JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual di Senayan terus berjalan. Sejak awal pembahasan, dinamika mewarnai perumusan RUU yang diharapkan bisa menjadi payung hukum untuk melindungi seluruh masyarakat dari kekerasan seksual.
DPR masih mematangkan pembahasan Daftar Inventaris Masalah (DIM) sebelum nantinya dibahas dalam rapat pleno Badan Legislatif.
Aktivis Perempuan Mahardhika, Vivi Widyawati dari Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban (JPHPK) menyatakan, dari awal pembahasan, RUU ini memang sangat dinamis dan banyak mengalami capaian. Walau masih ada beberapa yang diperjuangkan lagi, namun saat ini sudah terdapat 7 (8 -red) bentuk kekerasan seksual yang sebelumnya hanya ada 5 bentuk kekerasan seksual.
"Yang dulu 5 pasal, sekarang sudah ada tambahan 2 pasal baru, yaitu pasal perbudakan seksual dan pemaksaan perkawinan, ini sebuah capaian yang progresif," kata Vivi Widyawati dalam keterangan resminya, Selasa (5/4/2022).
Vivi berharap tim perumus bisa memperdalam pembahasan dan jangan terburu-buru.
Sementara itu, Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI), Titi Anggraini turut mengapresiasi komitmen dan kerja keras DPR untuk menuntaskan RUU TPKS. Titi melihat perkembangan positif berupa diakomodirnya substansi yang cukup progresif dan menunjukkan keberpihakan pada korban.
"Diperluasnya ruang lingkup kekerasan seksual dari semula 5 bentuk menjadi lebih lengkap cakupannya, dimasukannya korporasi sebagai pelaku, serta pengakuan terhadap pendamping korban secara eksplisir merupakan perkembangan positif dari dinamika pembahasan RUU TPKS," kata Titi Anggraini, kemarin.
Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS menyepakati delapan jenis kekerasan seksual. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 4 Ayat 1 RUU TPKS. Pasal 4 Ayat 1 berbunyi,
"Tindak pidana kekerasan seksual terdiri atas pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi; dan pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, perbudakan seksual, dan pelecehan seksual berbasis elektronik," terangnya.
Ketua DPR RI Puan Maharani dalam acara audiensi dengan para aktivis yang mengawal RUU TPKS (12/01/2022) lalu mengatakan, dirinya menyadari banyak pihak mempertanyakan mengapa RUU TPKS tak kunjung disahkan. Puan menekankan tak ada upaya-upaya penjegalan, tetapi RUU TPKS perlu melewati beragam mekanisme dan pertimbangkan untuk dapat diselesaikan. Puan menambahkan RUU TPKS dibahas dengan landasan mekanisme yang ada.
“Saya kan yang juga ada di depan meminta supaya RUU TPKS ini bisa segera dibahas. Tapi ya saya juga tidak mau menerjang atau kemudian melompati mekanisme yang ada," pungkasnya.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: E Sulaiman