Pandemi Covid-19 meluluhlantahkan perekonomian di seluruh dunia. Dampak negatif yang luar biasa akibat dari virus yang awalnya berasal Wuhan, Cina ini dirasakan juga pelaku olahraga, termasuk di Riau. Sebagian besar pelaku olahraga terpaksa banting setir mencari tambahan penghasilan akibat pemasukan yang hilang setelah pemerintah melarang semua kegiatan olahraga.
Laporan DENNI ANDRIAN, Pekanbaru
PRIIIIT. Demikianlah tiupan peluit Ferdi Seprianto ketika memimpin salah satu laga pertandingan turnamen futsal antar-SMA di salah satu lapangan futsal di Bekasi, Februari 2020. Setelah itu, Ferdi tak pernah lagi meniup peluitnya dan memakai seragam korps wasit.
Ferdi merupakan wasit asal Pekanbaru. Wasit kelahiran 13 September 1990 ini mengantongi lisensi wasit futsal level I nasional dan lisensi wasit sepakbola C2. Meski mengawali karir wasit di lapangan sepakbola, tapi Ferdi lebih fokus menjadi wasit futsal.
Memimpin di turnamen futsal antar-SMA di Bekasi pada Februari 2020 lalu, bukan ditugaskan PSSI atau Asosasi Futsal Pusat (AFP). Kala itu, Ferdi sedang berada di Jakarta membawa sang buah hati Kaina Dinara Seprianto berobat karena mengalami kelainan pada jantungnya. Sang anak divonis bocor jantung dan harus berobat serta operasi di Jakarta.
"Desember 2019, anak saya yang baru berumur enam bulan divonis mengalami bocor jantung. Akhirnya disarankan berobat ke Jakarta dan awal Januari kami berangkat. Sekitar empat bulan kami kos di Jakarta," cerita Ferdi.
Kok bisa mimpin di Bekasi? Waktu itu ada temannya yang juga wasit futsal yang menawari.
"Waktu itu, dia tahu saya bawa anak berobat di Jakarta. Dia bilang, tidak bisa bantu uang langsung, tapi ada job di Bekasi. Dia pinjamkan saya baju. Anak dan istri saya tinggal di Jakarta dan saya ke Bekasi. Akhirnya saya terima dan alhamdulilah dapatlah honor Rp800 ribu setelah menjadi wasit dua hari," tambahnya.
Setelah itu, Ferdi tak pernah lagi menjadi wasit futsal, maupun sepakbola. Apalagi, Maret 2020 kasus Covid-19 mulai merebak di Riau. Meski kegiatan olahraga belum dihentikan saat itu, Ferdi memang memutuskan meninggalkan profesi wasit untuk sementara waktu.
"Saya berjaga-jaga dan antisipasi saja. Anak saya punya kelainan jantung dan sangat berisiko dalam kondisi pandemi Covid-19. Makanya, saya fokus ke anak saya dan menolak tawaran untuk menjadi wasit," ujarnya.
Memutuskan tak lagi menjadi pengadil di lapangan, Ferdi harus mencari lubang penghasilan tambahan lainnya. Gaji sebagai guru honor di MA Hasanah Pekanbaru tak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, terutama untuk kebutuhan sang buah hati.
Satu bulan, kebutuhan sang buah hati yang kini berusia 19 bulan ini, rata-rata Rp2 jutaan. Untung biaya berobat ditanggung BPJS Kesehatan. Tapi, ada juga beberapa obat tak ditanggung BPJS Kesehatan. Makanya dia harus kerja ekstra mencari tambahan penghasilan. Ferdi pun memutuskan untuk membuka usaha dengan berjualan es kelapa susu di Jalan Kereta Api, Tangkerang Tengah, Pekanbaru usai Idulfitri tahun 2020. Usaha tersebut hanya berjalan sekitar 1,5 bulan. Hal itu terjadi karena kurangnya daya beli masyarakat akibat pandemi Covid-19 dan ketatnya persaingan usaha yang sama di daerah jualannya. Akhirnya Febri memutuskan berhenti jualan.
Tambahan penghasilan lain pun dibidik. Ferdi memutuskan untuk menjadi ojek online (ojol) dan bergabung dengan Gojek. Penghasilan sebagai driver Gojek pun tak sesuai harapan. Apalagi Agustus hingga Desember 2020, kasus Covid-19 di Riau cukup tinggi. Bahkan, Pekanbaru masuk zona merah dan sempat diterapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang membuat aktivitas masyarakat di luar berkurang drastis.
Sebagian besar masyarakat takut menggunakan jasa ojek online, baik itu untuk bepergian maupun untuk memesan barang atau makanan. Ferdi pun kembali banting setir. Awal Januari 2021, Ferdi memutuskan untuk kembali berjualan. Kali ini, Ferdi membuka usaha jualan es oyen.
Lokasi jualan es oyen ini masih di tempat yang sama yakni di Jalan Kereta Api, Tangkerang Tengah, Pekanbaru. Kebetulan, lokasi tersebut tak jauh dari tempat tinggalnya.
"Saya lihat di lokasi tersebut tak ada yang jualan es oyen. Setelah saya survei, saingan tak sebanyak saat jualan es kelapa susu dan alhamdulillah lumayan penghasilannya. Dapatlah tambah-tambah untuk beli obat anak, susu anak, dan pempers anak," ujarnya.
Lantas bagaimana mengatur waktu dengan tugas sebagai guru? Pasalnya, jualan es oyen harus stand by sejak pukul 11.00 WIB.
"Saya guru olahraga dan honor. Masuk pas ada jam pelajaran. Setelah itu langsung pulang berjualan. Kalau sekarang kan masih belajar daring, jadi bisa. Kalau sudah tatap muka nanti akan saya atur lagi," ujarnya.
Dia berharap, mudah-mudahan saja pandemi Covid-19 segera berakhir. Apalagi sekarang pemerintah sudah menjalankan program vaksinasi sehingga herd immunity masyarakat terutama di Riau, khususnya Pekanbaru tercipta. Masyarakat dapat hidup normal lagi dan perekonomian membaik.
Dampak negatif pandemi Covid-19 terhadap perekonomian pelaku olahraga juga dialami mantan pemain PSPS Danil Junaidi. Dihentikannya kompetisi sementara sejak Maret 2020 membuat pemain yang akrab dipanggil DJ ini hanya mengandalkan asetnya berupa penghasilan kebun untuk keperluan sehari-hari.
Ya, mantan pemain Timnas U-17 (2001-2004) ini tidak punya pekerjaan lain selain sebagai pemain sepakbola profesional. Berhentinya kompetisi jelas membuat penghasilan dari sepakbola DJ berhenti total. Tak ada kontrak dan tak ada gaji bulanan. Padahal, dari sepakbola DJ pernah mendapatkan kontrak hampir Rp500 juta.
"Kalau sekarang ini untung ada penghasilan dari kebun. Kalau tarkam tak seberapa, apalagi tarkam juga jarang karena pandemi saat ini. Tarkam baru ada dua bulan terakhir. Itu pun turnamen biasa," ujar mantan pemain PSPS, Persegres Gresik dan Persemai Dumai ini.
Danil juga berharap pandemi segera berakhir dan kompetisi kembali digulirkan.
"Mudah-mudahan saja Piala Menpora yang digelar ini berjalan sukses sehingga kompetisi Liga 1 dan Liga 2 berjalan lagi," ujar DJ yang terus menjaga kebugaran lewat tarkam dan latihan mandiri di Stadion Rumbai.
Jika Danil mengandalkan kebun, lain lagi dengan mantan pemain Timnas yang juga mantan pemain PSPS Amrizal yang memanfaatkan investasinya berupa rumah sewa dan kos-kosan.
"Untung ada kos-kosan. Kalau tak terpaksa cari kerja lain dan banting setir," ujar mantan pemain Persija, Persebaya, Semen Padang dan Sriwijaya FC ini.
Meski berdampak, tapi pemain asal Telukkuantan mengakui tak terlalu signifikan bagi dapurnya. Kontraknya di Sriwijaya FC berakhir Desember dan untung mereka masih menerima gaji hingga Desember 2020 sebanyak 25 persen.
"Lumayanlah," ujar pemain yang pernah dikontrak Persebaya senilai Rp900 juta ini.
Lantas selama tiga bulan terakhir bagaimana?
"Hanya tarkam saja. Tapi, kalau rutin lumayan, apalagi rata-rata kalau tarkam status pemain liga dibayar sekitar Rp1 juta hingga Rp1,5 juta. Kalau sebulan empat kali main, lumayan kan," ujar pemain yang pernah membela Riau Pos Erdeka FC ini.
Ical, panggilan akrabnya mengaku dengan kondisi yang terjadi saat ini, wajar saja jika ada pelaku olahraga yang harus banting setir mencari pekerjaan lain selain dari kegiatan olahraga. Ical juga berpesan agar pelaku olahraga terutama rekan seprofesi di sepakbola untuk membeli aset saat sukses.
Kalau pemain sudah punya nama, apalagi pemain naturalisasi yang kontraknya di atas Rp1 miliar dan durasinya sampai dua tahun, tak begitu pengaruh dengan pandemi seperti sekarang. Yang kasihan pemain lokal yang tidak punya aset. Setahun tak ada kompetisi maka wajar jika ada yang banting setir. Yang penting pekerjaan halal untuk keluarga.
"Yang jelas, kita sama-sama berharap dan berdoa pandemi Covid-19 berakhir sehingga kompetisi kembali berjalan dan kita hidup normal lagi," tambahnya.
Pandemi Covid-19 memang belum berakhir. Namun, pemerintah telah berupaya menghentikan pandemi ini lewat program vaksinasi dan tetap mengimbau masyarakat mematuhi protokol kesehatan dengan menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak). Semoga pandemi berakhir sehingga dampak dan kesulitan ekonomi yang dialami Ferdi Septian, Danil Junaidi, Amrizal serta pelaku olahraga lainnya juga teratasi.***