JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Meskipun belum ada kepastian kuota haji 2022 dari Arab Saudi, pemerintah bersama DPR mulai membahas biaya haji tahun ini. Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan biaya haji 2022 yang ditanggung jamaah (direct cost) Rp45 jutaan per orang. Dibandingkan haji di situasi normal, biaya itu lebih mahal Rp10 jutaan.
Seperti diketahui, kali terakhir haji digelar dalam situasi normal (sebelum pandemi Covid-19) pada 2019. Saat itu rata-rata biaya haji sekitar Rp35,2 juta/orang. Setelah itu, pada 2020 dan 2021, pemerintah tidak mengirimkan jemaah haji karena tidak mendapatkan kuota dari Arab Saudi. Pemerintah Saudi melaksanakan haji hanya untuk warganya dan ekspatriat di sana.
Usulan ongkos haji 2022 itu disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat bersama Komisi VIII DPR kemarin (16/2). Yaqut mengikuti rapat tersebut secara virtual karena adanya pembatasan di tengah merebaknya Covid-19 di Jakarta.
"Anggaran operasional haji Rp45.053.368 per jamaah untuk haji reguler," terangnya. Biaya yang dibebankan kepada jamaah itu meliputi biaya penerbangan, biaya hidup atau living cost, akomodasi di Makkah dan Madinah, serta biaya visa dan tes swab PCR di Arab Saudi.
Yaqut menjelaskan, persiapan teknis penyelenggaraan haji dimulai dengan perjanjian bersama (memorandum of understanding/MoU) antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi. "(MoU) juga untuk memperoleh kuota haji," ucapnya.
Namun, lanjut Yaqut, sampai saat ini belum ada pembahasan MoU penyelenggaraan haji 2022 antara Indonesia dan Saudi. Padahal, waktu yang tersisa untuk persiapan penyelenggaraan haji makin pendek. Menurut perhitungannya, waktu persiapan penyelenggaraan haji tinggal 3 bulan 15 hari. Dengan asumsi kondisi normal tidak ada pandemi, seharusnya tahun ini jamaah mulai diterbangkan ke Saudi pada 5 Juni.
Dalam kesempatan itu, Yaqut juga menyampaikan pengisian kuota haji 2022 jika nanti jadi diberangkatkan. Dia menegaskan, jamaah yang berhak mengisi kuota haji tahun ini adalah calon jamaah yang berhak berangkat 2020. Sedangkan opsi kuotanya, Kemenag menyiapkan tiga skenario. Yaitu kuota penuh 100 persen seperti 2019, kuota sebagian, atau tidak mendapatkan kuota seperti dua tahun terakhir.
Pengamat haji dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dadi Darmadi mengomentari kenaikan ongkos haji tersebut. "Kenaikan ini pastinya sudah melalui perhitungan oleh tim di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag," katanya.
Untuk itu, meskipun dibandingkan kondisi normal ada kenaikan sekitar Rp10 juta, Dadi berharap tidak perlu dibuat heboh. Menurut dia, masyarakat pasti bisa memakluminya.
Dadi menegaskan, biaya haji di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang tidak mungkin sama dengan kondisi normal. Sebab, ada ketentuan-ketentuan khusus yang menyertai dan menimbulkan biaya tambahan. Misalnya, ada kewajiban tes swab PCR di Indonesia maupun setiba di Saudi. Kemudian, ada aturan pembatasan pengisian kamar hotel selama di Makkah dan Madinah. Belum lagi kapasitas bus di Saudi yang dibatasi supaya bisa menerapkan jaga jarak.
Waktu yang tersisa saat ini, tutur Dadi, masih cukup untuk mempersiapkan haji. Dia berharap Kemenag bisa membuat antisipasi-antisipasi khusus. Dengan demikian, ketika Saudi memberikan kuota dalam waktu yang mepet dengan pelaksanaan haji, pemerintah tetap siap memberangkatkan jamaah.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi