Saksi Sebut Pemotongan 10 Persen Disampaikan Yan Prana dalam Rapat

PEKANBARU (RIAUPOS.CO)  — Sidang dugaan tindak pidana korupsi anggaran di Bappeda Siak senilai Rp2,8 miliar oleh Sekdaprov Riau nonaktif Yan Prana Jaya Indra Rasyid  kembali berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (19/4). Persidangan kali ini langsung dihadiri Yan Prana Jaya dalam agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU). Ada 5 saksi yang dihadirkan dalam persidangan tersebut.

Lima saksi yang memberikan keterangan merupakan pegawai atau aparatur sipil negara (ASN) di Bapedda Siak di antaranya Kasubdiv bidang pedagangan di Bapedda Siak Rio Arta, Kabid infarstruktur Raja Juarisman, Staf Umum Bapedda Iskandar, Kabid Statistik dan Sosial Fitra Jaya Purnama, dan Ade Hendri Alamsyah.

- Advertisement -

Dari keterangan saksi Rio Arta, Juarisman dan saksi lainnya menyebut di dalam persidangan mengakui bahwa telah terjadi pemotongan 10 persen terhadap anggaran perjalanan dinas di Bapedda Kabupaten Siak sebagaimana yang telah disangkakan kepada terdakwa. Pemotongan sebesar 10 persen anggaran perjalanan dilakukan sejak tahun 2013 -2017 yang mana pada saat itu Yan Prana menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak, yang juga merupakan pengguna anggaran (PA).

Saksi menyebut pemotongan 10 persen pernah disampaikan terdakwa pada saat pelaksanaan rapat bersama yang dihadiri seluruh pegawai di Bappeda Siak pada awal 2014.

- Advertisement -

"Kami tidak tahu untuk apa pemotongan 10 persen tersebut. Karena pada waktu itu (rapat) tidak ada yang bertanya untuk apa dipotong 10 persen. Para pegawai hanya diam saja dan ikut saja ketika disampaikan akan ada pemotongan 10 persen anggaran perjalanan dinas," ujar saksi.

Selanjutnya, hakim ketua Lilin Herlina dalam persidangan menanyakan apakah betul pada waktu itu Kepala Bappeda Siak dan juga pengguna anggaran adalah terdakwa Yan Prana Jaya. Dan apakah terdakwa menyampaikan di dalam rapat tersebut bahwa akan adanya pemotongan 10 persen. Para saksi menyampaikan betul. Bahwa terdakwa pernah menyampaikan dalam rapat tersebut akan melakukan pemotongan sebesar 10 persen uang perjalanan dinas kepada seluruh pegawai di Bapedda Siak. Dan saksi menyebutkan pada waktu itu para pegawai yang hadir dalam rapat hanya diam saja. Dan tidak mengetahui maupun menanyakan untuk apa dilakukan pemotongan sebesar 10 persen tersebut.

Selanjutnya, hakim ketua menanyakan bagaimana proses pencairan anggaran perjalanan dinas tersebut. Sesuai dengan keterangan saksi, uang perjalanan dinas tersebut baru bisa dicairkan setelah mengajukan kelengkapan berkas atau syarat-syaratnya seperti bukti perjalanan, tiket dan lain-lain.

Dijelaskan saksi, bahwa untuk biaya awalnya para pegawai yang melakukan perjalanan dinas menggunakan uang pribadi, dan setelah itu baru mengajukan pencairan ke bendahara. Uang baru bisa dicairkan dari bendahara terlebih dahulu menunggu adanya anggaran.

"Tetapi begitu uang telah dicairkan oleh bendahara kami menerima anggaran/dana yang sudah dipotong 10 persen dari anggaran perjalanan dinas yang diajukan," terang saksi.

Hal tersebut juga disampaikan 5 orang saksi lainnya yang dihadirkan pada sidang sebelumnya, Senin (12/4). Lima saksi tersebut juga merupakan pegawai atau ASN di Bapedda Siak diantaranya Anton, Doni Asriando, M Rafi, Azwarman dan Nursamsiah.  Bahkan, salah seorang saksi Nursamsiah menyebut pemotongan perjalanan dinas tidak hanya dilakukan  dari tahun 2013 hingga tahun 2017 saja, tetapi juga terjadi pemotongan 10 persen pada tahun 2018 hingga 2019.

Meski ada perbedaan keterangan yang disampaikan oleh masing-masing saksi namun semua saksi yang memberikan keterangan tidak menapik dan mengakui bahwa uang perjalanan dinas pegawai di Bapedda Siak dipotong 10 persen melalui bendahara. Hal itu berdasarkan hasil rapat bersama yang dipimpin oleh kepala Bapedda Siak Yan Prana. Ketika hakim ketua  Lilin Herlina menanyakan kepada saksi untuk apa pemotongan 10 persen tersebut, saksi menjawab tidak mengetahui alasan pemotongan dan tidak berani bertanya, hanya keberatan namun tidak berani menanyakan atau mengungkapkannya.

"Jika keberatan uang perjalanan dinas dipotong kenapa saksi tidak menanyakan untuk apa uang perjalanan dinas tersebut dipotong. Dan kenapa para pegawai tidak ada yang berani menanyakan kepada kepala Bappeda Siak atau kepada  masing-masing Kabid," tegas hakim ketua.

Bahkan dari keterangan saksi pemotongan 10 persen perjalanan dinas pegawai tersebut disampaikan langsung oleh kepala Bapedda Siak yang ketika itu memimpin rapat yaitu terdakwa Yan Prana. Selain itu, hakim ketua juga menanyakan soal anggaran atas kegiatan pengadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bapedda Siak dan pengelolaan makan minum pada Bapedda Siak. Para saksi menyebut tidak tahu dan lupa.

Uang perjalanan dinas tersebut dicairkan atau diberikan oleh bendahara Dona Fitria dengan bukti kwitansi. Namun uang yang diterima tersebut tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas yang ditandatangani oleh masing-masing pelaksana yang melakukan perjalanan dinas. Tetapi telah dilakukan pemotongan sebesar 10 persen.

Terdakwa Yan Prana Jaya yang hadir dalam persidangan membantah keterangan saksi bawah pernah  menyampaikan dalam rapat bahwa dirinya menyebut akan ada pemotongan 10 persen anggaran perjalanan dinas yang disampaikan dirinya di dalam rapat. Yan Prana mengklaim hanya mengatakan pada waktu itu hanya mengusulkan bahwa akan dilakukan pemotongan 10 persen saja. Itu pun jika semua pegawai setuju.

"Pada waktu itu saya hanya mengusulkan saja. Sepanjang semuanya setuju ya sudah, jalan kan,"kata Yan Prana.

Bahkan, Yan Prana mengklaim bahwa cerita tentang pemotongan anggaran perjalan dinas tersebut tidak pernah disampaikan di dalam agenda rapat tetapi itu diluar agenda rapat.

"Saya tidak pernah menyampaikan bahwa akan dilakukan pemotongan 10 persen didalam rapat, tetapi yang saya sampaikan itu hanya usulan saja. Sepanjang pegawai setuju, silakan. Tapi itu saya berbicara hanya di tahun 2014, tidak pernah saya berbicara itu di tahun 2013, 2015 atau di tahun 2017," jelas Yan Prana.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Aliandri Tanjung SH MH dan rekan-rekan menanyakan kepada saksi bahwa apakah perjalanan itu dilakukan atau tidak dilakukan? Saksi menyebutkan bahwa perjalanan dinas tersebut dilakukan dan ada dilakukan, bukan fiktif. Dan sesuai sesuai dengan hasil pemeriksaan BPK dan Inspektorat tidak ada temuan.

Selain itu kuasa hukum terdakwa juga menanyakan kepada saksi apakah pada waktu itu menjadi temuan oleh BPK atau Inspektorat terkait pemotongan 10 persen tersebut. Saksi mengatakan tidak pernah menjadi temuan oleh BPK maupun Inspektorat. Bahkan pada waktu itu Bapedda Siak juga mendapatkan berbagai penghargaan.

JPU  Hendri Junaidi SH MH dan kawan-kawan yang juga menanyakan kepada saksi apakah telah terjadi pemotongan 10 persen perjalanan dinas di Bappeda Siak sejak tahun 2013 hingga tahun 2017. Saksi lagi-lagi menyampaikan bahwa benar telah dilakukan pemotongan uang perjalanan dinas melalui bendahara Dona Fitria. Setelah mendengarkan keterangan-keterangan yang disampaikan oleh 5 orang saksi tersebut, hakim ketua Lilin Herlina memutuskan sidang akan dilanjutkan pada pekan depan, Senin (26/4) dengan agenda kembali mendengarkan keterangan saksi.

"Untuk sidang selanjutnya kembali akan mendengarkan keterangan saksi-saksi,"ucap Hakim ketua menutup persidangan.(dof)

PEKANBARU (RIAUPOS.CO)  — Sidang dugaan tindak pidana korupsi anggaran di Bappeda Siak senilai Rp2,8 miliar oleh Sekdaprov Riau nonaktif Yan Prana Jaya Indra Rasyid  kembali berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (19/4). Persidangan kali ini langsung dihadiri Yan Prana Jaya dalam agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU). Ada 5 saksi yang dihadirkan dalam persidangan tersebut.

Lima saksi yang memberikan keterangan merupakan pegawai atau aparatur sipil negara (ASN) di Bapedda Siak di antaranya Kasubdiv bidang pedagangan di Bapedda Siak Rio Arta, Kabid infarstruktur Raja Juarisman, Staf Umum Bapedda Iskandar, Kabid Statistik dan Sosial Fitra Jaya Purnama, dan Ade Hendri Alamsyah.

Dari keterangan saksi Rio Arta, Juarisman dan saksi lainnya menyebut di dalam persidangan mengakui bahwa telah terjadi pemotongan 10 persen terhadap anggaran perjalanan dinas di Bapedda Kabupaten Siak sebagaimana yang telah disangkakan kepada terdakwa. Pemotongan sebesar 10 persen anggaran perjalanan dilakukan sejak tahun 2013 -2017 yang mana pada saat itu Yan Prana menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak, yang juga merupakan pengguna anggaran (PA).

Saksi menyebut pemotongan 10 persen pernah disampaikan terdakwa pada saat pelaksanaan rapat bersama yang dihadiri seluruh pegawai di Bappeda Siak pada awal 2014.

"Kami tidak tahu untuk apa pemotongan 10 persen tersebut. Karena pada waktu itu (rapat) tidak ada yang bertanya untuk apa dipotong 10 persen. Para pegawai hanya diam saja dan ikut saja ketika disampaikan akan ada pemotongan 10 persen anggaran perjalanan dinas," ujar saksi.

Selanjutnya, hakim ketua Lilin Herlina dalam persidangan menanyakan apakah betul pada waktu itu Kepala Bappeda Siak dan juga pengguna anggaran adalah terdakwa Yan Prana Jaya. Dan apakah terdakwa menyampaikan di dalam rapat tersebut bahwa akan adanya pemotongan 10 persen. Para saksi menyampaikan betul. Bahwa terdakwa pernah menyampaikan dalam rapat tersebut akan melakukan pemotongan sebesar 10 persen uang perjalanan dinas kepada seluruh pegawai di Bapedda Siak. Dan saksi menyebutkan pada waktu itu para pegawai yang hadir dalam rapat hanya diam saja. Dan tidak mengetahui maupun menanyakan untuk apa dilakukan pemotongan sebesar 10 persen tersebut.

Selanjutnya, hakim ketua menanyakan bagaimana proses pencairan anggaran perjalanan dinas tersebut. Sesuai dengan keterangan saksi, uang perjalanan dinas tersebut baru bisa dicairkan setelah mengajukan kelengkapan berkas atau syarat-syaratnya seperti bukti perjalanan, tiket dan lain-lain.

Dijelaskan saksi, bahwa untuk biaya awalnya para pegawai yang melakukan perjalanan dinas menggunakan uang pribadi, dan setelah itu baru mengajukan pencairan ke bendahara. Uang baru bisa dicairkan dari bendahara terlebih dahulu menunggu adanya anggaran.

"Tetapi begitu uang telah dicairkan oleh bendahara kami menerima anggaran/dana yang sudah dipotong 10 persen dari anggaran perjalanan dinas yang diajukan," terang saksi.

Hal tersebut juga disampaikan 5 orang saksi lainnya yang dihadirkan pada sidang sebelumnya, Senin (12/4). Lima saksi tersebut juga merupakan pegawai atau ASN di Bapedda Siak diantaranya Anton, Doni Asriando, M Rafi, Azwarman dan Nursamsiah.  Bahkan, salah seorang saksi Nursamsiah menyebut pemotongan perjalanan dinas tidak hanya dilakukan  dari tahun 2013 hingga tahun 2017 saja, tetapi juga terjadi pemotongan 10 persen pada tahun 2018 hingga 2019.

Meski ada perbedaan keterangan yang disampaikan oleh masing-masing saksi namun semua saksi yang memberikan keterangan tidak menapik dan mengakui bahwa uang perjalanan dinas pegawai di Bapedda Siak dipotong 10 persen melalui bendahara. Hal itu berdasarkan hasil rapat bersama yang dipimpin oleh kepala Bapedda Siak Yan Prana. Ketika hakim ketua  Lilin Herlina menanyakan kepada saksi untuk apa pemotongan 10 persen tersebut, saksi menjawab tidak mengetahui alasan pemotongan dan tidak berani bertanya, hanya keberatan namun tidak berani menanyakan atau mengungkapkannya.

"Jika keberatan uang perjalanan dinas dipotong kenapa saksi tidak menanyakan untuk apa uang perjalanan dinas tersebut dipotong. Dan kenapa para pegawai tidak ada yang berani menanyakan kepada kepala Bappeda Siak atau kepada  masing-masing Kabid," tegas hakim ketua.

Bahkan dari keterangan saksi pemotongan 10 persen perjalanan dinas pegawai tersebut disampaikan langsung oleh kepala Bapedda Siak yang ketika itu memimpin rapat yaitu terdakwa Yan Prana. Selain itu, hakim ketua juga menanyakan soal anggaran atas kegiatan pengadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bapedda Siak dan pengelolaan makan minum pada Bapedda Siak. Para saksi menyebut tidak tahu dan lupa.

Uang perjalanan dinas tersebut dicairkan atau diberikan oleh bendahara Dona Fitria dengan bukti kwitansi. Namun uang yang diterima tersebut tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas yang ditandatangani oleh masing-masing pelaksana yang melakukan perjalanan dinas. Tetapi telah dilakukan pemotongan sebesar 10 persen.

Terdakwa Yan Prana Jaya yang hadir dalam persidangan membantah keterangan saksi bawah pernah  menyampaikan dalam rapat bahwa dirinya menyebut akan ada pemotongan 10 persen anggaran perjalanan dinas yang disampaikan dirinya di dalam rapat. Yan Prana mengklaim hanya mengatakan pada waktu itu hanya mengusulkan bahwa akan dilakukan pemotongan 10 persen saja. Itu pun jika semua pegawai setuju.

"Pada waktu itu saya hanya mengusulkan saja. Sepanjang semuanya setuju ya sudah, jalan kan,"kata Yan Prana.

Bahkan, Yan Prana mengklaim bahwa cerita tentang pemotongan anggaran perjalan dinas tersebut tidak pernah disampaikan di dalam agenda rapat tetapi itu diluar agenda rapat.

"Saya tidak pernah menyampaikan bahwa akan dilakukan pemotongan 10 persen didalam rapat, tetapi yang saya sampaikan itu hanya usulan saja. Sepanjang pegawai setuju, silakan. Tapi itu saya berbicara hanya di tahun 2014, tidak pernah saya berbicara itu di tahun 2013, 2015 atau di tahun 2017," jelas Yan Prana.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Aliandri Tanjung SH MH dan rekan-rekan menanyakan kepada saksi bahwa apakah perjalanan itu dilakukan atau tidak dilakukan? Saksi menyebutkan bahwa perjalanan dinas tersebut dilakukan dan ada dilakukan, bukan fiktif. Dan sesuai sesuai dengan hasil pemeriksaan BPK dan Inspektorat tidak ada temuan.

Selain itu kuasa hukum terdakwa juga menanyakan kepada saksi apakah pada waktu itu menjadi temuan oleh BPK atau Inspektorat terkait pemotongan 10 persen tersebut. Saksi mengatakan tidak pernah menjadi temuan oleh BPK maupun Inspektorat. Bahkan pada waktu itu Bapedda Siak juga mendapatkan berbagai penghargaan.

JPU  Hendri Junaidi SH MH dan kawan-kawan yang juga menanyakan kepada saksi apakah telah terjadi pemotongan 10 persen perjalanan dinas di Bappeda Siak sejak tahun 2013 hingga tahun 2017. Saksi lagi-lagi menyampaikan bahwa benar telah dilakukan pemotongan uang perjalanan dinas melalui bendahara Dona Fitria. Setelah mendengarkan keterangan-keterangan yang disampaikan oleh 5 orang saksi tersebut, hakim ketua Lilin Herlina memutuskan sidang akan dilanjutkan pada pekan depan, Senin (26/4) dengan agenda kembali mendengarkan keterangan saksi.

"Untuk sidang selanjutnya kembali akan mendengarkan keterangan saksi-saksi,"ucap Hakim ketua menutup persidangan.(dof)

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya