JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Peristiwa dugaan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya berujung aksi demonstrasi yang terjadi di wilayah Papua dan Papua Barat. Aksi massa yang mulanya berjalan damai tiba-tiba berujung kerusuhan hingga merusak sejumlah fasilitas umum dirusak dan dibakar yang juga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyatakan, sebanyak 48 orang telah ditetapkan menjadi tersangka (TSK) pada peristiwa di Surabaya yang berujung kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Menurutnya, dua orang yang menjadi tersangka diduga telah menyebarluaskan rasa kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA. Mereka ialah Tri Susanti dan Saiful. Sedangkan di Jayapura, 28 orang telah menjadi tersangka, di Manokwari 10 orang, di Sorong tujuh orang, dan Fakfak satu orang tersangka. Total semua tersangka jumlahnya sebanyak 48 orang.
“Di Jayapura, sudah 62 orang diminta keterangan. Sebagian sudah ditahan,” kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (2/9).
Mantan Panglima ABRI di era orde baru itu juga menjelaskan, 48 orang yang menjadi tersangka dalam kasus kerusuhan di Papua diduga melanggar Pasal 170 Ayat 1 KUHP jo Pasal 635 KUHP tentang Pencurian dan Kekerasan.
Sedangkan, dua orang lainnya menjadi tersangka atas dugaan tindak pidana UU ITE dan terbukti menyebarluaskan rasa kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA. Selain itu, lima oknum anggota TNI yang diduga melontarkan serangan verbal berupa kata-kata rasis di Surabaya juga telah dilakukan proses hukum. Bahkan berdasarkan hasil penyelidikan, beberapa di antaranya naik ke tahap proses hukum selanjutnya.
“Penyidikan atas dugaan melakukan tindakan yang merugikan disiplin TNI,” ucap Wiranto.
Diketahui, untuk mengantisipasi terjadinya hal serupa, pemerintah pusat telah menginstruksikan Gubernur Papua dan Papua Barat untuk mengeluarkan maklumat agar untuk tidak melakukan unjuk rasa sementara waktu. Hal ini dilakukan agar tidak lagi adanya demonstrasi yang berujung pada kerusuhan.
“Meminta gubernur Papua agar masyarakat tenang dan berkoordinasi dengan aparat keamanan dalam menyampaikan pendapat,” ujar Wiranto.
Oleh karena itu, Wiranto pun meminta aparat kemanan untuk terus berkoordinasi dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk dapat melakukan cara-cara persuasif dalam menangani masyarakat di Papua.
“Aparat keamanan terus berkoordinasi dengan tokoh-tokoh masyarakat. Kalaupun ada dilaksanakan secara tertib dan tidak merusak,” pungkasnya.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal