PEKANBARU (RiAUPOS.CO) – Kuasa Hukum terdakwa tindak pidana korupsi (tipikor) Andi Putra, Dodi Fernando menyatakan unsur dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak terbukti dalam persidangan. Hal ini menjadi kesimpulan pledoi Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) nonaktif tersebut pada sidang yang digelar di
Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (14/7).
Setidaknya ada dua poin yang membuat Dodi yakin kliennya itu harus bebas. Pertama, uang Rp250 juta yang diserahkan mantan General Manager PT Adimulia Agrolestari (PT AA) adalah pinjaman. Kedua, Dodi juga mempertanyakan uang Rp250 juta yang disebut JPU dalam dakwaan. Karena tidak pernah dimunculkan dalam persidangan sebagai barang bukti (BB).
"Kami berpendapat, unsur dakwaan pertama dan kedua tidak terbukti. Ada fakta-fakta persidangan yang menguatkan hal tersebut. Ada uang yang diserahkan Sudarso (saksi, red), itu adalah pinjaman. Itu dijelaskan oleh Direktur PT AA. Kemudian, Sudarso disebutkan terjaring operasi tangkap tangan (OTT) sepulang mengantarkan uang Rp250 juta, tapi selama persidangan JPU tidak menunjukkan uang itu sebagai BB," kata Dodi.
Senada dengan Dodi, Kuasa Hukum Andi Putra lainnya, Firdaus dalam pembelaan juga menolak bila Sudarso sebagai pihak yang disebut menyuap Andi Putra, maupun Andi Putra sendiri telah terjaring OTT. Karena selama persidangan JPU tidak pernah menunjukkan BB OTT tersebut.
"Itu bukan OTT karena selama persidangan JPU tidak bisa menunjukkan barang bukti OTT. Mereka tidak memperlihatkan BB Rp250 juta itu," ujar Firdaus mengulang kembali kalimat pembelaan bagi Andi Putra ketika ditemui di luar sidang, Kamis (14/7).
Karena dakwaan tidak terbukti, kuasa hukum meminta Andi Putra dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Mereka juga meminta agar Bupati Kuansing nonaktif tersebut dikembalikan harkat martabatnya.
Usai pembacaan pledoi, Ketua Majelis Hakim Dahlan bertanya kepada JPU apakah akan menanggapi pledoi tersebut. JPU kemudian meminta waktu sepekan kepada majelis hakim untuk membuat tanggapan tersebut. Hakim lalu menunda sidang hingga Selasa (19/7) pekan depan.
Sebelumnya, dalam surat dakwaannya, JPU KPK mendakwa Andi Putra telah menerima uang sebesar Rp500 juta dari total Rp1,5 miliar yang dijanjikan. Uang itu diberikan General Manager (GM) PT AA Sudarso, berkaitan dengan izin Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan tersebut.
Andi Putra sebagai Bupati Kuansing saat itu, dalam perkara ini disebutkan berkuasa dan berwenang mengeluarkan surat rekomendasi persetujuan penempatan lokasi kebun kemitraan paling sedikit 20 persen.
Lokasi plasma yang berada di Kampar membuat PT AA yang sebagian kebunnya berada di Kuansing ingin menghindari kewajiban tersebut. Uang suap itu diduga supaya perusahaan tidak perlu lagi membangun kebun kemitraan yang menjadi syarat keluarnya HGU.
Penetapan tersangka Andi Putra sendiri merupakan pengembangan dari penangkapan terhadap GM PT AA pada 18 Oktober 2021 lalu. Sudarso ditangkap beberapa saat setelah bertemu dengan Andi Putra di Telukkuantan, Kabupaten Kuansing. Usai Sudarso tertangkap, KPK sempat melakukan pengejaran terhadap Andi Putra, namun yang bersangkutan lari dengan cara mengganti pelat kendaraannya. Beberapa hari kemudian akhirnya Andi Putra menyerah, lalu ditetapkan sebagai tersangka.
JPU mendakwa Andi Putra melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sementara itu, dalam perkara ini, majelis hakim sebelumnya juga sudah menjatuhkan vonis 2 tahun penjara terhadap GM PT AA, Sudarso. Dia dinyatakan terbukti bersalah memberikan suap Rp500 juta kepada Andi Putra.(end)