Rabu, 9 April 2025
spot_img

Ada yang Baru, Meterai Lama Masih Berlaku

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi "melempar" meterai tempel baru nominal Rp10 ribu ke ma­sya­rakat. Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, meterai pengganti meterai tempel Rp6.000 dan Rp3.000 itu sudah bisa dibeli, Jumat (29/1).

Kendati meterai terbaru sudah beredar melalui seluruh kantor pos di Indonesia, dua meterai sebelumnya masih berlaku. Dua meterai edisi 2014 itu masih bisa digunakan hingga akhir tahun ini.

"Masih berlaku sampai 31 Desember 2021," ujarnya.

Masyarakat masih bisa menggunakan meterai lama dengan nilai minimal Rp9.000. Ada beberapa opsi yang ditawarkan untuk tetap bisa menggunakan dua meterai edisi 2014 itu. Yakni, menggunakan tiga meterai Rp3.000, dua meterai masing-masing senilai Rp6.000, atau menempelkan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 pada dokumen.

Pemerintah merilis meterai Rp10.000 itu setelah menetapkan tarif tunggal atau single tarif bea meterai. Aturan bea meterai Rp10.000 tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4/PMK.03/2021. Selama sekitar dua dekade, Indonesia tidak pernah melakukan penyesuaian tarif meterai.

Pada meterai Rp10.000 itu terdapat gambar Garuda, angka "Rp 10.000", dan tulisan "Sepuluh Ribu Rupiah". Ada pula teks mikro modulasi "Indonesia" dan blok ornamen khas Indonesia.

Ciri khusus meterai anyar itu adalah warnanya yang didominasi merah muda. Tampak serat berwarna merah dan kuning pada kertas dan garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara. Selain Garuda, ada gambar bintang, logo Kemenkeu, dan tulisan DJP.

Baca Juga:  Pasar Smartphone Global Tunjukkan Tanda-tanda Pemulihan

Menurut Hestu, desain meterai tempel itu adalah ornamen Nusantara. Tema tersebut dipilih untuk mewakili semangat menularkan rasa bangga atas kekayaan yang dimiliki Indonesia dan semangat nasionalisme.

"DJP mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada akan meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai (rekondisi, red). Masyarakat diimbau untuk meneliti kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya," tegasnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, struktur tarif bea meterai di Indonesia sederhana dan ringan. Dia mencontohkan tarif bea meterai di Korea Selatan (Korsel) yang mencapai KRW 100 sampai KRW 350 ribu.

"Itu kalau dirupiahkan bisa sekitar Rp130 ribu sampai Rp4,5 juta. Di kita hanya Rp10.000. Kalau dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp 5 juta itu berarti 0,2 persen," urainya.(dee/c13/hep/jpg)digunakan hingga akhir tahun ini.

"Masih berlaku sampai 31 Desember 2021," ujarnya.

Masyarakat masih bisa menggunakan meterai lama dengan nilai minimal Rp9.000. Ada beberapa opsi yang ditawarkan untuk tetap bisa menggunakan dua meterai edisi 2014 itu. Yakni, menggunakan tiga meterai Rp3.000, dua meterai masing-masing senilai Rp6.000, atau menempelkan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 pada dokumen.

Pemerintah merilis meterai Rp10.000 itu setelah menetapkan tarif tunggal atau single tarif bea meterai. Aturan bea meterai Rp10.000 tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4/PMK.03/2021. Selama sekitar dua dekade, Indonesia tidak pernah melakukan penyesuaian tarif meterai.

Baca Juga:  Airlangga: Indonesia Produsen Biodiesel Terbesar di Dunia

Pada meterai Rp10.000 itu terdapat gambar Garuda, angka "Rp 10.000", dan tulisan "Sepuluh Ribu Rupiah". Ada pula teks mikro modulasi "Indonesia" dan blok ornamen khas Indonesia.

Ciri khusus meterai anyar itu adalah warnanya yang didominasi merah muda. Tampak serat berwarna merah dan kuning pada kertas dan garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara. Selain Garuda, ada gambar bintang, logo Kemenkeu, dan tulisan DJP.
Menurut Hestu, desain meterai tempel itu adalah ornamen Nusantara. Tema tersebut dipilih untuk mewakili semangat menularkan rasa bangga atas kekayaan yang dimiliki Indonesia dan semangat nasionalisme.

"DJP mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada akan meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai (rekondisi, red). Masyarakat diimbau untuk meneliti kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya," tegasnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, struktur tarif bea meterai di Indonesia sederhana dan ringan. Dia mencontohkan tarif bea meterai di Korea Selatan (Korsel) yang mencapai KRW 100 sampai KRW 350 ribu.

"Itu kalau dirupiahkan bisa sekitar Rp130 ribu sampai Rp4,5 juta. Di kita hanya Rp10.000. Kalau dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp 5 juta itu berarti 0,2 persen," urainya.(dee/c13/hep/jpg)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi "melempar" meterai tempel baru nominal Rp10 ribu ke ma­sya­rakat. Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, meterai pengganti meterai tempel Rp6.000 dan Rp3.000 itu sudah bisa dibeli, Jumat (29/1).

Kendati meterai terbaru sudah beredar melalui seluruh kantor pos di Indonesia, dua meterai sebelumnya masih berlaku. Dua meterai edisi 2014 itu masih bisa digunakan hingga akhir tahun ini.

"Masih berlaku sampai 31 Desember 2021," ujarnya.

Masyarakat masih bisa menggunakan meterai lama dengan nilai minimal Rp9.000. Ada beberapa opsi yang ditawarkan untuk tetap bisa menggunakan dua meterai edisi 2014 itu. Yakni, menggunakan tiga meterai Rp3.000, dua meterai masing-masing senilai Rp6.000, atau menempelkan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 pada dokumen.

Pemerintah merilis meterai Rp10.000 itu setelah menetapkan tarif tunggal atau single tarif bea meterai. Aturan bea meterai Rp10.000 tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4/PMK.03/2021. Selama sekitar dua dekade, Indonesia tidak pernah melakukan penyesuaian tarif meterai.

Pada meterai Rp10.000 itu terdapat gambar Garuda, angka "Rp 10.000", dan tulisan "Sepuluh Ribu Rupiah". Ada pula teks mikro modulasi "Indonesia" dan blok ornamen khas Indonesia.

Ciri khusus meterai anyar itu adalah warnanya yang didominasi merah muda. Tampak serat berwarna merah dan kuning pada kertas dan garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara. Selain Garuda, ada gambar bintang, logo Kemenkeu, dan tulisan DJP.

Baca Juga:  Konsumen Antusias Rasakan Kekuatan Canter dan Fighter X

Menurut Hestu, desain meterai tempel itu adalah ornamen Nusantara. Tema tersebut dipilih untuk mewakili semangat menularkan rasa bangga atas kekayaan yang dimiliki Indonesia dan semangat nasionalisme.

"DJP mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada akan meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai (rekondisi, red). Masyarakat diimbau untuk meneliti kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya," tegasnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, struktur tarif bea meterai di Indonesia sederhana dan ringan. Dia mencontohkan tarif bea meterai di Korea Selatan (Korsel) yang mencapai KRW 100 sampai KRW 350 ribu.

"Itu kalau dirupiahkan bisa sekitar Rp130 ribu sampai Rp4,5 juta. Di kita hanya Rp10.000. Kalau dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp 5 juta itu berarti 0,2 persen," urainya.(dee/c13/hep/jpg)digunakan hingga akhir tahun ini.

"Masih berlaku sampai 31 Desember 2021," ujarnya.

Masyarakat masih bisa menggunakan meterai lama dengan nilai minimal Rp9.000. Ada beberapa opsi yang ditawarkan untuk tetap bisa menggunakan dua meterai edisi 2014 itu. Yakni, menggunakan tiga meterai Rp3.000, dua meterai masing-masing senilai Rp6.000, atau menempelkan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 pada dokumen.

Pemerintah merilis meterai Rp10.000 itu setelah menetapkan tarif tunggal atau single tarif bea meterai. Aturan bea meterai Rp10.000 tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4/PMK.03/2021. Selama sekitar dua dekade, Indonesia tidak pernah melakukan penyesuaian tarif meterai.

Baca Juga:  Airlangga: Indonesia Produsen Biodiesel Terbesar di Dunia

Pada meterai Rp10.000 itu terdapat gambar Garuda, angka "Rp 10.000", dan tulisan "Sepuluh Ribu Rupiah". Ada pula teks mikro modulasi "Indonesia" dan blok ornamen khas Indonesia.

Ciri khusus meterai anyar itu adalah warnanya yang didominasi merah muda. Tampak serat berwarna merah dan kuning pada kertas dan garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara. Selain Garuda, ada gambar bintang, logo Kemenkeu, dan tulisan DJP.
Menurut Hestu, desain meterai tempel itu adalah ornamen Nusantara. Tema tersebut dipilih untuk mewakili semangat menularkan rasa bangga atas kekayaan yang dimiliki Indonesia dan semangat nasionalisme.

"DJP mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada akan meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai (rekondisi, red). Masyarakat diimbau untuk meneliti kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya," tegasnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, struktur tarif bea meterai di Indonesia sederhana dan ringan. Dia mencontohkan tarif bea meterai di Korea Selatan (Korsel) yang mencapai KRW 100 sampai KRW 350 ribu.

"Itu kalau dirupiahkan bisa sekitar Rp130 ribu sampai Rp4,5 juta. Di kita hanya Rp10.000. Kalau dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp 5 juta itu berarti 0,2 persen," urainya.(dee/c13/hep/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

Ada yang Baru, Meterai Lama Masih Berlaku

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi "melempar" meterai tempel baru nominal Rp10 ribu ke ma­sya­rakat. Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, meterai pengganti meterai tempel Rp6.000 dan Rp3.000 itu sudah bisa dibeli, Jumat (29/1).

Kendati meterai terbaru sudah beredar melalui seluruh kantor pos di Indonesia, dua meterai sebelumnya masih berlaku. Dua meterai edisi 2014 itu masih bisa digunakan hingga akhir tahun ini.

"Masih berlaku sampai 31 Desember 2021," ujarnya.

Masyarakat masih bisa menggunakan meterai lama dengan nilai minimal Rp9.000. Ada beberapa opsi yang ditawarkan untuk tetap bisa menggunakan dua meterai edisi 2014 itu. Yakni, menggunakan tiga meterai Rp3.000, dua meterai masing-masing senilai Rp6.000, atau menempelkan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 pada dokumen.

Pemerintah merilis meterai Rp10.000 itu setelah menetapkan tarif tunggal atau single tarif bea meterai. Aturan bea meterai Rp10.000 tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4/PMK.03/2021. Selama sekitar dua dekade, Indonesia tidak pernah melakukan penyesuaian tarif meterai.

Pada meterai Rp10.000 itu terdapat gambar Garuda, angka "Rp 10.000", dan tulisan "Sepuluh Ribu Rupiah". Ada pula teks mikro modulasi "Indonesia" dan blok ornamen khas Indonesia.

Ciri khusus meterai anyar itu adalah warnanya yang didominasi merah muda. Tampak serat berwarna merah dan kuning pada kertas dan garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara. Selain Garuda, ada gambar bintang, logo Kemenkeu, dan tulisan DJP.

Baca Juga:  IPhone 12 Dijual tanpa Aksesori Charger dan Earphone

Menurut Hestu, desain meterai tempel itu adalah ornamen Nusantara. Tema tersebut dipilih untuk mewakili semangat menularkan rasa bangga atas kekayaan yang dimiliki Indonesia dan semangat nasionalisme.

"DJP mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada akan meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai (rekondisi, red). Masyarakat diimbau untuk meneliti kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya," tegasnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, struktur tarif bea meterai di Indonesia sederhana dan ringan. Dia mencontohkan tarif bea meterai di Korea Selatan (Korsel) yang mencapai KRW 100 sampai KRW 350 ribu.

"Itu kalau dirupiahkan bisa sekitar Rp130 ribu sampai Rp4,5 juta. Di kita hanya Rp10.000. Kalau dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp 5 juta itu berarti 0,2 persen," urainya.(dee/c13/hep/jpg)digunakan hingga akhir tahun ini.

"Masih berlaku sampai 31 Desember 2021," ujarnya.

Masyarakat masih bisa menggunakan meterai lama dengan nilai minimal Rp9.000. Ada beberapa opsi yang ditawarkan untuk tetap bisa menggunakan dua meterai edisi 2014 itu. Yakni, menggunakan tiga meterai Rp3.000, dua meterai masing-masing senilai Rp6.000, atau menempelkan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 pada dokumen.

Pemerintah merilis meterai Rp10.000 itu setelah menetapkan tarif tunggal atau single tarif bea meterai. Aturan bea meterai Rp10.000 tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4/PMK.03/2021. Selama sekitar dua dekade, Indonesia tidak pernah melakukan penyesuaian tarif meterai.

Baca Juga:  Konsumen Antusias Rasakan Kekuatan Canter dan Fighter X

Pada meterai Rp10.000 itu terdapat gambar Garuda, angka "Rp 10.000", dan tulisan "Sepuluh Ribu Rupiah". Ada pula teks mikro modulasi "Indonesia" dan blok ornamen khas Indonesia.

Ciri khusus meterai anyar itu adalah warnanya yang didominasi merah muda. Tampak serat berwarna merah dan kuning pada kertas dan garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara. Selain Garuda, ada gambar bintang, logo Kemenkeu, dan tulisan DJP.
Menurut Hestu, desain meterai tempel itu adalah ornamen Nusantara. Tema tersebut dipilih untuk mewakili semangat menularkan rasa bangga atas kekayaan yang dimiliki Indonesia dan semangat nasionalisme.

"DJP mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada akan meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai (rekondisi, red). Masyarakat diimbau untuk meneliti kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya," tegasnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, struktur tarif bea meterai di Indonesia sederhana dan ringan. Dia mencontohkan tarif bea meterai di Korea Selatan (Korsel) yang mencapai KRW 100 sampai KRW 350 ribu.

"Itu kalau dirupiahkan bisa sekitar Rp130 ribu sampai Rp4,5 juta. Di kita hanya Rp10.000. Kalau dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp 5 juta itu berarti 0,2 persen," urainya.(dee/c13/hep/jpg)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan resmi "melempar" meterai tempel baru nominal Rp10 ribu ke ma­sya­rakat. Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, meterai pengganti meterai tempel Rp6.000 dan Rp3.000 itu sudah bisa dibeli, Jumat (29/1).

Kendati meterai terbaru sudah beredar melalui seluruh kantor pos di Indonesia, dua meterai sebelumnya masih berlaku. Dua meterai edisi 2014 itu masih bisa digunakan hingga akhir tahun ini.

"Masih berlaku sampai 31 Desember 2021," ujarnya.

Masyarakat masih bisa menggunakan meterai lama dengan nilai minimal Rp9.000. Ada beberapa opsi yang ditawarkan untuk tetap bisa menggunakan dua meterai edisi 2014 itu. Yakni, menggunakan tiga meterai Rp3.000, dua meterai masing-masing senilai Rp6.000, atau menempelkan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 pada dokumen.

Pemerintah merilis meterai Rp10.000 itu setelah menetapkan tarif tunggal atau single tarif bea meterai. Aturan bea meterai Rp10.000 tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4/PMK.03/2021. Selama sekitar dua dekade, Indonesia tidak pernah melakukan penyesuaian tarif meterai.

Pada meterai Rp10.000 itu terdapat gambar Garuda, angka "Rp 10.000", dan tulisan "Sepuluh Ribu Rupiah". Ada pula teks mikro modulasi "Indonesia" dan blok ornamen khas Indonesia.

Ciri khusus meterai anyar itu adalah warnanya yang didominasi merah muda. Tampak serat berwarna merah dan kuning pada kertas dan garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara. Selain Garuda, ada gambar bintang, logo Kemenkeu, dan tulisan DJP.

Baca Juga:  Airlangga: Surplus Neraca Perdagangan Kembali Cetak Rekor Tertinggi

Menurut Hestu, desain meterai tempel itu adalah ornamen Nusantara. Tema tersebut dipilih untuk mewakili semangat menularkan rasa bangga atas kekayaan yang dimiliki Indonesia dan semangat nasionalisme.

"DJP mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada akan meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai (rekondisi, red). Masyarakat diimbau untuk meneliti kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya," tegasnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, struktur tarif bea meterai di Indonesia sederhana dan ringan. Dia mencontohkan tarif bea meterai di Korea Selatan (Korsel) yang mencapai KRW 100 sampai KRW 350 ribu.

"Itu kalau dirupiahkan bisa sekitar Rp130 ribu sampai Rp4,5 juta. Di kita hanya Rp10.000. Kalau dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp 5 juta itu berarti 0,2 persen," urainya.(dee/c13/hep/jpg)digunakan hingga akhir tahun ini.

"Masih berlaku sampai 31 Desember 2021," ujarnya.

Masyarakat masih bisa menggunakan meterai lama dengan nilai minimal Rp9.000. Ada beberapa opsi yang ditawarkan untuk tetap bisa menggunakan dua meterai edisi 2014 itu. Yakni, menggunakan tiga meterai Rp3.000, dua meterai masing-masing senilai Rp6.000, atau menempelkan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 pada dokumen.

Pemerintah merilis meterai Rp10.000 itu setelah menetapkan tarif tunggal atau single tarif bea meterai. Aturan bea meterai Rp10.000 tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 4/PMK.03/2021. Selama sekitar dua dekade, Indonesia tidak pernah melakukan penyesuaian tarif meterai.

Baca Juga:  Pertamina Dinilai Proaktif Laporkan Tindakan Kriminal Migas

Pada meterai Rp10.000 itu terdapat gambar Garuda, angka "Rp 10.000", dan tulisan "Sepuluh Ribu Rupiah". Ada pula teks mikro modulasi "Indonesia" dan blok ornamen khas Indonesia.

Ciri khusus meterai anyar itu adalah warnanya yang didominasi merah muda. Tampak serat berwarna merah dan kuning pada kertas dan garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara. Selain Garuda, ada gambar bintang, logo Kemenkeu, dan tulisan DJP.
Menurut Hestu, desain meterai tempel itu adalah ornamen Nusantara. Tema tersebut dipilih untuk mewakili semangat menularkan rasa bangga atas kekayaan yang dimiliki Indonesia dan semangat nasionalisme.

"DJP mengingatkan masyarakat untuk selalu waspada akan meterai tempel palsu dan meterai tempel bekas pakai (rekondisi, red). Masyarakat diimbau untuk meneliti kualitas dan memperoleh meterai tempel dari penjual yang terpercaya," tegasnya.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, struktur tarif bea meterai di Indonesia sederhana dan ringan. Dia mencontohkan tarif bea meterai di Korea Selatan (Korsel) yang mencapai KRW 100 sampai KRW 350 ribu.

"Itu kalau dirupiahkan bisa sekitar Rp130 ribu sampai Rp4,5 juta. Di kita hanya Rp10.000. Kalau dibandingkan dengan nilai transaksi nominal terendah Rp 5 juta itu berarti 0,2 persen," urainya.(dee/c13/hep/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari