JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Koalisi Kawal Capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuding ada beberapa anggota panitia seleksi (pansel) capim KPK yang memiliki konflik kepentingan. Dua diantaranya adalah Indriyanto Seno Adji dan Hendardi
Itu diungkapkan oleh Anggota koalisi yang juga Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. Menurutnya selain kedua nama itu, Yenti Ganarsih juga sebagai Ketua Pansel Capim KPK juga diduga memiliki konflik kepentingan.
Pasalnya, Yenti Ganarsih tercatat sebagai tenaga ahli Bareskrim dan Kalemdikpol pada 2018 lalu. Oleh karenanya, Asfina menegaskan, presiden beserta anggota pansel lainnya perlu menelusuri hal ini lebih dalam.
“Karena kalau ini dibiarkan tidak hanya cacat secara moral tapi juga cacat secara hukum,” kata Asfinawati di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Ahad (25/8).
Kemudian, soal Indriyanto Seno Adji dan Hendardi. Di dalam sebuah pernyataan kepada publik yang sudah tersiar, Hendardi sendiri mengakui bahwa dirinya adalah penasihat ahli kepala Kepolisian RI bersama dengan Indriyanto Seno Adji.
“Sekarang kedua-duanya adalah anggota pansel," kata Asfinawati di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Ahad (25/8).
Berdasarkan Peraturan Kepala (Perkap) Kepolisian No. 1 Tahun 2017 yang berbunyi, penasihat ahli Kapolri saat menjalankan tugasnya mendapatkan upah dan fasilitas lainnya setingkat dengan eselon 1B atau Inspektur Jenderal.
“Jadi kita semua tahu kontrak kerja artinya ada hubungan kerja, kalau ada hubungan kerja, maka ada hak dan kewajiban, dan seperti ayat yang lainnya, ada uang yang diberikan atas dasar kontrak kerja tersebut,” ungkap Asfinawati.
Atas dasar tersebut, Koalisi Kawal Capim KPK mendesak presiden beserta anggota pansel lainnya untuk melakukan evaluasi dan memberikan kejelasan mengenai permasalahan ini.
Menanggapi pernyataan ini, anggota Pansel Capim KPK Hendardi membantah tudingan bahwa pihaknya memiliki konflik kepentingan dengan sosok Capim KPK dari institusi Polri. Menurutnya, pernyataan konflik kepentingan yang dilontarkan oleh Koalisi Kawal Capim KPK hanyalah bentuk opini tanpa bisa dibuktikan kebenarannya.
“Biar saja. Tidak saya pikirin. Dari awal dibentuk mereka sudah nyinyir begitu. Malah kelihatan punya kepentingan yang tidak sampai, makanya tuduh kiri-kanan,” ucap Hendardi.
Direktur SETARA Institute naik pitam mendengar pernyataan soal konflik of interest tersebut. Menurutnya, pembentukan integritas dirinya tidak hanya dibentuk sejak diangkat menjadi penasihat dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Tetapi, sejak dulu kala sebelum mendapatkan kepercayaan posisi tersebut.
“Memangnya integritas saya dibangun hanya beberapa tahun ini sejak saya jadi penasihat ahli Kapolri? Terlalu simplistik. Integritas saya dibangun lebih dari tiga dasawarsa sejak saya jadi pimpinan mahasiswa. Mungkin sebagian dari mereka masih menyusu,” papar Hendardi.
Hendardi juga menyatakan, dirinya bersama Indriyanto sudah memiliki jabatan di dalam institusi Polri sejak zaman Korps Bhayangkara dipimpin oleh Badrodin Haiti. Bukan mulai kepemimpinan Jenderal Tito Karnavian sebagai Kapolri.
“Catatan saya menjadi Penasehat Ahli Kapolri sejak masa kepemimpinan Jend. Pol. Badrodin Haiti sampai sekarang. Bukan merupakan organ struktural Polri tapi hanya semacam think-tank untuk Kapolri dan Wakapolri. Anggotanya sebagian besar Professor dan Doktor serta Purnawirawan Jenderal Polisi dari berbagai disiplin ilmu dan keahlian,” tegas Hendardi.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Erizal