Senin, 7 April 2025
spot_img

Stok Cabai Perlu Cold Storage

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sebagai komoditas yang pasokan dan harganya fluktuatif, cabai perlu mendapatkan perhatian khusus. Terutama menjelang Idulfitri seperti sekarang. Pemerintah perlu punya strategi manajemen untuk mengendalikan pasokan cabai. Salah satu alternatifnya adalah cold storage atau gudang berpendingin.

"Ketersediaannya yang fluktuatif serta tidak realistisnya impor cabai segar untuk menjaga kestabilan harga menjadikan cold storage sebagai solusi," ujar Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Arumdriya Murwani, Rabu (5/5).

Menurut Arum, sapaan Arumdriya, harga cabai rawit berfluktuasi mengikuti masa panen. Biasanya bisa sampai terjadi enam kali perubahan harga dalam setahun. Harga tinggi umumnya terjadi pada jeda antar-masa tanam, yaitu pada November–Februari. Namun, harga juga sering anjlok saat terjadi surplus pasokan pada masa panen raya.

Arum menjelaskan, Indonesia perlu pendekatan yang menyeluruh atas tata kelola pangan. Salah satunya mempertimbangkan preferensi masyarakat pada cabai rawit segar. "Selain sifat cabai yang rentan busuk, kerangka impor pangan yang berbelit-belit juga menambah risiko keluarnya kebijakan impor yang tidak mampu menjawab kebutuhan pasar Indonesia," bebernya.

Baca Juga:  BI Imbau Masyarakat Cinta, Bangga dan Paham Rupiah

Sistem penyimpanan yang modern dan infrastruktur rantai dingin yang memadai, terang Arum, akan memperpanjang umur cabai rawit. Dengan demikian, harganya pun relatif bisa dikendalikan. "Sayangnya, kapasitas sistem penyimpanan dan lemari pendingin di Indonesia belum memadai," ucapnya.

Laporan ERIA (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia) menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan ruang penyimpanan dingin di Indonesia pada 2018 mencapai 17,6 juta ton per tahun. Namun, saat ini kapasitas yang ada hanya mampu menampung 370 ribu ton per tahun.

Arum menyebutkan bahwa kurangnya kapasitas ruang atau gudang pendingin di Indonesia turut meningkatkan risiko membusuknya komoditas pangan. "Pemerintah perlu berinvestasi pada gudang pendingin yang modern untuk memperpanjang masa simpan stok cabai rawit," tegasnya.

Baca Juga:  Pertama Kali Ditaja, Kolaborasi Seni dan Ekonomi Kreatif dalam Iven "Bandaraya Ekraf Festival 2020" di Mal SKA

Sementara itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengaku telah mulai mengujicobakan sistem penyimpanan controlled atmosphere storage (CAS). Itu akan mampu memperpanjang masa simpan produk komoditas hortikultura sekitar tiga sampai enam bulan. Namun, alat tersebut sementara ini baru berfungsi optimal untuk bawang putih dan bawang merah. 

"Ini sudah jalan, tapi dipakainya buat bawang. Karena kalau pakai bawang, bawang merah terutama, ada penyusutannya. Tapi enggak banyak. Kalau cabai katanya bertahan memang. Tapi begitu dikeluarkan menyusut," ungkap Lutfi. (agf/c9/hep/jpg)
 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sebagai komoditas yang pasokan dan harganya fluktuatif, cabai perlu mendapatkan perhatian khusus. Terutama menjelang Idulfitri seperti sekarang. Pemerintah perlu punya strategi manajemen untuk mengendalikan pasokan cabai. Salah satu alternatifnya adalah cold storage atau gudang berpendingin.

"Ketersediaannya yang fluktuatif serta tidak realistisnya impor cabai segar untuk menjaga kestabilan harga menjadikan cold storage sebagai solusi," ujar Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Arumdriya Murwani, Rabu (5/5).

Menurut Arum, sapaan Arumdriya, harga cabai rawit berfluktuasi mengikuti masa panen. Biasanya bisa sampai terjadi enam kali perubahan harga dalam setahun. Harga tinggi umumnya terjadi pada jeda antar-masa tanam, yaitu pada November–Februari. Namun, harga juga sering anjlok saat terjadi surplus pasokan pada masa panen raya.

Arum menjelaskan, Indonesia perlu pendekatan yang menyeluruh atas tata kelola pangan. Salah satunya mempertimbangkan preferensi masyarakat pada cabai rawit segar. "Selain sifat cabai yang rentan busuk, kerangka impor pangan yang berbelit-belit juga menambah risiko keluarnya kebijakan impor yang tidak mampu menjawab kebutuhan pasar Indonesia," bebernya.

Baca Juga:  Oleh-Oleh Ong Kiat Sukses Diresmikan Wabup Bengkalis

Sistem penyimpanan yang modern dan infrastruktur rantai dingin yang memadai, terang Arum, akan memperpanjang umur cabai rawit. Dengan demikian, harganya pun relatif bisa dikendalikan. "Sayangnya, kapasitas sistem penyimpanan dan lemari pendingin di Indonesia belum memadai," ucapnya.

Laporan ERIA (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia) menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan ruang penyimpanan dingin di Indonesia pada 2018 mencapai 17,6 juta ton per tahun. Namun, saat ini kapasitas yang ada hanya mampu menampung 370 ribu ton per tahun.

Arum menyebutkan bahwa kurangnya kapasitas ruang atau gudang pendingin di Indonesia turut meningkatkan risiko membusuknya komoditas pangan. "Pemerintah perlu berinvestasi pada gudang pendingin yang modern untuk memperpanjang masa simpan stok cabai rawit," tegasnya.

Baca Juga:  Jadikan PEVS Pameran Terbesar EV di Asia Tenggara

Sementara itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengaku telah mulai mengujicobakan sistem penyimpanan controlled atmosphere storage (CAS). Itu akan mampu memperpanjang masa simpan produk komoditas hortikultura sekitar tiga sampai enam bulan. Namun, alat tersebut sementara ini baru berfungsi optimal untuk bawang putih dan bawang merah. 

"Ini sudah jalan, tapi dipakainya buat bawang. Karena kalau pakai bawang, bawang merah terutama, ada penyusutannya. Tapi enggak banyak. Kalau cabai katanya bertahan memang. Tapi begitu dikeluarkan menyusut," ungkap Lutfi. (agf/c9/hep/jpg)
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

spot_img

Stok Cabai Perlu Cold Storage

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sebagai komoditas yang pasokan dan harganya fluktuatif, cabai perlu mendapatkan perhatian khusus. Terutama menjelang Idulfitri seperti sekarang. Pemerintah perlu punya strategi manajemen untuk mengendalikan pasokan cabai. Salah satu alternatifnya adalah cold storage atau gudang berpendingin.

"Ketersediaannya yang fluktuatif serta tidak realistisnya impor cabai segar untuk menjaga kestabilan harga menjadikan cold storage sebagai solusi," ujar Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Arumdriya Murwani, Rabu (5/5).

Menurut Arum, sapaan Arumdriya, harga cabai rawit berfluktuasi mengikuti masa panen. Biasanya bisa sampai terjadi enam kali perubahan harga dalam setahun. Harga tinggi umumnya terjadi pada jeda antar-masa tanam, yaitu pada November–Februari. Namun, harga juga sering anjlok saat terjadi surplus pasokan pada masa panen raya.

Arum menjelaskan, Indonesia perlu pendekatan yang menyeluruh atas tata kelola pangan. Salah satunya mempertimbangkan preferensi masyarakat pada cabai rawit segar. "Selain sifat cabai yang rentan busuk, kerangka impor pangan yang berbelit-belit juga menambah risiko keluarnya kebijakan impor yang tidak mampu menjawab kebutuhan pasar Indonesia," bebernya.

Baca Juga:  Turnamen Bulutangkis Daihatsu Indonesia Master Dimulai

Sistem penyimpanan yang modern dan infrastruktur rantai dingin yang memadai, terang Arum, akan memperpanjang umur cabai rawit. Dengan demikian, harganya pun relatif bisa dikendalikan. "Sayangnya, kapasitas sistem penyimpanan dan lemari pendingin di Indonesia belum memadai," ucapnya.

Laporan ERIA (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia) menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan ruang penyimpanan dingin di Indonesia pada 2018 mencapai 17,6 juta ton per tahun. Namun, saat ini kapasitas yang ada hanya mampu menampung 370 ribu ton per tahun.

Arum menyebutkan bahwa kurangnya kapasitas ruang atau gudang pendingin di Indonesia turut meningkatkan risiko membusuknya komoditas pangan. "Pemerintah perlu berinvestasi pada gudang pendingin yang modern untuk memperpanjang masa simpan stok cabai rawit," tegasnya.

Baca Juga:  BI Imbau Masyarakat Cinta, Bangga dan Paham Rupiah

Sementara itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengaku telah mulai mengujicobakan sistem penyimpanan controlled atmosphere storage (CAS). Itu akan mampu memperpanjang masa simpan produk komoditas hortikultura sekitar tiga sampai enam bulan. Namun, alat tersebut sementara ini baru berfungsi optimal untuk bawang putih dan bawang merah. 

"Ini sudah jalan, tapi dipakainya buat bawang. Karena kalau pakai bawang, bawang merah terutama, ada penyusutannya. Tapi enggak banyak. Kalau cabai katanya bertahan memang. Tapi begitu dikeluarkan menyusut," ungkap Lutfi. (agf/c9/hep/jpg)
 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Sebagai komoditas yang pasokan dan harganya fluktuatif, cabai perlu mendapatkan perhatian khusus. Terutama menjelang Idulfitri seperti sekarang. Pemerintah perlu punya strategi manajemen untuk mengendalikan pasokan cabai. Salah satu alternatifnya adalah cold storage atau gudang berpendingin.

"Ketersediaannya yang fluktuatif serta tidak realistisnya impor cabai segar untuk menjaga kestabilan harga menjadikan cold storage sebagai solusi," ujar Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Arumdriya Murwani, Rabu (5/5).

Menurut Arum, sapaan Arumdriya, harga cabai rawit berfluktuasi mengikuti masa panen. Biasanya bisa sampai terjadi enam kali perubahan harga dalam setahun. Harga tinggi umumnya terjadi pada jeda antar-masa tanam, yaitu pada November–Februari. Namun, harga juga sering anjlok saat terjadi surplus pasokan pada masa panen raya.

Arum menjelaskan, Indonesia perlu pendekatan yang menyeluruh atas tata kelola pangan. Salah satunya mempertimbangkan preferensi masyarakat pada cabai rawit segar. "Selain sifat cabai yang rentan busuk, kerangka impor pangan yang berbelit-belit juga menambah risiko keluarnya kebijakan impor yang tidak mampu menjawab kebutuhan pasar Indonesia," bebernya.

Baca Juga:  Perekonomian Riau Tumbuh 3,36 Persen

Sistem penyimpanan yang modern dan infrastruktur rantai dingin yang memadai, terang Arum, akan memperpanjang umur cabai rawit. Dengan demikian, harganya pun relatif bisa dikendalikan. "Sayangnya, kapasitas sistem penyimpanan dan lemari pendingin di Indonesia belum memadai," ucapnya.

Laporan ERIA (Economic Research Institute for ASEAN and East Asia) menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan ruang penyimpanan dingin di Indonesia pada 2018 mencapai 17,6 juta ton per tahun. Namun, saat ini kapasitas yang ada hanya mampu menampung 370 ribu ton per tahun.

Arum menyebutkan bahwa kurangnya kapasitas ruang atau gudang pendingin di Indonesia turut meningkatkan risiko membusuknya komoditas pangan. "Pemerintah perlu berinvestasi pada gudang pendingin yang modern untuk memperpanjang masa simpan stok cabai rawit," tegasnya.

Baca Juga:  HIPMI: Pemerintah Lamban Atasi Dampak Ekonomi Covid-19

Sementara itu, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengaku telah mulai mengujicobakan sistem penyimpanan controlled atmosphere storage (CAS). Itu akan mampu memperpanjang masa simpan produk komoditas hortikultura sekitar tiga sampai enam bulan. Namun, alat tersebut sementara ini baru berfungsi optimal untuk bawang putih dan bawang merah. 

"Ini sudah jalan, tapi dipakainya buat bawang. Karena kalau pakai bawang, bawang merah terutama, ada penyusutannya. Tapi enggak banyak. Kalau cabai katanya bertahan memang. Tapi begitu dikeluarkan menyusut," ungkap Lutfi. (agf/c9/hep/jpg)
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari