JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Persoalan pembayaran utang anak usaha Lapindo Brantas Inc (LBI), yaitu PT Lapindo Minarak Jaya (LMJ), kepada pemerintah belum menemui titik terang. Baru-baru ini Lapindo malah mengirim surat ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menanyakan soal kewajibannya.
Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu Rionald Silaban menyebutkan, dalam surat itu Lapindo mempertanyakan besaran utang dana talangan yang harus mereka lunasi. ’’Memang yang bersangkutan itu sudah kirim surat terkait dengan bagaimana mereka melunasi kewajibannya,” ujar Rionald pada Jumat (16/7).
Pihaknya sudah membalas surat tersebut. Meski tak memerinci nilai utang itu, yang jelas Lapindo harus melunasi kewajibannya. ’’Nah, ini soal nilai. Kami sudah membalas bahwa menurut kami adalah nilai yang sudah dibebankan kepada pemerintah itulah yang seyogianya menjadi tanggung jawab,” jelas Rionald.
Sebelumnya, pemerintah mencatat total utang perusahaan Lapindo Brantas dan Minarak Lapindo Jaya hingga akhir 2019 sebesar Rp1,9 triliun. Utang itu terdiri atas utang pokok senilai Rp773,38 miliar, denda Rp981,42 miliar, dan bunga Rp163,95 miliar. Terakhir, Lapindo tercatat baru membayar utang kepada pemerintah Rp5 miliar. Utang tersebut terkait dana talangan yang digelontorkan perseroan untuk warga yang terdampak semburan lumpur Lapindo.
Sebelumnya, mantan Dirjen Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata mengupayakan agar Lapindo bisa memenuhi kewajiban pembayaran utang secara tunai. Namun, dia tidak menutup kemungkinan jika perusahaan menghendaki pembayaran utang melalui aset. Bila Lapindo memilih untuk membayar utang dengan penyerahan aset, pemerintah akan melakukan perhitungan valuasi dari aset yang ditawarkan.
Menurut Isa, pihak Lapindo menawarkan aset pada wilayah yang terdampak kebocoran lumpur. ’’Yang selalu kami minta pembayaran tunai. Itu tetap jadi opsi utama bagi kami, tapi kami melihat opsi lain yang mungkin bisa mereka pakai untuk melunasi kewajibannya,” jelasnya.(dee/c6/oni/jpg)