Senin, 7 April 2025
spot_img

Baja Indonesia Diburu Pabrikan Eropa

SURABAYA (RIAUPOS.CO) – Krisis geopolitik di kawasan Eropa Timur memberikan efek yang beragam bagi ekonomi Indonesia. Di industri baja, permintaan ke benua biru meningkat. Perusahaan di Eropa mencari bahan baku sampai ke tanah air.

Direktur PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDS) Hadi Sutjipto menyatakan, pihaknya baru saja mengirimkan 15 ribu ton pelat baja ke Eropa. Ekspor tersebut terdiri atas 10 ribu ton tujuan Jerman dan 5 ribu ton tujuan Spanyol. Nilainya mencapai USD 17 juta. ‘’Ini menjadi momentum penting bagi kami. Karena di saat baru bangkit, akhirnya kami bisa mendapatkan tujuan ekspor baru," paparnya dalam pelepasan ekspor Eropa, kemarin.

Terakhir, perseroan melakukan ekspor ke benua biru pada 2002. Setelah itu, GDS tidak bisa menjual produk baja ke wilayah tersebut karena regulasi yang dikeluarkan Uni Eropa.

Baca Juga:  Gas Safety Technology pada Modena Energia BH 5725 LK, Memasak Semakin Aman

Menurut Hadi, faktor utama terbukanya pasar Eropa di industri baja adalah perang yang terjadi antara Ukraina dan Rusia. Sebab, dua negara tersebut merupakan pemasok baja besar di level global. "Biasanya, ekspor kami hanya ke wilayah Singapura atau Malaysia. Rata-rata nilainya 800–900 ribu dolar AS per tahun," jelasnya.

Selama pandemi, dia menyatakan, utilitas pabriknya anjlok hingga 49 persen. Namun, penambahan ekspor tersebut membuat utilitas produksi terkerek ke angka 56 persen.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim Isdarmawan Asrikan menyatakan, efek invasi Rusia ke Ukraina memang berhasil membuka keran ekspor baja untuk pasar Eropa. "Namun, efek positif tersebut tak terjadi di semua sektor," tuturnya.

Baca Juga:  150 Ribu Bibit Sawit Unggul PTPN V Ludes Terjual

Industri pengolahan yang mengandalkan impor dari dua negara tersebut juga ikut menderita. Misalnya, produsen pupuk dan produk kimia. "Kinerja ekspor Jatim awal tahun ini mulai membaik seiring biaya ocean freight yang mulai berkurang. Pengiriman ke Amerika Serikat dari dulunya 20 ribu dolar AS per kontainer, sekarang sudah 15 ribu dolar AS," ujarnya.(bil/c12/dio/jpg)

 

SURABAYA (RIAUPOS.CO) – Krisis geopolitik di kawasan Eropa Timur memberikan efek yang beragam bagi ekonomi Indonesia. Di industri baja, permintaan ke benua biru meningkat. Perusahaan di Eropa mencari bahan baku sampai ke tanah air.

Direktur PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDS) Hadi Sutjipto menyatakan, pihaknya baru saja mengirimkan 15 ribu ton pelat baja ke Eropa. Ekspor tersebut terdiri atas 10 ribu ton tujuan Jerman dan 5 ribu ton tujuan Spanyol. Nilainya mencapai USD 17 juta. ‘’Ini menjadi momentum penting bagi kami. Karena di saat baru bangkit, akhirnya kami bisa mendapatkan tujuan ekspor baru," paparnya dalam pelepasan ekspor Eropa, kemarin.

Terakhir, perseroan melakukan ekspor ke benua biru pada 2002. Setelah itu, GDS tidak bisa menjual produk baja ke wilayah tersebut karena regulasi yang dikeluarkan Uni Eropa.

Baca Juga:  Gas Safety Technology pada Modena Energia BH 5725 LK, Memasak Semakin Aman

Menurut Hadi, faktor utama terbukanya pasar Eropa di industri baja adalah perang yang terjadi antara Ukraina dan Rusia. Sebab, dua negara tersebut merupakan pemasok baja besar di level global. "Biasanya, ekspor kami hanya ke wilayah Singapura atau Malaysia. Rata-rata nilainya 800–900 ribu dolar AS per tahun," jelasnya.

Selama pandemi, dia menyatakan, utilitas pabriknya anjlok hingga 49 persen. Namun, penambahan ekspor tersebut membuat utilitas produksi terkerek ke angka 56 persen.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim Isdarmawan Asrikan menyatakan, efek invasi Rusia ke Ukraina memang berhasil membuka keran ekspor baja untuk pasar Eropa. "Namun, efek positif tersebut tak terjadi di semua sektor," tuturnya.

Baca Juga:  HUT Pekanbaru, RS Awal Bros Serahkan Obat-obatan dan Vitamin untuk Warga

Industri pengolahan yang mengandalkan impor dari dua negara tersebut juga ikut menderita. Misalnya, produsen pupuk dan produk kimia. "Kinerja ekspor Jatim awal tahun ini mulai membaik seiring biaya ocean freight yang mulai berkurang. Pengiriman ke Amerika Serikat dari dulunya 20 ribu dolar AS per kontainer, sekarang sudah 15 ribu dolar AS," ujarnya.(bil/c12/dio/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

Baja Indonesia Diburu Pabrikan Eropa

SURABAYA (RIAUPOS.CO) – Krisis geopolitik di kawasan Eropa Timur memberikan efek yang beragam bagi ekonomi Indonesia. Di industri baja, permintaan ke benua biru meningkat. Perusahaan di Eropa mencari bahan baku sampai ke tanah air.

Direktur PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDS) Hadi Sutjipto menyatakan, pihaknya baru saja mengirimkan 15 ribu ton pelat baja ke Eropa. Ekspor tersebut terdiri atas 10 ribu ton tujuan Jerman dan 5 ribu ton tujuan Spanyol. Nilainya mencapai USD 17 juta. ‘’Ini menjadi momentum penting bagi kami. Karena di saat baru bangkit, akhirnya kami bisa mendapatkan tujuan ekspor baru," paparnya dalam pelepasan ekspor Eropa, kemarin.

Terakhir, perseroan melakukan ekspor ke benua biru pada 2002. Setelah itu, GDS tidak bisa menjual produk baja ke wilayah tersebut karena regulasi yang dikeluarkan Uni Eropa.

Baca Juga:  150 Ribu Bibit Sawit Unggul PTPN V Ludes Terjual

Menurut Hadi, faktor utama terbukanya pasar Eropa di industri baja adalah perang yang terjadi antara Ukraina dan Rusia. Sebab, dua negara tersebut merupakan pemasok baja besar di level global. "Biasanya, ekspor kami hanya ke wilayah Singapura atau Malaysia. Rata-rata nilainya 800–900 ribu dolar AS per tahun," jelasnya.

Selama pandemi, dia menyatakan, utilitas pabriknya anjlok hingga 49 persen. Namun, penambahan ekspor tersebut membuat utilitas produksi terkerek ke angka 56 persen.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim Isdarmawan Asrikan menyatakan, efek invasi Rusia ke Ukraina memang berhasil membuka keran ekspor baja untuk pasar Eropa. "Namun, efek positif tersebut tak terjadi di semua sektor," tuturnya.

Baca Juga:  PGN Group Dorong Industri Manfaatkan Gas Alam

Industri pengolahan yang mengandalkan impor dari dua negara tersebut juga ikut menderita. Misalnya, produsen pupuk dan produk kimia. "Kinerja ekspor Jatim awal tahun ini mulai membaik seiring biaya ocean freight yang mulai berkurang. Pengiriman ke Amerika Serikat dari dulunya 20 ribu dolar AS per kontainer, sekarang sudah 15 ribu dolar AS," ujarnya.(bil/c12/dio/jpg)

 

SURABAYA (RIAUPOS.CO) – Krisis geopolitik di kawasan Eropa Timur memberikan efek yang beragam bagi ekonomi Indonesia. Di industri baja, permintaan ke benua biru meningkat. Perusahaan di Eropa mencari bahan baku sampai ke tanah air.

Direktur PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDS) Hadi Sutjipto menyatakan, pihaknya baru saja mengirimkan 15 ribu ton pelat baja ke Eropa. Ekspor tersebut terdiri atas 10 ribu ton tujuan Jerman dan 5 ribu ton tujuan Spanyol. Nilainya mencapai USD 17 juta. ‘’Ini menjadi momentum penting bagi kami. Karena di saat baru bangkit, akhirnya kami bisa mendapatkan tujuan ekspor baru," paparnya dalam pelepasan ekspor Eropa, kemarin.

Terakhir, perseroan melakukan ekspor ke benua biru pada 2002. Setelah itu, GDS tidak bisa menjual produk baja ke wilayah tersebut karena regulasi yang dikeluarkan Uni Eropa.

Baca Juga:  Kanwil DJBC Riau dan IZI Berbagi Paket Sembako di Kelurahan Cinta Raja

Menurut Hadi, faktor utama terbukanya pasar Eropa di industri baja adalah perang yang terjadi antara Ukraina dan Rusia. Sebab, dua negara tersebut merupakan pemasok baja besar di level global. "Biasanya, ekspor kami hanya ke wilayah Singapura atau Malaysia. Rata-rata nilainya 800–900 ribu dolar AS per tahun," jelasnya.

Selama pandemi, dia menyatakan, utilitas pabriknya anjlok hingga 49 persen. Namun, penambahan ekspor tersebut membuat utilitas produksi terkerek ke angka 56 persen.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim Isdarmawan Asrikan menyatakan, efek invasi Rusia ke Ukraina memang berhasil membuka keran ekspor baja untuk pasar Eropa. "Namun, efek positif tersebut tak terjadi di semua sektor," tuturnya.

Baca Juga:  PT Bank Mestika Dharma Tbk Cabang Pekanbaru Gelar Donor Darah

Industri pengolahan yang mengandalkan impor dari dua negara tersebut juga ikut menderita. Misalnya, produsen pupuk dan produk kimia. "Kinerja ekspor Jatim awal tahun ini mulai membaik seiring biaya ocean freight yang mulai berkurang. Pengiriman ke Amerika Serikat dari dulunya 20 ribu dolar AS per kontainer, sekarang sudah 15 ribu dolar AS," ujarnya.(bil/c12/dio/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari