JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Pemerintah tengah berencana untuk melakukan impor beras pada tahun 2021 ini. Langkah tersebut diambil guna menjaga stok kebutuhan dalam negeri yang terus berkurang disebabkan keadaan nasional seperti penyediaan pangan saat darurat dan menjaga stabilitas harga di pasar.
Meski banyak menuai protes, skema yang bakal dilakukan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Kemenko Perekonomian untuk rencana impor beras sebanyak 1-1,5 juta ton tidak terlepas dari memperhatikan masa panen dalam negeri.
Menyikapi hal ini, anggota DPR RI Komisi IV, Panggah Susanto menilai jika kebijakan tersebut bisa diambil bila melihat stok berdasarkan cadangan beras pemerintah (CBP) proyeksi stok CBP tahun 2021 per tanggal 1 Maret sebanyak 927.862 ton. Stok tertinggi diperkirakan bulan Juli 1.435.246 ton dan 31 Desember 2021 diperkirakan stok akhir 1.018.033 ton.
"Artinya ada semacam rencana untuk menjaga ketahanan pangan yang dilakukan pemerintah. Ketahanan pangan itu intinya ketersediaan pangan secara tepat jumlah, kualitas, waktu dan harga," kata Panggah Susanto di Jakarta, Jumat (19/3/2021).
Kata dia, hal ini harus diutamakan produksi dari dalam negeri, namun manakala ketersediaan dalam negeri kurang oleh banyak faktor tentu dapat dipenuhi dari impor. Jatuhnya pilihan impor ini tentu sudah melalui perhitungan dan pertimbangan seksama oleh pemerintah salah satu indikatornya adalah menipisnya jumlah stok dan kenaikan harga di tingkat konsumen.
"Kita ketahui bersama awal tahun banyak sekali bencana yang melanda di tanah air. Tentu ketersediaan pangan saat darurat dibutuhkan. Cuaca ekstrim juga sedang kita hadapi diberbagai daerah, faktor-faktor yang bisa mengurangi produksi pertanian dalam negeri," kata Panggah.
Terkait sikap Bulog yang menolak rencana impor beras, kata politisi Golkar ini, sebaiknya perlu didudukkan dengan mempertimbangkan segala aspek ketersediaan, kebutuhan, dan kecukupan stok di semua wilayah.
Laporan: Yusnir (Jakarta)
Editor: Hary B Koriun