Jumat, 5 Juli 2024

Penanganan Abrasi Pulau Terluar Dimulai Sepanjang 25 Km

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pemerintah Pusat melalui Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) III, pada tahun ini akan memulai penanganan abrasi di pulau-pulau terluar di Riau, yakni yakni pulau Rangsang di Kabupaten Kepulauan Meranti, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis. Pada tahap awal, penanganan abrasi dimulai sepanjang 25 kilometer (Km).
Gubernur Riau Syamsuar mengatakan, penanganan abrasi sepanjang 25 Km tersebut memang tergolong kecil dibandingkan jumlah abrasi yang sudah terjadi yakni sepanjang 167 Km di tiga pulau tersebut. Untuk itu, pihaknya akan kembali meminta bantuan pemerintah pusat melalui dana APBN.
‘’Kalau cuma 25 Km kapan selesainya, maunya kita 100 Km biar langsung nampak hasilnya. Karena memang untuk penanganan abrasi ini, tidak sanggup kalau harus menggunakan dana APBD. Karena hitungan kami perlu dana Rp4 triliun lebih untuk penanganan abrasi itu,” katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, setelah pelaksanaan Focus Grup Discussion (FGD) penanganan abrasi pekan lalu di Pemprov Riau. Pada Selasa (16/7) mendatang, juga akan kembali dilakukan rapat bersama Menteri Koordinator Maritim di Jakarta. Dalam kesempatan itu, Syamsuar juga mengaku akan kembali meminta bantuan pemerintah pusat untuk perosoalan abrasi ini.
Dalam rapat tersebut akan dicarikan solusi penyelesaian terhadap abrasi di pulau-pulau terluar di Riau ini. Termasuk juga pemberdayaan masyarakat, dan perosoalan kerusakan hutan mangrove yang juga menjadi penyebab percepatan abrasi ini,” sebutnya.
Berdasarkan informasi yang pihaknya terima, ditiga pulau terluar tersebut saat ini terjadi ketidakseimbangan antara keberadaan hutang mangrove dengan tempat pengolahan arang dari kayu mangrove. Dimana, lebih banyak tempat pengolahan arang dibandingkan dengan populasi hutan mangrove itu sendiri.
‘’Kami berharap tempat pengolahan arang ini juga harus dievaluasi, karena jumlahnya yang banyak dan tidak terkendali,” ujarnya.
Jika keberadaan tempat pengolahan arang tersebut sudah dievaluasi, Syamuar berharap Kementerian terkait dalam hal ini Kementerian Desa Tertinggal, dapat bersama-sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pemberdayaan masyarakat. Terutama masyarakat yang bekerja sebagai pencari kayu mangrove.
“Kalau pemerintah daerah saja tentunya tidak sanggup untuk memberdayakan masyarakat disana karena keterbatasan anggaran. Jadi akan kami minta bantuan juga lintas kementerian terkait untuk hal itu,” katanya.(sol) 
Baca Juga:  XL-PFI Pekanbaru Salurkan Sembako kepada Warga "Langganan" Banjir di Pekanbaru
PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Pemerintah Pusat melalui Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) III, pada tahun ini akan memulai penanganan abrasi di pulau-pulau terluar di Riau, yakni yakni pulau Rangsang di Kabupaten Kepulauan Meranti, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat di Kabupaten Bengkalis. Pada tahap awal, penanganan abrasi dimulai sepanjang 25 kilometer (Km).
Gubernur Riau Syamsuar mengatakan, penanganan abrasi sepanjang 25 Km tersebut memang tergolong kecil dibandingkan jumlah abrasi yang sudah terjadi yakni sepanjang 167 Km di tiga pulau tersebut. Untuk itu, pihaknya akan kembali meminta bantuan pemerintah pusat melalui dana APBN.
‘’Kalau cuma 25 Km kapan selesainya, maunya kita 100 Km biar langsung nampak hasilnya. Karena memang untuk penanganan abrasi ini, tidak sanggup kalau harus menggunakan dana APBD. Karena hitungan kami perlu dana Rp4 triliun lebih untuk penanganan abrasi itu,” katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, setelah pelaksanaan Focus Grup Discussion (FGD) penanganan abrasi pekan lalu di Pemprov Riau. Pada Selasa (16/7) mendatang, juga akan kembali dilakukan rapat bersama Menteri Koordinator Maritim di Jakarta. Dalam kesempatan itu, Syamsuar juga mengaku akan kembali meminta bantuan pemerintah pusat untuk perosoalan abrasi ini.
Dalam rapat tersebut akan dicarikan solusi penyelesaian terhadap abrasi di pulau-pulau terluar di Riau ini. Termasuk juga pemberdayaan masyarakat, dan perosoalan kerusakan hutan mangrove yang juga menjadi penyebab percepatan abrasi ini,” sebutnya.
Berdasarkan informasi yang pihaknya terima, ditiga pulau terluar tersebut saat ini terjadi ketidakseimbangan antara keberadaan hutang mangrove dengan tempat pengolahan arang dari kayu mangrove. Dimana, lebih banyak tempat pengolahan arang dibandingkan dengan populasi hutan mangrove itu sendiri.
‘’Kami berharap tempat pengolahan arang ini juga harus dievaluasi, karena jumlahnya yang banyak dan tidak terkendali,” ujarnya.
Jika keberadaan tempat pengolahan arang tersebut sudah dievaluasi, Syamuar berharap Kementerian terkait dalam hal ini Kementerian Desa Tertinggal, dapat bersama-sama dengan pemerintah daerah untuk melakukan pemberdayaan masyarakat. Terutama masyarakat yang bekerja sebagai pencari kayu mangrove.
“Kalau pemerintah daerah saja tentunya tidak sanggup untuk memberdayakan masyarakat disana karena keterbatasan anggaran. Jadi akan kami minta bantuan juga lintas kementerian terkait untuk hal itu,” katanya.(sol) 
Baca Juga:  Penutupan Gema Isra Mikraj Diundur Jadi 23 Februari
Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari