JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membuka peluang pengecualian limbah slag nikel sebagai bahan beracun berbahaya (B3). Peluang ini melalui rencana penerbitan aturan baru yang mempermudah pemanfaatan dan pengelolaan slag nikel oleh perusahaan.
Rosa Vivien Ratnawati selaku Direktorat Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK mengungkapkan, melalui aturan ini nanti, perusahaan bisa mengajukan slag nikel untuk dikecualikan dari prosedur pengelolaan limbah B3.
“Ada salah satu pasal yang mengatakan bahwa dimungkinkan untuk dilakukan pengecualian, pasal 191 PP 101 tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3. Bahwa badan usaha itu dapat mengajukan pengecualian limbah B3-nya. Itu hanya limbah B3 yang masuk dalam spesifikasi khusus dan spesifikasi umum,” beber Rosa kepada awak media, Jumat (27/9/2019).
Dijelaskan, dimungkinkannya slag nikel untuk dikecualikan dari limbah B3, lantaran sifat-sifat yang dimilikinya. Di antaranya tidak mudah meledak, tidak mudah menyala, tidak infeksius, dan tidak korosif. Sehingga tes untuk hal-hal tersebut dapat dilewati. Meski begitu, slag nikel masih harus melalui serangkaian tes terlebih dahulu hingga kemudian bisa dikecualikan.
“Itu sudah jelas. Tetapi yang wajib dilakukan kalau mau pengecualian, itu tes SDVLT, tes CTLV, dan subkronis,” urainya.
Menurut Rosa, masuknya slag nikel sebagai limbah B3 itu lantaran kategorinya banyak. Sehingga ketika banyak, slag nikel akan menimbulkan kemungkinan dampak secara akumulatif. Menjadikannya masuk dalam limbah B3. Pengecualian dimungkinkan setelah melalui serangkaian tes dan prosedur yang mesti dilewati.
“Labnya (untuk pengujian) itu harus dijaga betul, terakreditasi dan diberikan standar oleh KLHK. Metodenya untuk menguji dan sebagainya, itu harus sama dan harus terakreditasi,” sebut Rosa yang juga menyatakan akan dilakukan penyederhanaan dalam mekanisme pengecualiannya.
Untuk mendukung rencana ini, staf KLHK saat ini tengah turun ke tiga perusahaan besar yang menghasilkan slag nikel. Yaitu Vale, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), dan Pomala Antam. Slag nikel pada tiga perusahaan itu akan dites dan juga diuji sebagai bahan dalam pembentukan peraturan pengecualian ini.
“Karena pada kebijakan ini banyak aspek teknis yang ada di dalamnya. Sehingga kami juga harus mendasari dengan dasar-dasar ilmiah yang baik, untuk kemudian bisa membuat kebijakan untuk perusahaan,”terangnya.
“Nanti akan dituangkan dalam peraturan menteri KLHK untuk tata cara uji karakteristik pengecualian slag nikel,” sambung Rosa sembari menyebut belum ada perusahaan yang sudah mengajukan pengecualian ini.
Meski begitu, keputusan bisa dikecualikan slag nikel dari limbah B3 ini tidak bisa disamaratakan semua perusahaan. Melainkan berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, mengingat slag nikel yang diajukan masing-masing perusahaan itu berbeda berdasarkan sumbernya.
“(Slag nikel) Itu berbeda kadar krom dan sebagainya, berbeda antara satu sama lain. Jadi memang dibutuhkan satu-satu (pengujiannya),” tandas Rosa. (Yus)
Laporan : Yusnir
Editor : Rindra Yasin