Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Pelaku Rudapaksa Belasan Santriwati Dihukum Mati

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pengadilan Tinggi Bandung memvonis mati terdakwa kasus rudapaksa belasan santri di Bandung, Jawa Barat. Dalam sidang yang dilaksanakan secara terbuka, Senin (4/4), majelis hakim menerima banding yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Hukuman penjara seumur hidup yang diputus oleh Pengadilan Negeri Bandung diperberat menjadi hukuman mati.

Vonis tersebut diketok oleh hakim ketua Herri Swantoro, hakim anggota Yuli Heryati dan Nur Aslam Bustaman. Dalam keterangan resmi yang diterima oleh  Jawa Pos (JPG) majelis hakim menegaskan bahwa tidak ada hal yang dapat meringankan hukuman untuk terdakwa. Sehingga majelis hakim tidak ragu menerima banding JPU dan memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Bandung bernomor 989/ Pid.Sus/2022/PN.Bdg.

Dalam putusan itulah majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung menghukum Herry dengan penjara seumur hidup. Putusan itu pula yang diubah oleh Pengadilan Tinggi Bandung. "Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," bunyi amar tersebut. Tidak hanya itu, majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung juga meminta Herry tetap ditahan. Kemudian membebankan restitusi kepada terdakwa. Total nilai restitusi Rp331.527.186. Restitusi lebih dari Rp300 juta itu diperuntukan bagi 12 korban.

Majelis hakim menyebutkan bahwa nilai restitusi sudah melalui pertimbangan dan penghitungan kerugian korban yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Selain membebankan restitusi kepada Herry, majelis hakim memerintahkan agar harta atau aset milik terdakwa dirampas. Harta dan aset itu kemudian dilelang dan hasilnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Jawa Barat.

Baca Juga:  Banyak Peminat Truk Listrik Versi Produksi eCanter hanya Pajangan

Oleh Pemerintah Daerah Jawa Barat, lanjut majelis hakim, hasil lelang harta dan aset tersebut digunakan untuk biaya pendidikan dan kebutuhan hidup korban dan bayi korban. "Hingga mereka dewasa atau menikah," beber majelis hakim. Adapun jumlah bayi dari 12 korban rudapaksa Herry sebanyak sembilan orang. Lewat putusan kemarin, perawatan sembilan bayi tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah Jawa Barat.

Namun demikian, penyerahan itu harus seizin keluarga korban. Tidak hanya itu, Pemerintah Daerah Jawa Barat juga diperintahkan melakukan evaluasi secara berkala. Jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa para korban sudah siap secara mental dan kejiwaan, perawatan sembilan bayi tersebut boleh dikembalikan kepada masing-masing korban. Atas putusan tersebut, sejumlah pihak menyampaikan apresiasi kepada majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana menyatakan bahwa pihaknya menghormati putusan tersebut. "Dan mengapresiasi (jaksa) penuntut umum karena  tuntutan dan pertimbangan hukumnya telah diakomodir dalam putusan," beber dia saat diwawancarai oleh Jawa Pos. Selanjutnya, Kejagung menunggu respons terdakwa atas putusan tersebut. "Menerima atau memutuskan banding," sambungnya.

Baca Juga:  Istana Santai Tanggapi Wacana Referendum Aceh

Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyampaikan bahwa sejak Pengadilan Negeri Bandung membacakan putusan untuk Herry WIrawan, pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan berbagai pihak. Termasuk komunikasi dengan Pengadilan Tinggi Bandung dan terdakwa. "Dari komunikasi dengan Herry Wirawan, dia menyatakan bersedia membayar restitusi," ungkap Edwin. Berdasar perhitungan LPSK, harta dan aset terdakwa cukup untuk membayar restitusi bagi para korban.

Menurut Edwin, Herry juga sudah menyampaikan kepada LPSK bakal bertanggung jawab. "Kepada LPSK dia sudah membuat surat tertulis asetnya apa saja dan nilai-nilai yang dibayarkan kepada para korban," beber dia. Sebelumnya, banyak pihak mempertanyakan putusan Pengadilan Negeri Bandung yang menyerahkan tanggung jawab restitusi kepada pemerintah. Sebab, restitusi memang menjadi kewajiban terdakwa. Bukan kewajiban pemerintah.

terkait dengan vonis hukuman mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung, LPSK menyatakan bahwa hal itu merupakan ranah majelis hakim. Pihaknya tidak ingin terlalu jauh mengomentari hal tersebut. Bahwa dalam komunikasi yang dilakukan LPSK memberikan sejumlah contoh kasus kepada Pengadilan Tinggi Bandung, itu tidak terkait dengan putusan yang dibacakan kemarin. "Yang jelas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku, itulah yang diluruskan oleh Pengadilan Tinggi Bandung," tegas Edwin.(syn/mia/jpg)

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pengadilan Tinggi Bandung memvonis mati terdakwa kasus rudapaksa belasan santri di Bandung, Jawa Barat. Dalam sidang yang dilaksanakan secara terbuka, Senin (4/4), majelis hakim menerima banding yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum (JPU). Hukuman penjara seumur hidup yang diputus oleh Pengadilan Negeri Bandung diperberat menjadi hukuman mati.

Vonis tersebut diketok oleh hakim ketua Herri Swantoro, hakim anggota Yuli Heryati dan Nur Aslam Bustaman. Dalam keterangan resmi yang diterima oleh  Jawa Pos (JPG) majelis hakim menegaskan bahwa tidak ada hal yang dapat meringankan hukuman untuk terdakwa. Sehingga majelis hakim tidak ragu menerima banding JPU dan memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Bandung bernomor 989/ Pid.Sus/2022/PN.Bdg.

- Advertisement -

Dalam putusan itulah majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung menghukum Herry dengan penjara seumur hidup. Putusan itu pula yang diubah oleh Pengadilan Tinggi Bandung. "Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," bunyi amar tersebut. Tidak hanya itu, majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung juga meminta Herry tetap ditahan. Kemudian membebankan restitusi kepada terdakwa. Total nilai restitusi Rp331.527.186. Restitusi lebih dari Rp300 juta itu diperuntukan bagi 12 korban.

Majelis hakim menyebutkan bahwa nilai restitusi sudah melalui pertimbangan dan penghitungan kerugian korban yang dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Selain membebankan restitusi kepada Herry, majelis hakim memerintahkan agar harta atau aset milik terdakwa dirampas. Harta dan aset itu kemudian dilelang dan hasilnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Jawa Barat.

- Advertisement -
Baca Juga:  Dari Limbah Perca, Jadi Tanjak Bernilai Jual

Oleh Pemerintah Daerah Jawa Barat, lanjut majelis hakim, hasil lelang harta dan aset tersebut digunakan untuk biaya pendidikan dan kebutuhan hidup korban dan bayi korban. "Hingga mereka dewasa atau menikah," beber majelis hakim. Adapun jumlah bayi dari 12 korban rudapaksa Herry sebanyak sembilan orang. Lewat putusan kemarin, perawatan sembilan bayi tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah Jawa Barat.

Namun demikian, penyerahan itu harus seizin keluarga korban. Tidak hanya itu, Pemerintah Daerah Jawa Barat juga diperintahkan melakukan evaluasi secara berkala. Jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa para korban sudah siap secara mental dan kejiwaan, perawatan sembilan bayi tersebut boleh dikembalikan kepada masing-masing korban. Atas putusan tersebut, sejumlah pihak menyampaikan apresiasi kepada majelis hakim Pengadilan Tinggi Bandung.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana menyatakan bahwa pihaknya menghormati putusan tersebut. "Dan mengapresiasi (jaksa) penuntut umum karena  tuntutan dan pertimbangan hukumnya telah diakomodir dalam putusan," beber dia saat diwawancarai oleh Jawa Pos. Selanjutnya, Kejagung menunggu respons terdakwa atas putusan tersebut. "Menerima atau memutuskan banding," sambungnya.

Baca Juga:  Istana Santai Tanggapi Wacana Referendum Aceh

Sementara itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyampaikan bahwa sejak Pengadilan Negeri Bandung membacakan putusan untuk Herry WIrawan, pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan berbagai pihak. Termasuk komunikasi dengan Pengadilan Tinggi Bandung dan terdakwa. "Dari komunikasi dengan Herry Wirawan, dia menyatakan bersedia membayar restitusi," ungkap Edwin. Berdasar perhitungan LPSK, harta dan aset terdakwa cukup untuk membayar restitusi bagi para korban.

Menurut Edwin, Herry juga sudah menyampaikan kepada LPSK bakal bertanggung jawab. "Kepada LPSK dia sudah membuat surat tertulis asetnya apa saja dan nilai-nilai yang dibayarkan kepada para korban," beber dia. Sebelumnya, banyak pihak mempertanyakan putusan Pengadilan Negeri Bandung yang menyerahkan tanggung jawab restitusi kepada pemerintah. Sebab, restitusi memang menjadi kewajiban terdakwa. Bukan kewajiban pemerintah.

terkait dengan vonis hukuman mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung, LPSK menyatakan bahwa hal itu merupakan ranah majelis hakim. Pihaknya tidak ingin terlalu jauh mengomentari hal tersebut. Bahwa dalam komunikasi yang dilakukan LPSK memberikan sejumlah contoh kasus kepada Pengadilan Tinggi Bandung, itu tidak terkait dengan putusan yang dibacakan kemarin. "Yang jelas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku, itulah yang diluruskan oleh Pengadilan Tinggi Bandung," tegas Edwin.(syn/mia/jpg)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari