Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pemerintah Targetkan PSR 500 Ribu Hektare

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Peremajaan sawit rakyat (PSR) merupakan program penanaman kembali pohon sawit dengan memberikan bantuan pendanaan. Kini prosedur dan persyaratannya semakin disederhanakan, dengan jumlah dana bantuan yang ditingkatkan dari tahun sebelumnya.

Saat ini, petani yang ingin mendapatkan program PSR hanya perlu melengkapi delapan syarat yang harus dipenuhi dari sebelumnya 14 persyaratan. Dan ke depan akan disederhanakan lagi menjadi dua persyaratan saja. Pemerintah menargetkan program PSR seluas 500 ribu hektare (ha) kebun sawit petani dalam tiga tahun ke depan (2020-2022).

Sehubungan target PSR seluas 500 hektare ini, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), juga terus melakukan sosialisasi kepada petani swadaya untuk dapat memanfaatkan dana yang telah dialokasikan dan dikucurkan pemerintah ini.

Bahkan saat wabah corona sedang berlangsung, kegiatan sosialiasi kepada masyarakat petani juga terus dilakukan, meski tanpa melalui tatap muka. Yakni dengan melalui diskusi virtual "Percepatan Program Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat (PSR) 500.000 Hektar" yang ditaja dalam sembilan sesi.

Bahkan saat ini besaran dana bantuan untuk PSR semakin ditingkatkan, dimana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui Keputusan Direktur Utama BPDPKS Nomor Kep-167/DPKS/2020 telah menetapkan perubahan dana program PSR yang semula Rp25 juta per ha, naik menjadi menjadi Rp30 juta per ha.

Baca Juga:  Lewat CSR, BRK Bangun Rumah Imam Masjid Nurul Iman

Menurut Ketua Umum DPP Apkasindo Ir Gulat Manurung MP C.APO, program PSR menjadi penting untuk dilaksanakan guna mewujudkan keberlanjutan perkebunan sawit serta industri turunannya. Sejak 2016 hingga akhir 2019, realisasi PSR baru mencapai 98.869 ha dengan bantuan dana yang disalurkan BPDPKS sebesar Rp2,47 triliun.

"Sesuai arahan presiden, program PSR harus dilakukan untuk 500 ribu ha dalam waktu tiga tahun. Saya ingin agar peremajaan menjadi fokus semua pihak terkait, karena PSR ini kategori Program Strategis Presiden dan sangat seksi di mata dunia internasional. Seksi karena perkebunan kelapa sawit di Indonesia 41persen  dikelola oleh petani. Di awal pencanangan disebutkan ada 2,40 juta ha kebun sawit rakyat yang harus diremajakan karena usianya sudah di atas 25 tahun, tidak produkstif dan banyak yang sumber bibitnya tidak jelas," ucap Gulat.

Namun lebih dari itu yang dibutuhkan untuk percepatan PSR adalah sosialisasi yang masif dan intensif ke petani dan pendampingan secara komprehensif bagi petani mulai dari tahap pengajuan persyaratan hingga implementasi peremajaan di lapangan.

"Petani harus didampingi mulai dari memenuhi persyaratan, input persyaratan, penatalaksanaan peremajaan dan setelah dana hibah diperoleh petani. Seperti bagaimana petani mulai melakukan persiapan tanam (P0), menanam dengan bibit bersertifikat unggul sampai ke tahap P3 atau perawatan tahun ketiga menjelang panen," ujarnya.

Baca Juga:  Semua BUMN Dievaluasi, Mutasi Direksi Berlanjut

Gulat lebih lanjut menjelaskan, sangat strategisnya program ini karena Indonesia telah menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia atau lebih dari dari 55 persen produksi dunia. Industri sawit telah menjadi penghasil devisa terbesar dengan kontribusi sebesar 13,50 persen dari total ekspor nonmigas yang sebesar 22,30 miliar dolar AS.

Melalui program B30, industri sawit berperan dalam penghematan devisa melalui pengurangan impor solar senilai 8 miliar dolar AS per tahun. Jika Program PSR dengan target keseluruhan 2,47 juta hektare berhasil, diyakininya Indonesia akan menguasai 75 persen produksi CPO dunia. Asumsi ini didapat dengan produktivitas tanaman sawit rakyat yang diremajakan tersebut akan menghasilkan TBS 3 kali lipat dan rendemennya rata-rata akan di atas 23-28 persen dibandingkan kebun sebelum di PSR.

Hal ini menjadi tantangan juga kepada industri sawit dan pemerintah bagaimana menampung produksi CPO yang meningkat 3 kali lipat tersebut. Ini untuk tetap eksis di tengah persaingan minyak sawit versus minyak nabati dari bunga matahari, kedelai dan rapeseed lainnya.

"Filosopi dari PSR ini adalah intensifikasi. Jadi kata kuncinya adalah penggunaan bibit unggul dan pupuk. Jadi dapat dikatakan bahwa bibit unggul dan pupuk adalah faktor utama keberhasilan PSR," ujar Gulat.(izl)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Peremajaan sawit rakyat (PSR) merupakan program penanaman kembali pohon sawit dengan memberikan bantuan pendanaan. Kini prosedur dan persyaratannya semakin disederhanakan, dengan jumlah dana bantuan yang ditingkatkan dari tahun sebelumnya.

Saat ini, petani yang ingin mendapatkan program PSR hanya perlu melengkapi delapan syarat yang harus dipenuhi dari sebelumnya 14 persyaratan. Dan ke depan akan disederhanakan lagi menjadi dua persyaratan saja. Pemerintah menargetkan program PSR seluas 500 ribu hektare (ha) kebun sawit petani dalam tiga tahun ke depan (2020-2022).

- Advertisement -

Sehubungan target PSR seluas 500 hektare ini, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), juga terus melakukan sosialisasi kepada petani swadaya untuk dapat memanfaatkan dana yang telah dialokasikan dan dikucurkan pemerintah ini.

Bahkan saat wabah corona sedang berlangsung, kegiatan sosialiasi kepada masyarakat petani juga terus dilakukan, meski tanpa melalui tatap muka. Yakni dengan melalui diskusi virtual "Percepatan Program Peremajaan Kelapa Sawit Rakyat (PSR) 500.000 Hektar" yang ditaja dalam sembilan sesi.

- Advertisement -

Bahkan saat ini besaran dana bantuan untuk PSR semakin ditingkatkan, dimana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui Keputusan Direktur Utama BPDPKS Nomor Kep-167/DPKS/2020 telah menetapkan perubahan dana program PSR yang semula Rp25 juta per ha, naik menjadi menjadi Rp30 juta per ha.

Baca Juga:  Semua BUMN Dievaluasi, Mutasi Direksi Berlanjut

Menurut Ketua Umum DPP Apkasindo Ir Gulat Manurung MP C.APO, program PSR menjadi penting untuk dilaksanakan guna mewujudkan keberlanjutan perkebunan sawit serta industri turunannya. Sejak 2016 hingga akhir 2019, realisasi PSR baru mencapai 98.869 ha dengan bantuan dana yang disalurkan BPDPKS sebesar Rp2,47 triliun.

"Sesuai arahan presiden, program PSR harus dilakukan untuk 500 ribu ha dalam waktu tiga tahun. Saya ingin agar peremajaan menjadi fokus semua pihak terkait, karena PSR ini kategori Program Strategis Presiden dan sangat seksi di mata dunia internasional. Seksi karena perkebunan kelapa sawit di Indonesia 41persen  dikelola oleh petani. Di awal pencanangan disebutkan ada 2,40 juta ha kebun sawit rakyat yang harus diremajakan karena usianya sudah di atas 25 tahun, tidak produkstif dan banyak yang sumber bibitnya tidak jelas," ucap Gulat.

Namun lebih dari itu yang dibutuhkan untuk percepatan PSR adalah sosialisasi yang masif dan intensif ke petani dan pendampingan secara komprehensif bagi petani mulai dari tahap pengajuan persyaratan hingga implementasi peremajaan di lapangan.

"Petani harus didampingi mulai dari memenuhi persyaratan, input persyaratan, penatalaksanaan peremajaan dan setelah dana hibah diperoleh petani. Seperti bagaimana petani mulai melakukan persiapan tanam (P0), menanam dengan bibit bersertifikat unggul sampai ke tahap P3 atau perawatan tahun ketiga menjelang panen," ujarnya.

Baca Juga:  HUT Ke-60, Bank Nagari Pekanbaru Berbagi Bersama Panti Asuhan

Gulat lebih lanjut menjelaskan, sangat strategisnya program ini karena Indonesia telah menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia atau lebih dari dari 55 persen produksi dunia. Industri sawit telah menjadi penghasil devisa terbesar dengan kontribusi sebesar 13,50 persen dari total ekspor nonmigas yang sebesar 22,30 miliar dolar AS.

Melalui program B30, industri sawit berperan dalam penghematan devisa melalui pengurangan impor solar senilai 8 miliar dolar AS per tahun. Jika Program PSR dengan target keseluruhan 2,47 juta hektare berhasil, diyakininya Indonesia akan menguasai 75 persen produksi CPO dunia. Asumsi ini didapat dengan produktivitas tanaman sawit rakyat yang diremajakan tersebut akan menghasilkan TBS 3 kali lipat dan rendemennya rata-rata akan di atas 23-28 persen dibandingkan kebun sebelum di PSR.

Hal ini menjadi tantangan juga kepada industri sawit dan pemerintah bagaimana menampung produksi CPO yang meningkat 3 kali lipat tersebut. Ini untuk tetap eksis di tengah persaingan minyak sawit versus minyak nabati dari bunga matahari, kedelai dan rapeseed lainnya.

"Filosopi dari PSR ini adalah intensifikasi. Jadi kata kuncinya adalah penggunaan bibit unggul dan pupuk. Jadi dapat dikatakan bahwa bibit unggul dan pupuk adalah faktor utama keberhasilan PSR," ujar Gulat.(izl)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari