PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru memberi label "Keluarga Miskin Penerima Bantuan" di rumah penerima bantuan dari pemerintah. Kebijakan ini dinilai bentuk diskriminasi dan harus dihentikan. Sementara warga penerima bantuan mengaku hanya bisa pasrah rumah mereka diberi cap tersebut.
Salah satu sumber Riau Pos, penerima bantuan sosial yang enggan identitasnya diungkap mengaku risih dengan pelabelan yang ditempel di dinding rumahnya. Dia merupakan salah satu warga miskin yang menerima bantuan dari pemerintah tersebut.
"Sebenarnya risih, masa diberi bantuan rumah dicat label miskin. Tapi kami pasrah saja," tuturnya, Jum’at (8/5).
Namun ia tetap berterima kasih atas kepedulian tersebut. Ia berharap, ke depan hal seperti ini tidak dilakukan kembali karena berdampak sosial dan menjadi jarak antara si miskin dan si kaya. "Kasihannya pada anak-anak, mereka bermain nanti ada temannya datang diejek-ejek. Jadi dampak ke mentalnya," ujarnya lagi.
Sedangkan, penerima bantuan lainnya, Nuraini, mengucapkan terima kasih kepada Dinas Sosial dan Pemko Pekanbaru atas bantuan yang diterima. Nuraini merupakan salah satu penerima bantuan program PKH dari Dinas Sosial. Dia tinggal di kawasan Jalan Inpres, Kecamatan Marpoyan Damai.
"Semalam orang Dissos datang, kami dapat bantuan PKH sudah lama. Semalam simbolisnya saja. Rumah dicat, dikasih label gak masalah sih. Yang penting kami diperhatikan pemerintah," katanya kepada Riau Pos, kemarin.
Dia mengaku sangat terbantu dengan program PKH yang setiap bulan disalurkan tersebut. Pada periode sebulan sekali, keluarga Nuraini mendapat bantuan sembako dan bahan makanan lain untuk menyambung hidup. "Ya alhamdulillah masih ada bantuan yang diterima," ungkapnya.
Bentuk Diskriminasi
Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru menilai pelabelan keluarga miskin tersebut merupakan bentuk diskriminasi.
Rian Sibarani, Kepala Operasional LBH Pekanbaru menyebut, pelarangan pelabelan rumah masyarakat pra-sejahtera sudah disampaikan oleh Direktur Jendral Jaminan dan Perlindungan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat pada 2019, diperkuat dengan surat edaran nomor 1000/LJS/HM.01/6/2019 tanggal 18 Juni 2019.
Dijelaskannya, berdasarkan UU Nomor 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin tidak disebutkan bahwa masyarakat penerima bantuan harus dilabel dengan kata "miskin", dalam pasal 10 ayat (5) menyatakan bahwa "anggota masyarakat yang tercantum dalam data terpadu sebagai fakir miskin diberikan kartu identitas".
"Pelabelan keluarga miskin justru membuat kelas si miskin dan si kaya kini semakin terlihat. Diskriminasi dengan memberikan stempel masyarakat miskin justru menjatuhkan martabat Warga Negara Indonesia. Pelabelan dengan cat semprot merah di rumah-rumah masyarakat bertuliskan 'keluarga miskin penerima bantuan' tentunya melanggar Pasal 31 ayat (1) Undang – undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan Tempat kediaman siapapun tidak boleh diganggu," kata Rian, kepada Riau Pos, Jumat (8/5).
LBH Pekanbaru menilai, penerima bantuan dengan tulisan tersebut telah melukai dan mencederai hati masyarakat serta telah merendahkan harkat dan martabat setiap manusia, dalam hal ini masyarakat yang tidak mampu dengan memberikan bantuan namun harus mau dilabeli sebagai masyarakat miskin.
Selain itu, pengecatan rumah rumah warga merupakan suatu hal yang mubazir. "Pemerintah Kota Pekanbaru tentunya memiliki data setiap orang yang mendapatkan bantuan tanpa harus pelabelan rumah warga," ungkapnya.
Menurutnya, Pemko Pekanbaru seharusnya sudah mengetahui identitas dan tempat tinggal warga tersebut sehingga untuk menghemat waktu, bantuan tersebut dapat langsung diserahkan. Pemerintah tentunya memiliki aparat untuk mengawasi, apakah bantuannya itu tepat sasaran atau tidak.
Palabelan ini tentunya memerlukan anggaran operasional dan anggaran pengadaan cat semprot yang tidak sedikit dan sebaiknya bisa dialokasikan untuk mensejahterakan warganya.
"Sikap pemerintah yang memilih opsi pelabelan ini daripada memilih data dari RT/RW merupakan kegagalan Pemko Pekanbaru dalam melaksanakan fungsi pemerintah yang tidak bisa mengakomodir fungsi pemerintah dari tingkat yang paling bawah," tuturnya.
Oleh karena itu, LBH mendesak Pemerintah Kota Pekanbaru untuk menghentikan pelabelan rumah-rumah dan menghentikan diskriminasi, dan mendesak Pemko Pekanbaru untuk tidak menggunakan cara vandalism terhadap masyarakat miskin penerima bantuan.
Disebutkannya, permainan dalam pendataan warga miskin harus menjadi bahan evaluasi kinerja penyelenggara pemerintahannya sampai tingkat yang paling rendah.
"LBH Pekanbaru juga mendesak Pemerintah Kota Pekanbaru untuk memperhatikan terpenuhinya hak-hak setiap masyarakat terdampak Covid-19 termasuk masyarakat yang tidak dapat melakukan pekerjaannya dari rumah, ASN yang masih berkantor, pekerja/buruh yang masih bekerja di kantor/perusahaan, pekerja/buruh yang dirumahkan ataupun di PHK di masa Covid-19 dan juga tenaga medis yang menjadi garda terdepan dalam penanganan Covid-19," jelasnya.(*1/yls)
Laporan: MUSLIM NURDIN (Pekanbaru)