juga dikelilingi beberapa bangunan bentuk-bentuk rumah adat dari beberapa kabupaten yang ada di Riau. Kerap disebut anjungan rumah adat. Setiap anjungan rumah adat memiliki arsitektur yang berbeda atau sesuai khas per kabupaten.
Kawasan ini diberi nama Bandar Seni Raja Ali Haji (Bandar Serai), yang kerap disebut kawasan Purna MTQ bagi masyarakat Pekanbaru. Di lokasi ini pula berbagai macam acara diadakan, mulai dari pagelaran seni dan atau pertunjukan hiburan lainnya serta tempat kumpulnya komunitas-komunitas dari dalam maupun luar Pekanbaru.
Provinsi Riau terdiri dari 12 kabupaten/kota, namun hanya lima anjungan yang berdiri di sana seperti Anjungan Kabupaten Kampar, Anjungan Kabupaten Pelalawan, Anjungan Kabupaten Indragiri Hulu, Anjungan Indragiri Hilir dan Anjungan Rokan Hilir. Sementara anjungan kabupaten pemekaran, belum dibangun di antaranya Anjungan Kabupaten Rokan Hulu, Kuantan Singingi dan Kepulauan Meranti, mungkin karena pembangunan gedung-gedung ini sebelum otonomi daerah. Sedangkan Anjungan Kabupaten Pekanbaru, Bengkalis, Siak dan Kepulauan Riau dihancurkan dengan alasan untuk pembangunan Bandar Serai Riau Town Square dan Convention (BSRTSC) yang hingga kini masih mangkrak tak kunjung siap.
Gencarnya pergerakan wisata di Indonesia, juga merambah Bumi Lancang Kuning. Hingga akhirnya pada awal 2018 perubahan tampak jelas di sekitar Anjungan Rumah Adat. Ya, beberapa kini dihiasai warna-warni bunga bermekaran dan tapak jalan. Nuansa tersebut menjadi menarik perhatian masyarakat untuk mengunjungi. Tak perlu khawatir untuk tiket masuk. Di kawasan ini tidak dipungut biaya alias gratis. Kecuali jika makan dan minum pada sore hingga malam harinya.
Di depan kawasan ini menjadi lapak jualan bagi pedagang kaki lima. Sehingga jika ingin memanjakan kampung tengah (perut) bisa datang ke Bandar Serai. Ketika sore menuju malam, banyaknya pedagang yang menjajakan jagung bakar, sehingga asap mengepul di sekitar kawasan tersebut.
Tak hanya asap jagung, asap sate pun ada. Tinggal pilih harum asap yang mana. Untuk menikmati santapannya tidak perlu khawatir tidak ke bagian tempat. Karena di seberang Bandar Serai juga terdapat taman. Jadi, bisa menyantap di sana, baik bersama teman, keluarga bahkan kekasih halalnya.
Pengunjung bernama Fani Safira mengaku senang, sebab kawasan Bandar Serai sudah dapat dikatakan maju. “Generasi milenial seperti saya bisa menambah pengetahuan sejarah, meski replika. Selain itu bisa diunggah di media sosial sehingga banyak yang tertarik untuk datang ke Riau. Semoga wisata sejarah seperti itu semakin dibenahi, karena saya lihat masih ada jalan yang rusak di sekitar Bandar Serai,†jelasnya.
Teman sepermainannya pun menanggapi. Syarifa namanya. Katanya, tempat-tempat seperti Bandar Serai bisa dijadikan sebagai pusat berkumpulnya kawula muda. “Saya berharap semoga pengelola bisa terus menggelar pertunjukan sehingga Riau dikenal. Alangkah baiknya jika ditambah fasilitas lainnya seperti perpustakaan atau lainnya. Sehingga tidak monoton,†ujarnya.(*3)
Laporan MARRIO KISAZ, Pekanbaru