PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Tingkat penularan Covid-19 di Provinsi Riau memasuki fase mengkhawatirkan. Penambahan kasus kini sudah di angka 600-an per hari. Jika angka ini mencapai 1.000 per hari, rumah sakit yang ada diyakini tak mampu lagi menampung pasien yang masuk.
Penanggulangan penyebaran Covid-19 di Riau menjadi bahasan antara Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Riau dan Kota Pekanbaru, Jumat (30/4). Untuk diketahui, saat ini di Provinsi Riau total kasus positif Covid-19 adalah 44.263 kasus dengan kasus meninggal dunia di angka 1.084 orang. Dari angka ini, setengahnya di Kota Pekanbaru. Yakni total kasus positif 20.428 kasus dan meninggal dunia 379 kasus.
Dalam pertemuan di aula lantai 6 Perkantoran Tenayan Raya milik Pemko Pekanbaru ini, Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar menyampaikan, saat ini pengetatan pergerakan masyarakat adalah salah satu upaya untuk menekan penyebaran Covid-19.
"Pengetatan adalah salah satu upaya kita untuk menekan penyebaran," ucapnya.
Salah satu yang mengkhawatirkan saat ini adalah tingkat keterisian ruang rawat di rumah sakit. Di Kota Pekanbaru pemerintah menyiapkan 22 rumah sakit untuk isolasi dan perawatan pasien Covid-19. Kenaikan angka positif Covid-19 berdampak pada keterisian ruang perawatan di rumah sakit. Dari total 1.017 ruang isolasi termasuk ICU Covid-19 yang disiapkan, kini tersisa sekitar 37 persen atau 378 ruang tersedia.
Data ini adalah berdasarkan pendataan Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Pekanbaru per Jumat (30/4). Dirincikan, tiap-tiap rumah sakit memiliki ruang isolasi dan ICU Covid-19 yang disiapkan. Jika dikalkulasikan, maka total ada 920 ruang isolasi dan 97 ICU Covid-19. Dari jumlah ini ruang isolasi yang tersisa 345 ruang dan ICU Covid-19 yang tersisa 33 ruang. Artinya keseluruhan ada 378 total sisa ruang.
Secara keseluruhan dari 1.017 ruang untuk perawatan Covid-19 termasuk ICU Covid-19, tersisa sekitar 37 persennya lagi atau 378 ruang yang belum terisi. Dan jika lebih spesifik lagi dihitung hanya untuk ICU Covid-19 nya saja, maka dari 97 ruang yang ada, kini hanya tersedia sekitar 34 persen saja. Dikatakan Gubri, saat ini upaya pemerintah adalah meningkatan kapasitas rumah sakit.
"Tadi sudah mengirim surat ke semua rumah sakit di daerah untuk menambah kapasitas. Juga menambah alat-alat kesehatan agar penanganan covid lebih efektif. sebagian besar belum menjalaninya," jelasnya.
Diakuinya, pemerintah tak bisa memaksakan rumah sakit swasta untuk menambah kapasitas ruang perawatan bagi pasien Covid-19.
"Kalau merajuk dia (RS swasta, red) kapok kita. Mau letak di mana (pasien, red). Jadi kita ada dilema. Namun demikian harapan kita dengan pendekatan pemda kita harapkan bisa menganulir kekurangan kita," paparnya.
Terkait gawatnya kondisi penularan Covid-19 saat ini Juru Bicara Satgas Covid-19 Riau dr Indra Yovi memberikan gambaran. "Kasus di Oktober tahun lalu cuma 7.000. Di April ini pasti lewat 10 ribu di seluruh Riau. Setengah kasus aktif itu di Pekanbaru," ungkapnya.
Dia juga menyebutkan bahwa data ICU Covid-19 yang tersedia di rumah sakit juga tak riil.
"100 persen tidak riil. Karena yang tertera di sana bukan yang murni ada ventilator. Ada yang non ventilator, itu sama saja tidak ada guna," kata Yovi menjelaskan di depan Forkopimda Riau dan Kota Pekanbaru.
Dia juga memberikan gambaran bagaimana kondisi penanganan pasien Covid-19 yang dalam kondisi kritis di ICU.
"Ini di HP saya kalau Bapak lihat laporan dokter jaga, itu laporan yang berat, kalau Bapak lihat nggak kuat Bapak. Saya gambarkan hampir sama persis kayak di India di dalam (ICU, red). Kondisi di dalam ruangan itu luar biasa. Ini harus disikapi," tambahnya.
Dijelaskannya, dengan kondisi pertambahan kasus positif Covid-19 di Riau pada 600-an kasus per hari, ini mendekati angka kritis.
"Kalau nilai psikologis kita, kalau kita melewati data 1.000 kasus per hari, itu selesai semua. Nggak kuat, rumah sakit mau tambah apapun tidak kuat," tegasnya.
Dia kemudian memberikan gambaran matematis membedah gambaran angka tersebut. "Dari 100 persen Covid-19, 20 persennya itu harus dirawat. Kalau penambahan 1.000 kasus di seluruh Riau, bagi dua 500 kasus di Pekanbaru, 20 persennya berarti 100 kasus kan Pak. 100 orang sehari harus dirawat, nggak kuat rumah sakit," terangnya.
Karena itu, dia menekankan juga pentingnya semua pihak untuk memberikan kemampuan terbaik dalam penanggulangan Covid-19.
"Sekarang kembali ke kita semua. Kalau saya, setuju dengan Pak Kapolda. Harus main keras, apa boleh buat. Karena saya melihat langsung Pak, bagaimana pasien di ruang isolasi, menderita antara hidup dan mati," ungkapnya.
Jika saat ini semua pihak tidak berpartisipasi aktif menangkal laju penularan Covid-19, maka peningkatan luar biasa akan terjadi.
"Kalau kita tidak melakukan pembatasan dari sekarang, prediksinya pada Agustus angka kita tiga kali lipat dari sekarang. Sementara kapasitas rumah sakit dan ICU tidak bisa ditambah. Artinya bapak ibu sekalian, ini saatnya, kalau terlewati kita akan menyesal," ucapnya.
Mudik Lokal Dilarang Lagi
Dalam pada itu, kebijakan mudik lokal di dalam Provinsi Riau kini resmi dilarang lagi. Ini setelah angka kasus positif Covid-19 di Bumi Lancang Kuning meningkat tajam. Pelarangan ini sejalan dengan pelarangan segala jenis moda transportasi pada 6 hingga 17 Mei nanti.
Hal ini disampaikan Kapolda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi dan diamini Gubenur Riau Syamsuar saat rapat antara Forkopimda Riau dengan Kota Pekanbaru, Jumat (30/4).
"Moda transportasi sebagaimana yang diatur oleh Menhub, yang kemudian kita hentikan semua. Kecuali yang dikecualikan," kata Agung saat diwawancarai Riau Pos tentang rencana penyekatan yang ada di Riau. Ini merujuk Kota Pekanbaru yang sudah memastikan akan menutup perbatasan, pada 6 sampai 17 Mei nanti.
Kebijakan ini dari apa yang diimplementasikan Kapolda Riau akan diterapkan di kabupaten dan kota seluruh Riau, tak hanya di Pekanbaru. "Iya. Seluruh moda transportasi dilarang," tegas Kapolda lagi.
Sementara itu, pembatasan transportasi antar kabupaten/kota di Riau akan berdampak pada kebijakan mudik lokal di Riau. Gubernur Riau Syamsuar di lokasi yang sama ketika dikonfirmasi menyebut, mudik lokal tak lagi diperbolehkan.
"Artinya semua trasnportasi kita (ditutup, red), karena angkanya tinggi. Mudik lokal ndak boleh. Sekarang tidak boleh, karena sekarang angkanya tinggi. Karena kita mau menyelamatkan orang," tegasnya.
Secara umum, untuk pembatasan pergerakan masyarakat, Kapolda Riau mengatakan jajarannya sudah menyiapkan rencana sejak 22 April hingga 25 Mei.
"62 penyekatan akan dilakukan. PPKM diterapkan agar kita di daerah mampu menangani Covid-19," jelas Agung.
Diuraikannya juga, pihaknya membangun 669 posko PPKM di 12 kabupaten dan kota. "Ini harus kita bangun secara bersama-sama. Karena itu inti semua kegiatan kita untuk menangani saudara kita yang terpapar. Di Pekanbaru ada 83 posko, sesuai jumlah kelurahan," urainya.
Sementara itu Komandan Korem 031/ Wirabima Brigjen TNI M Syeh Ismed SE MHan menyampaikan, isolasi mandiri saat ini tidak efektif. "Kalau di rumah kita tidak tahu apakah isolasi dijalankan dengan benar. Ini yang sangat potensial menyebarkan," sebutnya.
Bertambahnya angka penderita Covid-19, sambungnya, berarti menambah beban kerja tenaga kesehatan yang sudah setahun terakhir berjibaku dalam penanganan Covid-19.
"Meningkatnya Covid-19 juga pekerjaan tenaga kesehatan semakin berat. Jadi jangan ditambah juga pekerjaan mereka lagi," tambahnya.
Wakil Ketua DPRD Riau Agung Nugroho yang juga hadir dalam pertemuan ini memberikan saran tentang penanganan kerumunan di tengah kota.
"Kerumunan di Kota Pekanbaru ini sangat banyak hari ini di kafe-kafe. Solusinya kafe itu kita batasi dari jumlah tempat duduknya. Di Jalan Arifin Achmad banyak sekali. Walaupun kita batasi jam, tempat duduknya masih berdekatan. Mungkin perlu ada Satpol PP standby di kafe-kafe," paparnya.
Juga terkait operasional masjid. Dia menyebut saat ini masjid-masjid yang ada di permukiman warga sudah mulai longgar menerapkan protokol kesehatan.
"Kalau di kota dan yang besar masih berjarak-jarak, kalau di dalam dalam di kecamatan ini tidak lagi berjarak, bahkan sudah memakai karpetnya. Ini penting bagi kita bahwa perlu ada pengawasan. Saran saya juga satpol PP juga ditaruh di masjid-masjid," urainya.
Dia juga mengingatkan dengan musim banjir yang terjadi di Pekanbaru, penanganan kesehatan korban banjir juga harus jadi prioritas.
"Tim kesehatan harus standby, kalau tidak nanti bisa muncul klaster banjir," imbuhnya.
Terakhir, dua menyoroti hasil swab masyarakat di rumah sakit pemerintah yang baru memunculkan hasil setelah tiga sampai empat hari.
"Menunggu ini mereka masih berkeliaran, makanya kalau ada yang lebih cepat bekerjasama dengan RS swasta," ungkapnya.
Wako Pekanbaru Dr H Firdaus ST MT memaparkan, saat ini di Pekanbaru untuk vaksinasi tersedia 42.561 dosis vaksin. "Ini diperuntukkan untuk vaksin kedua, sehingga sisa yang benar-benar belum digunakan tinggal 5.000 dosis. Yang sudah mengajukan permohonan untuk divaksinasi massal 70 ribu, khususnya lansia dan pelayanan," paparnya.
Lebih lanjut diuraikannya, tren penularan Covid-19 saat ini memang meningkat. "Kenapa perhatian full ke Pekanbaru, karena separuh penduduk Kota Pekanbaru menjadi penyumbang kasus di Riau. Sudah pasti karena penduduk di Pekanbaru kontak lebih banyak dibandingkan di kabupaten kota lain, artinya risiko di kita tinggi," jelasnya.
Disampaikannya pula, tahun lalu pemerintah memang mengetatkan pergerakan masyarakat saat bulan Ramadan.
"Tahun lalu kita lebih hati-hati. Kita tegas masjid tutup, rumah ibadah tutup. Tahun ini karena kita memasuki puasa kemarin kondisi kita risiko rendah dan sedang, kita mengambil kebijakan rumah ibadah dibolehkan. Ternyata dalam perjalanan terjadinya penyebaran yang begitu cepat dan tinggi," urainya.
Dia menilai, kenaikan saat ini juga terjadi akibat penerapan protokol kesehatan yang mulai longgar di masyarakat.
"Apa yang selalu diingatkan Bapak Presiden, jangan terulang kasus di India. Begitu agak tenang terlena. Kemarin kita silakan rumah ibadah yang di wilayahnya berisiko rendah, tetap melaksanakan protokol kesehatan, ternyata di lapangan tidak," imbuhnya.
Diakuinya, dalam menanggulangi Covid-19 pemerintah menghadapi dilema.
"Di samping kita harus melindungi masyarakat dari Covid-19, di sisi lain kita harus menggerakkan ekonomi. Dunia usaha minta kelonggaran, pariwisata dan kuliner kita berikan. Ternyata dalam pelaksanaannya juga tidak disiplin dengan penerapan prokes. Jadi pemicu penyebaran," paparnya.
Dia melanjutkan, dalam rapat antara Forkopimda Riau dengan Kota Pekanbaru disepakati berbagai hal.
"Disepakati untuk tindak lebih tegas. Dimulai dari penyekatan-penyekatan. Termasuk untuk menghadapi Salat Id, ini juga kalau melihat dari Ketua MUI Riau itu daerah oranye tidak dibenarkan untuk melakukan Salat Id di rumah ibadah. Untuk daerah aman di hijau ini dibolehkan tetapi tetap disarankan untuk menggunakan prokes yang tinggi," urainya.
Dia menekankan, kondisi pelayanan kesehatan saat ini sudah mencapai kemampuan maksimal.
"Hampir penuh. kalau tidak bisa kita turunkan angka penyebaran, khawatir nanti pasien tidak dapat dilayani. Jangan sampai ini terjadi," singkatnya.
Laporan: TIM RIAU POS (Pekanbaru)