Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Ketua KPK: Pak Presiden Mohon Betul Supaya Suara itu Didengar

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tegas menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang kini telah menjadi RUU usulan DPR. Pasalnya menurut ketua lembaga antirasuah Agus Rahardjo, terdapat sembilan poin dalam draf RUU tersebut yang akan melemahkan bahkan melumpuhkan kinerja KPK.

Untuk itu, pada Jumat (6/9) besok pagi, KPK bakal mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait revisi UU KPK yang kini akan menjadi RUU usulan DPR tersebut.

“Secepat-cepatnya besok pagi kami kirimkan (surat) itu,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (5/9).

Dalam surat itu, kata Agus, KPK meminta Presiden Jokowi untuk tidak tergesa-gesa mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke DPR untuk membahas RUU tersebut. KPK meminta Presiden terlebih dahulu mendengarkan para ahli, akademisi dari berbagai perguruan tinggi dan elemen bangsa lain mengenai revisi UU KPK.

“Pak Presiden Mohon betul supaya suara itu didengar. Saya pikir lebih arif dan bijaksana kalau itu dilakukan,” pinta Agus.

Informasi yang beredar menyebut DPR dan pemerintah bakal bergerak cepat membahas dan mengesahkan RUU KPK. Presiden Jokowi disebut akan mengeluarkan Surpres untuk membahas dengan RUU pada Jumat (5/9) besok. Bahkan, pada Selasa (10/9), RUU KPK ini bakal disahkan.

Baca Juga:  Karang Taruna Rohil Berbagi Takjil dan Buka Bersama

Namun, saat dikonfirmasi mengenai ini, Agus mengaku belum mengetahuinya. “Saya tidak tahu apakah informasi itu betul, kalau informasi besok (Surpres) dikirim, Selasa (RUU) diketok itu sesuatu yang luar biasa betul,” ucap Agus.

Dikebutnya pembahasan RUU KPK ini bertujuan agar UU KPK yang baru dapat dijalankan oleh pimpinan KPK terpilih nanti. Padahal, dari 10 kandidat Komisioner KPK yang bakal menjalani fit and proper test di DPR, terdapat sejumlah nama yang dinilai bermasalah.

Agus menuturkan, dalam surat ke Presiden Jokowi, KPK bakal memasukkan mengenai data dan dokumen terkait capim bermasalah. Meski 10 nama kandidat sudah dikirimkan ke DPR, informasi mengenai capim bermasalah tersebut diharapkan dapat menjadi pertimbangan Jokowi terutama terkait kondisi KPK yang disebut Agus sudah berada di ujung tanduk.

“Kami akan tetap menginformasikan, memberi catatan mengenai data yang ada di KPK, dokumen yang ada di KPK mengenai hal tersebut (capim bermasalah),” ujarnya.

Baca Juga:  Gempa 6,9 SR di Laut Samudera Hindia Masuk Kategori Dangkal

Agus menyadari RUU KPK inisiatif DPR tersebut tidak akan mungkin dapat menjadi Undang-Undang jika presiden menolak dan tidak menyetujui RUU tersebut. Hal ini lantaran Undang-undang dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan presiden.

“KPK percaya Presiden akan tetap konsisten dengan pernyataan yang pernah disampaikan bahwa Presiden tidak akan melemahkan KPK. Apalagi saat ini Presiden memiliki sejumlah agenda penting untuk melakukan pembangunan dan melayani masyarakat,” tutur Agus.

Oleh karena itu, Agus menegaskan, polemik revisi UU KPK dan upaya melumpuhkan KPK ini semestinya tidak perlu ada. Sehingga Presiden Joko Widodo dapat fokus pada seluruh rencana yang telah disusun.

“Sehingga KPK berharap Presiden dapat membahas terlebih dulu bersama akademisi, masyarakat dan lembaga terkait untuk memutuskan perlu atau tidaknya merevisi Undang-undang KPK dan KUHP tersebut,” tegasnya.

Untuk diketahui, poin pasal-pasal yang akan direvisi tidak jauh beda dengan yang pernah diusulkan pada 2017 lalu. Perubahannya menyangkut pada beberapa hal, terkait dengan penyadapan, keberadaan dewan pengawas, kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3), serta status kepegawaian KPK yang nantinya akan disebut PNS.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara tegas menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang kini telah menjadi RUU usulan DPR. Pasalnya menurut ketua lembaga antirasuah Agus Rahardjo, terdapat sembilan poin dalam draf RUU tersebut yang akan melemahkan bahkan melumpuhkan kinerja KPK.

Untuk itu, pada Jumat (6/9) besok pagi, KPK bakal mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait revisi UU KPK yang kini akan menjadi RUU usulan DPR tersebut.

- Advertisement -

“Secepat-cepatnya besok pagi kami kirimkan (surat) itu,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (5/9).

Dalam surat itu, kata Agus, KPK meminta Presiden Jokowi untuk tidak tergesa-gesa mengirimkan Surat Presiden (Surpres) ke DPR untuk membahas RUU tersebut. KPK meminta Presiden terlebih dahulu mendengarkan para ahli, akademisi dari berbagai perguruan tinggi dan elemen bangsa lain mengenai revisi UU KPK.

- Advertisement -

“Pak Presiden Mohon betul supaya suara itu didengar. Saya pikir lebih arif dan bijaksana kalau itu dilakukan,” pinta Agus.

Informasi yang beredar menyebut DPR dan pemerintah bakal bergerak cepat membahas dan mengesahkan RUU KPK. Presiden Jokowi disebut akan mengeluarkan Surpres untuk membahas dengan RUU pada Jumat (5/9) besok. Bahkan, pada Selasa (10/9), RUU KPK ini bakal disahkan.

Baca Juga:  Dukung Usulan Ranperda Pendapatan

Namun, saat dikonfirmasi mengenai ini, Agus mengaku belum mengetahuinya. “Saya tidak tahu apakah informasi itu betul, kalau informasi besok (Surpres) dikirim, Selasa (RUU) diketok itu sesuatu yang luar biasa betul,” ucap Agus.

Dikebutnya pembahasan RUU KPK ini bertujuan agar UU KPK yang baru dapat dijalankan oleh pimpinan KPK terpilih nanti. Padahal, dari 10 kandidat Komisioner KPK yang bakal menjalani fit and proper test di DPR, terdapat sejumlah nama yang dinilai bermasalah.

Agus menuturkan, dalam surat ke Presiden Jokowi, KPK bakal memasukkan mengenai data dan dokumen terkait capim bermasalah. Meski 10 nama kandidat sudah dikirimkan ke DPR, informasi mengenai capim bermasalah tersebut diharapkan dapat menjadi pertimbangan Jokowi terutama terkait kondisi KPK yang disebut Agus sudah berada di ujung tanduk.

“Kami akan tetap menginformasikan, memberi catatan mengenai data yang ada di KPK, dokumen yang ada di KPK mengenai hal tersebut (capim bermasalah),” ujarnya.

Baca Juga:  Abraham Samad: Revis Hendak Lumpuhkan KPK

Agus menyadari RUU KPK inisiatif DPR tersebut tidak akan mungkin dapat menjadi Undang-Undang jika presiden menolak dan tidak menyetujui RUU tersebut. Hal ini lantaran Undang-undang dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan presiden.

“KPK percaya Presiden akan tetap konsisten dengan pernyataan yang pernah disampaikan bahwa Presiden tidak akan melemahkan KPK. Apalagi saat ini Presiden memiliki sejumlah agenda penting untuk melakukan pembangunan dan melayani masyarakat,” tutur Agus.

Oleh karena itu, Agus menegaskan, polemik revisi UU KPK dan upaya melumpuhkan KPK ini semestinya tidak perlu ada. Sehingga Presiden Joko Widodo dapat fokus pada seluruh rencana yang telah disusun.

“Sehingga KPK berharap Presiden dapat membahas terlebih dulu bersama akademisi, masyarakat dan lembaga terkait untuk memutuskan perlu atau tidaknya merevisi Undang-undang KPK dan KUHP tersebut,” tegasnya.

Untuk diketahui, poin pasal-pasal yang akan direvisi tidak jauh beda dengan yang pernah diusulkan pada 2017 lalu. Perubahannya menyangkut pada beberapa hal, terkait dengan penyadapan, keberadaan dewan pengawas, kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan (SP3), serta status kepegawaian KPK yang nantinya akan disebut PNS.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari