Selasa, 8 Juli 2025

Usul Naikkan Harga Patokan Petani Tebu

SURABAYA (RIAUPOS.CO) — Biaya produksi petani tebu tahun ini bakal naik 10-15 persen. Karena itu, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengusulkan kenaikan harga patokan petani alias HPP. Tanpa kenaikan harga, para petani tidak akan bisa membiayai ongkos produksi.

Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen menyebutkan, kenaikan HPP sebagai persiapan musim giling. Di Pulau Sumatera, musim giling bermula pada Maret atau April. Sementara itu, di Jawa, musim giling akan berlangsung pada Mei 2020. "Maka, kami mengharapkan segera ada kepastian HPP," ungkap Soemitro, kemarin (4/3).

Acuan utama penetapan HPP adalah biaya pokok produksi. Dengan demikian, ada jaminan keuntungan bagi petani dalam melakukan budi daya tebu selama setahun. Saat ini, APTRI telah mengantongi penghitungan biaya pokok produksi dari para petani. ”Biaya garap atau upah tenaga kerja tahun ini naiknya cukup signifikan,” urai Soemitro.

Baca Juga:  Industri Otomotif Catatkan Pertumbuhan Ekspor

Dalam usulannya, APTRI mengajukan besaran HPP pada 2020 sebesar Rp12.025 per kilogram atau dibulatkan menjadi Rp 12.000 per kilogram. Sekretaris Jenderal APTRI M Nur Khabsyin menambahkan, biaya pokok produksi tahun ini bisa naik 10–15 persen.

Yang berkontribusi besar terhadap biaya pokok produksi adalah biaya garap, terutama, kegiatan tebang dan angkut. Yang termasuk biaya garap lainnya adalah traktor, irigasi, dan pestisida atau herbisida.

Penghitungan HPP itu dibagi berdasar lahan tanaman tebu pertama dan lahan tanaman tebu ratoon. Ratoon adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman sebelumnya yang telah ditebang. Selanjutnya, penghitungan dilandaskan pada estimasi produksi tebu per hektare. Untuk tanaman pertama sebesar 800 kuintal dan ratoon sebesar 700 kuintal per hektare.

Baca Juga:  KJU Group Berikan Penghargaan The Best Sales Person Honda KJU Group 2019

"Setelah dihitung sesuai dengan rendemennya, maka biaya pokok produksi petani untuk tanaman pertama sebesar Rp11.717 per kilogram dan untuk ratoon Rp10.539 per kilogram,"
 jelasnya.

Setelah dihitung dengan keuntungan petani sebesar 10 persen, besaran HPP menjadi Rp12.025 per kilogram.  Sejauh ini, lanjut dia, pemerintah sudah merespons dan sedang mengkaji besaran HPP yang diajukan APTRI.(res/c25/hep/jpg)

SURABAYA (RIAUPOS.CO) — Biaya produksi petani tebu tahun ini bakal naik 10-15 persen. Karena itu, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengusulkan kenaikan harga patokan petani alias HPP. Tanpa kenaikan harga, para petani tidak akan bisa membiayai ongkos produksi.

Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen menyebutkan, kenaikan HPP sebagai persiapan musim giling. Di Pulau Sumatera, musim giling bermula pada Maret atau April. Sementara itu, di Jawa, musim giling akan berlangsung pada Mei 2020. "Maka, kami mengharapkan segera ada kepastian HPP," ungkap Soemitro, kemarin (4/3).

Acuan utama penetapan HPP adalah biaya pokok produksi. Dengan demikian, ada jaminan keuntungan bagi petani dalam melakukan budi daya tebu selama setahun. Saat ini, APTRI telah mengantongi penghitungan biaya pokok produksi dari para petani. ”Biaya garap atau upah tenaga kerja tahun ini naiknya cukup signifikan,” urai Soemitro.

Baca Juga:  RS Awal Bros Group Tajamkan Kompetensi Karyawan

Dalam usulannya, APTRI mengajukan besaran HPP pada 2020 sebesar Rp12.025 per kilogram atau dibulatkan menjadi Rp 12.000 per kilogram. Sekretaris Jenderal APTRI M Nur Khabsyin menambahkan, biaya pokok produksi tahun ini bisa naik 10–15 persen.

Yang berkontribusi besar terhadap biaya pokok produksi adalah biaya garap, terutama, kegiatan tebang dan angkut. Yang termasuk biaya garap lainnya adalah traktor, irigasi, dan pestisida atau herbisida.

- Advertisement -

Penghitungan HPP itu dibagi berdasar lahan tanaman tebu pertama dan lahan tanaman tebu ratoon. Ratoon adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman sebelumnya yang telah ditebang. Selanjutnya, penghitungan dilandaskan pada estimasi produksi tebu per hektare. Untuk tanaman pertama sebesar 800 kuintal dan ratoon sebesar 700 kuintal per hektare.

Baca Juga:  Terdampak Covid-19, Usaha Seafood Atur Strategi

"Setelah dihitung sesuai dengan rendemennya, maka biaya pokok produksi petani untuk tanaman pertama sebesar Rp11.717 per kilogram dan untuk ratoon Rp10.539 per kilogram,"
 jelasnya.

- Advertisement -

Setelah dihitung dengan keuntungan petani sebesar 10 persen, besaran HPP menjadi Rp12.025 per kilogram.  Sejauh ini, lanjut dia, pemerintah sudah merespons dan sedang mengkaji besaran HPP yang diajukan APTRI.(res/c25/hep/jpg)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

SURABAYA (RIAUPOS.CO) — Biaya produksi petani tebu tahun ini bakal naik 10-15 persen. Karena itu, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mengusulkan kenaikan harga patokan petani alias HPP. Tanpa kenaikan harga, para petani tidak akan bisa membiayai ongkos produksi.

Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen menyebutkan, kenaikan HPP sebagai persiapan musim giling. Di Pulau Sumatera, musim giling bermula pada Maret atau April. Sementara itu, di Jawa, musim giling akan berlangsung pada Mei 2020. "Maka, kami mengharapkan segera ada kepastian HPP," ungkap Soemitro, kemarin (4/3).

Acuan utama penetapan HPP adalah biaya pokok produksi. Dengan demikian, ada jaminan keuntungan bagi petani dalam melakukan budi daya tebu selama setahun. Saat ini, APTRI telah mengantongi penghitungan biaya pokok produksi dari para petani. ”Biaya garap atau upah tenaga kerja tahun ini naiknya cukup signifikan,” urai Soemitro.

Baca Juga:  3 Kementerian Bahas Diskon untuk Tiket Penerbangan

Dalam usulannya, APTRI mengajukan besaran HPP pada 2020 sebesar Rp12.025 per kilogram atau dibulatkan menjadi Rp 12.000 per kilogram. Sekretaris Jenderal APTRI M Nur Khabsyin menambahkan, biaya pokok produksi tahun ini bisa naik 10–15 persen.

Yang berkontribusi besar terhadap biaya pokok produksi adalah biaya garap, terutama, kegiatan tebang dan angkut. Yang termasuk biaya garap lainnya adalah traktor, irigasi, dan pestisida atau herbisida.

Penghitungan HPP itu dibagi berdasar lahan tanaman tebu pertama dan lahan tanaman tebu ratoon. Ratoon adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman sebelumnya yang telah ditebang. Selanjutnya, penghitungan dilandaskan pada estimasi produksi tebu per hektare. Untuk tanaman pertama sebesar 800 kuintal dan ratoon sebesar 700 kuintal per hektare.

Baca Juga:  Canggih! Vespa GTS Super Tech 300 Bisa Jawab Telepon dan Atur Pesan

"Setelah dihitung sesuai dengan rendemennya, maka biaya pokok produksi petani untuk tanaman pertama sebesar Rp11.717 per kilogram dan untuk ratoon Rp10.539 per kilogram,"
 jelasnya.

Setelah dihitung dengan keuntungan petani sebesar 10 persen, besaran HPP menjadi Rp12.025 per kilogram.  Sejauh ini, lanjut dia, pemerintah sudah merespons dan sedang mengkaji besaran HPP yang diajukan APTRI.(res/c25/hep/jpg)

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari