BATAM (RIAUPOS.CO) – Dampak mewabahnya virus corona mulai dirasakan secara nyata oleh industri dan jasa di Batam. Tersendatnya bahan baku dan sepinya pelanggan membuat perusahaan dan hotel terpaksa merumahkan karyawan mereka.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam Rudi Sakyakirti mengungkapkan, dua perusahaan rokok telah “mengistirahatkan” karyawan dan mesin-mesin produksi mereka karena ketiadaan bahan baku.
“Pabrik rokok ini karena 70 persen bahan bakunya dari China. Jumlah karyawannya sekitar 100 lebih. Tapi mereka berjanji meski dirumahkan akan tetap dikasih gaji,” ujarnya.
Hingga saat ini, ia belum mendapat informasi mengenai perusahaan lain, selain dua perusahaan rokok tersebut, yang merumahkan karyawannya. Informasi mengenai perusahaan rokok itu ia peroleh karena kedekatan personal.
“Sampai dengan akhir Maret kita lihat lagi perkembangannya seperti apa. Kami masih melihat kemungkinan dari China apakah bisa barangnya cepat masuk. Kalau akhir Maret masuk pasti bisa jalan,” katanya.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Batam Pos, salah satu hotel mewah di Batam juga merumahkan puluhan karyawannya karena sepinya pengunjung. “Istri saya termasuk yang dirumahkan,” ujar sumber Batam Pos yang tak mau namanya dikorankan.
Belum adanya kejelasan mengenai suplai bahan baku industri di Batam dari China membuat kalangan dunia usaha makin gelisah. Stok yang ada hanya akan bertahan hingga akhir Maret ini.
“Kondisi bahan baku di sejumlah industri sudah mengalami shortage of stock, tapi sebagian industri yang bahan bakunya tidak berasal dari China tetap beroperasi seperti biasa,” kata Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri, Tjaw Hoeing, Rabu (11/3).
Tjaw juga mendapat informasi bahwa sejumlah perusahaan manufaktur di China mulai beroperasi. “Beberapa perusahaan global supply chain dan supplier di China memang sudah beroperasi walaupun belum maksimal, sehingga cukup membantu pasokan bahan baku,” tuturnya.
Namun, karena masih sebagian yang bekerja, maka ada penundaan pengiriman barang akibat akumulasi dari waktu-waktu sebelumnya. “Untuk mempercepat pengiriman, kebanyakan industri manufaktur melakukan pengiriman melalui udara via Singapura walaupun sangat terbatas aksesnya, karena biaya yang sangat tinggi,” ucapnya.
Menurut Tjaw, apa yang dipikirkan industri saat ini adalah bagaimana bahan baku bisa masuk secepatnya mungkin. Dan terkait soal harga, industri di Batam juga tidak terlalu peduli lagi. “Bagi mereka yang penting adalah bagaimana customer di luar negeri dapat terlayani sehingga tidak setop pengiriman barang,” ujarnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam, Rudi Sakyakirti, berharap bahan baku industri di Batam bisa lancar kembali. “Karena kalau perusahaan tak produksi akan berdampak terhadap pekerja nantinya,” kata Rudi.
Selain itu, juga diharapkan pekerja China yang memiliki kontrak kerja di Batam bisa kembali bekerja. Sebab mereka memegang peran penting di perusahaannya. Banyak pekerja asal China yang mudik untuk merayakan tahun baru Cina atau Imlek belum kembali ke Batam karena terhambat kebijakan terkait corona.
“Soal ini saya juga belum tahu. Ada berapa yang belum kembali. Karena penerbangan juga masih ditutup. Mungkin kalau sudah kondusif baru dibuka kembali,” tuturnya.
Dari data yang ada, di Batam ada 1.154 pekerja asal Tiongkok dengan masa kerja antara 6-12 bulan. Sejauh ini, perusahaan masih bisa mengatasi kekurangan tenaga ahli dari Tiongkok ini.
Terpisah, Ketua Indonesia National Shipyard Association (INSA) Batam, Osman Hasyim, mengatakan selain virus corona dan krisis air bersih, gejolak ekonomi global juga akan membuat Batam semakin terpukul.
“Kami ini tengah terkejut dan terkaget-kaget karena harga minyak turun. Dan ini bisa sebabkan resesi terus berlanjut. Persoalan global ini pasti akan berdampak ke perekonomian kita,” ucapnya di Hotel Travelodge, Batam, Rabu (11/3).
Sumber: Batampos.co.id
Editor: E Sulaiman