JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kasus pelanggaran karantina kesehatan terdakwa selebgram Rachel Vennya memasuki babak akhir. Dia divonis hukuman percobaan empat bulan penjara atas kasus pelanggaran karantina kesehatan. Ketetapan tersebut juga berlaku untuk kedua terdakwa lainnya, yakni sang kekasih Salim Nauderer dan manajer Rachel, Maudy Khairunnisa.
Selain itu, mereka juga diwajibkan untuk membayar denda masing-masing sebesar Rp50 juta. Jika tidak mampu, maka ketiga terdakwa boleh menggantinya dengan kurungan penjara selama satu bulan. Keputusan tersebut sama dengan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Rachel pun bisa bernapas lega. Selain karena kasusnya telah selesai, dia juga masih bebas beraktivitas selagi tidak melanggar hukum. Terkhusus, bisa tetap bersama dengan kedua anaknya. Ditemui usai sidang, Rachel tak banyak bicara. Namun, dia berjanji bakal menaati putusan yang telah ditetapkan majelis hakim. "Kami akan menjalani proses hukum yang berlaku kok," ucap Rachel kemarin (10/12).
Dalam sidang pidana singkat itu, Rachel hadir tanpa dampingan kuasa hukum. Mantan istri Niko Al-Hakim tersebut datang ditemani sang ibunda, Vien Tasman. Serta rekan-rekan sesama selebgramnya yang tampak membentuk pengawalan untuk melindungi Rachel dari kejaran awak media. Di persidangan, Rachel mengungkapkan kronologi dirinya kabur dari karantina saat pulang dari AS pada pertengan September lalu.
Rachel ternyata telah merencanakan untuk tidak menjalani karantina sejak masih berada di AS. Dalam aksinya, Rachel meminta bantuan seorang perempuan bernama Ovelina yang bertugas sebagai protokoler di Bandara Soeta. Dia mengaku mengenal Ovelina dari seorang kerabatnya bernama Intan.
"Saya telepon Ovel sebelum keberangkatan (pulang ke Indonesia, red) untuk membantu agar lebih mudah (tidak ikut karantina). Dan dijawab, doain saja, semoga bisa," ucap Rachel.
Pada 16 September sekitar pukul 23.00, rombongannya tiba di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang. Di sana, mereka diminta untuk mengisi formulir kesehatan. Ketiganya pun menunjukkan bukti hasil tes PCR negatif Covid-19 yang mereka lakukan saat di Amerika. Kemudian, Rachel, Salim, dan Maudy bergegas mengambil bagasi. Di kesempatan itu, untuk kali pertama dia bertemu dengan Ovelina. "Kata Mba Ovel, sini kertas saya bawa, bagasi juga saya ambilin," tutur Rachel.
Setelah itu, dia diarahkan oleh Ovelina untuk menaiki bis Damri menuju Wisma Atlet Pademangan. "Saya nggak tahu setelahnya dibantu siapa. Cuma didatangi petugas (Satgas Covid-19) dan diantar sampai pintu bus, habis itu naik sendiri bertiga," beber Rachel.
Setibanya di Wisma Atlet Pademangan, Rachel tidak mendaftarkan diri sebagai peserta karantina. Dia mengaku langsung dijemput lagi oleh oknum TNI yang tak dikenal. "Dari bus, ke Wisma Atlet, saya langsung pulang ke rumah. Dijemput TNI, tapi nggak tahu siapa. Dia cuma bilang, ikut saya, terus saya pulang," katanya.
Aksi Rachel tersebut rupanya sempat diketahui oleh seorang pihak kepolisian. Karena itu, Rachel dan dua rekannya memutuskan kembali ke Wisma Atlet Pademangan sehari setelah tiba di Indonesia hanya untuk mengambil foto sebagai bukti menjalani karantina. Tepatnya pada 18 September 2021.
"Saya ketahuan sama Pak Jendro. Saya hubungi Ovelina dan Bang Satria (oknum personel TNI di Bandara Soetta). Saya disuruh ke Wisma, foto-foto terus dikirim ke Pak Jendro," jelas Rachel. Dari hasil membantu Rachel, Ovelina mendapat transferan uang sebesar Rp40 juta.
Di depan majelis hakim, Ovelina mengaku uang tersebut merupakan permintaan dari Satgas Covid-19. Dia juga mengaku tidak punya wewenang bisa meloloskan seseorang untuk tidak mengikuti karantina. Menurutnya, itu merupakan keuasaan Satgas Covid-19.
"Jadi angka itu Satgas yang minta satu orang Rp10 juta. Saya sampaikan itu ke Rachel, dan dia kirim Rp40 juta," ujarnya. Imbasnya, Ovelina juga dijatuhi hukuman yang sama dengan ketiga terdakwa lainnya. Sementara itu, Rachel juga mengaku tidak ikut karantina dengan dalih tidak betah.
"Saya pernah karantina lima hari waktu pulang dari Dubai, tapi nggak nyaman," tutur Rachel.
Rachel dijerat Pasal 93 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Dan, Pasal 14 Undang Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. (shf/c6/ayi/jpg)