Jumat, 5 Juli 2024

Kriminolog Sebut Orang Tua dan Guru Harus Tanggung Jawab

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Atas sejumlah kejadian pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh anak-anak muda yang masih berusia remaja, orang tua

hingga guru diminta untuk bertanggung jawab. Tak hanya itu, masyarakat juga diminta untuk proaktif.

- Advertisement -

Seperti disebutkan kriminolog Universitas Islam Riau Dr Kasmanto Rinaldi, remaja yang keluyuran hingga tengah malam bahkan dini hari menandakan kurangnya pengawasan dari para orang tua mereka.

Selain itu, guru dalam lingkup luasnya adalah sekolah dan dinas pendidikan juga diminta untuk mengambil peran yang lebih besar untuk mencegah terjadinya tindakan kekerasan pada anak usia sekolah. Karena Kasmanto menilai, aksi pengeroyokan yang terjadi bila benar dilakukan oleh remaja atau anak di bawah umur, adalah sebuah kelakuan kenakalan remaja.

"Karena pelakunya masih berusia muda. Situasi berbeda kalau pelakunya seorang dewasa, makanya dinamakan kenakalan remaja. Kalau pelakunya dewasa disebutkan tindak pidana, tapi bukan berarti pengeroyokan oleh remaja ini dimaafkan. Walaupun sama-sama tindak pidana, tapi dalam penyebutannya berbeda, karena pelakunya anak dibawah umur," terang Kasmanto, Selasa (7/6).

- Advertisement -

Kasmanto juga menolak mengidentifikasi para pelaku adalah geng motor. Karena itu justru akan berdampak buruk. Buruk dalam hal para pelaku bisa merasa aksi mereka diperhatikan. Hingga dikhawatirkan ini bisa menjadi glorifikasi atas perbuatan mereka.

"Itu mereka lakukan atas dasar dorongan dalam komunitas mereka. Kalau saya belum melabeli mereka sebagai geng motor. Kalau kita sudah melabeli demikian, itu nanti membuat mereka seolah-olah diperhatikan semua orang. Ini justru akan menaikkan eksistensi mereka. Ini harus dihindari," terang dia.

Kasmanto menjelaskan, dalam teori Differential Association, seseorang menjadi jahat karena dia belajar, buka karena turunan. Mereka menjadi demikian karena belajar, belajar dari siapa, belajar dari pola interaksi, dari lingkungan, komunitas dan kelompok mereka. Dalam kelompok itu, ada rasa yang dominan bahwa melanggar hukum itu adalah suatu yang baik. Mencuri, membegal atau memukuli orang lain menurut pandangan mereka itu baik, sederhananya nilai itu yang hidup dalam komunitas mereka.

Baca Juga:  Puluhan Akseptor Ikuti Layanan KB Gratis

Maka sebuah dalam komunitas itu mereka punya kecenderungan melakukan pelanggaran yang cenderung merugikan orang lain dan bahkan menghilangkan nyawa orang lain. Maka, kata Kasmanto, kalau dilakukan oleh remaja pertanyaan yang timbul adalah mengapa hal itu bisa terjadi.

"Mereka ini (para pelaku, red) kurang kasih sayang. Mengapa mereka jam segitu (tengah malam hingga dini hari, red) masih ada di luar. Apakah orang tua mereka tidak risau? Kemudian, bisa jadi mereka tidak pernah diberi tanggung jawab. Seharusnya mereka diberi tanggung jawab. Misal, boleh keluar rumah tapi jam 9 malam (pukul 21.00 WIB, red) harus pulang atau boleh keluar rumah tapi sama siapa," ungkapnya.

Kasmanto juga berasumsi, kelakukan remaja yang suka keluyuran yang akhirnya  membuat kenakalan, bisa jadi karena mereka kurang dilibatkan dalam keluarga atau di sekolah. Penanaman nilai kebenaran, norma dan agama juga diduganya agak rendah pada generasi muda, terutama para pelaku. Maka yang terjadi mereka konvoi tengah malam hingga dini hari.

"Untuk melakukan pencegahan, rasional saja, ketika pelakunya adalah remaja, siapa yang bertanggung jawab. Item yang pertama adalah orang tua. Itu tidak bisa dipungkiri. Kalau orang dewasa merampok, orang tua tidak bertangung jawab. Kemudian adalah sekolah. Sekolah juga harus sudah mulai memikirkan pola pengawasan anak ketika berada di luar sekolah," ujar Kasmanto menekankan.

Baca Juga:  Parkir Liar Samping Mal SKA Menjamur

Ia menyebutkan, anak-anak usia sekolah seharusnya tidak lagi hanya menerima sanksi karena tidak membuat pekerjaan rumah (PR). Tapi juga ada perlakuan berbeda ketika anak-anak melakukan pelanggaran di luar sekolah. Selain itu yang harus bertanggung jawab melakukan pencegahan menurut Kasmanto adalah pemerintah daerah.

"Pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan. Dinas Pendidikan harus memberikan semacam pembekalan kepada guru BK di tingkat SMA. Perlu ada pengawasan kita kepada anak-anak kita di sekolah,  mereka tidak melakukan hal-hal seperti itu. Mereka harus dibuat khawatir bahwa bila mereka berbuat salah di luar sekolah, bisa berefek pada sekolahnya, bisa berefek dia dimarahi atau di-sanksi guru BK-nya," ungkapnya.

Yang tidak kalah penting dalam pencegahan kenakalan remaja ini kata Kasmanto adalah peran masyarakat. Masyarakat bisa mengambil peran pengawasan dan pencegahan terhadap remaja yang suka konvoi di jalan sampai dini hari yang pada akhirnya berakhir dengan tindak kekerasan.

"Misalnya, kalau masyarakat melihat ada aktivitas remaja berkendara ramai-ramai jam 11 malam, masyarakat seharusnya secara sukarela menghubungi pihak kepolisian. Dalam hal ini bukan melapor, tapi memberi tahu. Sudah saatnya kita punya nomor laporan seperti 911-nya Amerika," ungkapnya.

Lewat kontak seperti itu, kata Kasmanto, masyarakat bisa memberi tahu bahwa ada sekelompok remaja nongkrong misalnya di fly over. Masyarakat memberitahukan ke kepolisian, agar polisi memantau. Polisi bisa melakukan langkah persuasif agar mereka pulang ke rumah. Atau kalau meresahkan, bawa mereka ke kantor, suruh orang tua mereka menjemput. "Jadi sinergi mulai dari orang tua, sekolah, polisi dan masyarakat ini harus menjadi satu kesatuan," ujarnya.(end)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) – Atas sejumlah kejadian pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh anak-anak muda yang masih berusia remaja, orang tua

hingga guru diminta untuk bertanggung jawab. Tak hanya itu, masyarakat juga diminta untuk proaktif.

Seperti disebutkan kriminolog Universitas Islam Riau Dr Kasmanto Rinaldi, remaja yang keluyuran hingga tengah malam bahkan dini hari menandakan kurangnya pengawasan dari para orang tua mereka.

Selain itu, guru dalam lingkup luasnya adalah sekolah dan dinas pendidikan juga diminta untuk mengambil peran yang lebih besar untuk mencegah terjadinya tindakan kekerasan pada anak usia sekolah. Karena Kasmanto menilai, aksi pengeroyokan yang terjadi bila benar dilakukan oleh remaja atau anak di bawah umur, adalah sebuah kelakuan kenakalan remaja.

"Karena pelakunya masih berusia muda. Situasi berbeda kalau pelakunya seorang dewasa, makanya dinamakan kenakalan remaja. Kalau pelakunya dewasa disebutkan tindak pidana, tapi bukan berarti pengeroyokan oleh remaja ini dimaafkan. Walaupun sama-sama tindak pidana, tapi dalam penyebutannya berbeda, karena pelakunya anak dibawah umur," terang Kasmanto, Selasa (7/6).

Kasmanto juga menolak mengidentifikasi para pelaku adalah geng motor. Karena itu justru akan berdampak buruk. Buruk dalam hal para pelaku bisa merasa aksi mereka diperhatikan. Hingga dikhawatirkan ini bisa menjadi glorifikasi atas perbuatan mereka.

"Itu mereka lakukan atas dasar dorongan dalam komunitas mereka. Kalau saya belum melabeli mereka sebagai geng motor. Kalau kita sudah melabeli demikian, itu nanti membuat mereka seolah-olah diperhatikan semua orang. Ini justru akan menaikkan eksistensi mereka. Ini harus dihindari," terang dia.

Kasmanto menjelaskan, dalam teori Differential Association, seseorang menjadi jahat karena dia belajar, buka karena turunan. Mereka menjadi demikian karena belajar, belajar dari siapa, belajar dari pola interaksi, dari lingkungan, komunitas dan kelompok mereka. Dalam kelompok itu, ada rasa yang dominan bahwa melanggar hukum itu adalah suatu yang baik. Mencuri, membegal atau memukuli orang lain menurut pandangan mereka itu baik, sederhananya nilai itu yang hidup dalam komunitas mereka.

Baca Juga:  Habiskan Liburan di Kampung Halaman

Maka sebuah dalam komunitas itu mereka punya kecenderungan melakukan pelanggaran yang cenderung merugikan orang lain dan bahkan menghilangkan nyawa orang lain. Maka, kata Kasmanto, kalau dilakukan oleh remaja pertanyaan yang timbul adalah mengapa hal itu bisa terjadi.

"Mereka ini (para pelaku, red) kurang kasih sayang. Mengapa mereka jam segitu (tengah malam hingga dini hari, red) masih ada di luar. Apakah orang tua mereka tidak risau? Kemudian, bisa jadi mereka tidak pernah diberi tanggung jawab. Seharusnya mereka diberi tanggung jawab. Misal, boleh keluar rumah tapi jam 9 malam (pukul 21.00 WIB, red) harus pulang atau boleh keluar rumah tapi sama siapa," ungkapnya.

Kasmanto juga berasumsi, kelakukan remaja yang suka keluyuran yang akhirnya  membuat kenakalan, bisa jadi karena mereka kurang dilibatkan dalam keluarga atau di sekolah. Penanaman nilai kebenaran, norma dan agama juga diduganya agak rendah pada generasi muda, terutama para pelaku. Maka yang terjadi mereka konvoi tengah malam hingga dini hari.

"Untuk melakukan pencegahan, rasional saja, ketika pelakunya adalah remaja, siapa yang bertanggung jawab. Item yang pertama adalah orang tua. Itu tidak bisa dipungkiri. Kalau orang dewasa merampok, orang tua tidak bertangung jawab. Kemudian adalah sekolah. Sekolah juga harus sudah mulai memikirkan pola pengawasan anak ketika berada di luar sekolah," ujar Kasmanto menekankan.

Baca Juga:  Social Distancing Masih Diabaikan

Ia menyebutkan, anak-anak usia sekolah seharusnya tidak lagi hanya menerima sanksi karena tidak membuat pekerjaan rumah (PR). Tapi juga ada perlakuan berbeda ketika anak-anak melakukan pelanggaran di luar sekolah. Selain itu yang harus bertanggung jawab melakukan pencegahan menurut Kasmanto adalah pemerintah daerah.

"Pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan. Dinas Pendidikan harus memberikan semacam pembekalan kepada guru BK di tingkat SMA. Perlu ada pengawasan kita kepada anak-anak kita di sekolah,  mereka tidak melakukan hal-hal seperti itu. Mereka harus dibuat khawatir bahwa bila mereka berbuat salah di luar sekolah, bisa berefek pada sekolahnya, bisa berefek dia dimarahi atau di-sanksi guru BK-nya," ungkapnya.

Yang tidak kalah penting dalam pencegahan kenakalan remaja ini kata Kasmanto adalah peran masyarakat. Masyarakat bisa mengambil peran pengawasan dan pencegahan terhadap remaja yang suka konvoi di jalan sampai dini hari yang pada akhirnya berakhir dengan tindak kekerasan.

"Misalnya, kalau masyarakat melihat ada aktivitas remaja berkendara ramai-ramai jam 11 malam, masyarakat seharusnya secara sukarela menghubungi pihak kepolisian. Dalam hal ini bukan melapor, tapi memberi tahu. Sudah saatnya kita punya nomor laporan seperti 911-nya Amerika," ungkapnya.

Lewat kontak seperti itu, kata Kasmanto, masyarakat bisa memberi tahu bahwa ada sekelompok remaja nongkrong misalnya di fly over. Masyarakat memberitahukan ke kepolisian, agar polisi memantau. Polisi bisa melakukan langkah persuasif agar mereka pulang ke rumah. Atau kalau meresahkan, bawa mereka ke kantor, suruh orang tua mereka menjemput. "Jadi sinergi mulai dari orang tua, sekolah, polisi dan masyarakat ini harus menjadi satu kesatuan," ujarnya.(end)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari