Nasib tukang ojek becak motor (Bentor) di Pulau Bengkalis semakin terjepit, di tengah gempuran masuknya ojek online. Tidak hanya menguras pendapatan mereka, namun mengancam dapur rumahnya tak berasap.
Laporan ABU KASIM, Bengkalis
RAUT wajah yang sudah berkerut, membuat Ilyas (65) warga Jalan Praka, Senggoro, yang sedang menunggu penumpang di Ro-Ro Air Putih yang baru datang dari Sungai Pakning bergegas mengejar penumpangnya.
“Becak Buk, Pak. Ayo naik becak, murah saja,” ajaknya sambil memegang tangan salah seorang penumpang yang baru sampai di dermaga Air Putih.
Namun ajakannya bukan diterima dengan baik, melainkan Ilyas dan teman seprofesinya juga terlihat kecewa. Karena para penumpangnya tak mau naik bentornya.
“Inilah bang susah cari penumpang. Sampai siang ini saja belum dapat. Padahal saya sejak pagi sudah keluar dari rumah,” ujarnya.
Ia mengaku tempat mangkal bentornya saat ini makin sempit. Sekarang tempat mangkal bentor hanya di Ro-Ro dan di Pelabuhan Bengkalis. Selain itu, terkadang hanya ada orderan pelanggan yang membawa barang saja.
“Saya sejak tahun 1989 membawa becak kayuh dan baru 7 tahun terkahir ini membawa becak motor. Tapi sekarang bersaing dengan ojek online,” ucapnya.
Ia menyebutkan, jika sebelum ada ojek online pendapatannya mencapai Rp200-300 ribu per hari. Tapi sekarang mau dapat Rp50 ribu perhari susah. Bahkan selalu zonk alias tak dapat penumpang.
“Nasib kami sama dengan bentor lain, selalu kosong. Makanya dapur di rumah selalu tak berasap. Sekarang kami hanya mengharap bantuan dari pemerintah melalui program bantuan, baik berupa BLT, PKH maupun bantuan beras,” ucapnya sambil menutup becaknya karena hujan turun membasahi bentornya.
Tapi, kata Ilyas, bantuan itu sama sekali tak pernah didapatkan, meski sudah diusulkan melakui RT dan RW ke desa. Makanya tak ada jalan lain kami akan datang ke DPRD Bengkalis menyampaikan nasibnya.
Tukang becak motor di Pulau Bengkalis berharap bisa bertatap muka dengan DPRD atau pun bupati dan mereka meminta pemerintah menerapkan aturan terkait transportasi online yang dinilai diskriminatif.
“Akibat beroperasinya transportasi online di Pulau Bengkalis sangat berdampak terhadap pendapatan tukang becak motor. Biasanya dalam sehari kami bisa bawa pulang Rp100.000, sekarang sekitaran Rp30.000 atau pun tidak ada hasil sama sekali,” ucap Oce (35) warga Jalan Bantan.
Kondisi itu menyebabkan tukang becak kewalahan membiayai kebutuhan hidup mereka, dengan pengeluaran harian yang cukup tinggi, mereka harus bekerja lebih keras untuk memperoleh penghasilan yang lebih banyak. Bahkan beberapa dari mereka harus menarik becak hingga tengah malam dan sudah ada juga yang menjual becak mereka.
Para tukang bentor juga kewalahan membiayai kebutuhan anak sekolah. Bahkan, menurut Komang, ada beberapa anak tukang becak yang hampir putus sekolah karena orang tuanya tak lagi mampu membiayai kebutuhan sekolah.
“Kondisi saat ini membuat para tukang becak menderita,” ucapnya sedih.
Menurutnya, para tukang becak motor juga sudah mengusulkan agar regulasi Ojol untuk menghapus transportasi online yang telah beroperasi. Mereka hanya meminta pemerintah untuk membuat dan menerapkan aturan dengan adil, tanpa ada perlakuan khusus yang seolah-olah memanjakan para penarik transportasi online
“Kami para tukang becak berharap bisa berhadapan langsung dengan pemimpin Kabupaten Bengkalis untuk membicarakan, kedepannya kami para tukang becak untuk diberi peluang buat kami untuk area pelabuhan dan Ro-Ro jangan diserobot juga penumpangnya. Apalagi untuk ongkos transportasi online lebih dimurahkan dari kami,” ungkapnya
Ia juga meminta pemerintah memasukkan tukang becak dan keluarganya sebagai peserta penerima bantuan sosial mulai dari KIS, KIP, PKH hingga bantuan sosial lainnya yang diprogramkan pemerintah.
Hal ini dinilai mendesak, karena kini perekonomian para tukang becak mengalami penurunan cukup signifikan. “Jika tak begini, akan semakin banyak masyarakat yang terjebak dalam kemiskinan tanpa diperhatikan pemerintah,” harapnya.
Sedangkan Kemang (65) warga Sengoro yang dijumpai di Pelabuhan Ro-Ro Air Putih Bengkalis, saat ini jumlah bentor yang masih aktif sebanyak 100 bentor yang masuk dalam Persatuan Bentor Bengkalis.
“Memang kondisi saat ini pahit pak. Mau dapat Rp50 ribu perhari saja susah. Kadang kosong,” ucapnya.
Di usia senjanya harus menghidupi anak-anaknya yang bekerja sebagai honorer di Pemkab Bengkalis yang sampai saat ini belum terima honor. Makanya ia banting tulang untuk memenuhi kebutuhan dapur keluarganya.
“Kami para tukang bentor mengetuk hati pemerintah untuk memerhatikan kami. Karena pendapatan kami jauh berkurang dari sebelumnya. Persoalannya adalah ojek online yang sudah banyak beroperasi di pulau. Seharusnya di larang atau diatur regulasinya seperti apa. Jadi jangan dibiarkan, kami yang menerima dampaknya,” harapnya.(***)