Sabtu, 23 November 2024
spot_img

Sepakat Hadirkan Yan Prana di Sidang Kedua

PEKANBARU, (RIAUPOS.C0) – Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau nonaktif Yan Prana Jaya Indra Rasyid menjalani sidang perdana dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (18/3). Yan Prana menjadi terdakwa dalam perkara dugaan korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Siak tahun 2013-2017. Saat itu dia menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak, yang juga pengguna anggaran (PA).

Sidang yang berlangsung secara virtual ini tidak menghadirkan terdakwa Yan Prana di ruang sidang. Hanya dihadiri dua kuasa hukum atau penasihat hukum terdakwa, Aliandi Tanjung SH MH didampingi Ilhamdi Taufik SH MH. Yan Prana sendiri berada di Rutan Klas I Pekanbaru.

Sidang perdana ini dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Himawan Syahputra dan kawan-kawan. Sidang virtual ini dipimpin hakim ketua Lilin Herlina didampingi dua hakim anggota, Irwan dan Darlina. Dalam pembacaan dakwaan mengungkap sejumlah nama yang bersama-sama dengan Yan Prana melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum dalam perkara dugaan korupsi anggaran rutin di Bappeda Siak tahun anggaran (TA) 2013 sampai dengan TA 2017.

Terdakwa Yan Prana disebut melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa. Sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut melawan hukum yaitu menggunakan anggaran perjalanan dinas pada Bapedda Siak TA  2013-TA 2017.
Kemudian, mengelola anggaran atas kegiatan pengadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bapedda Siak TA 2015 sampai TA 2017. Selanjutnya melakukan pengelolaan makan minum pada Bapedda Siak TA 2013 sampai TA 2017 yang tidak sesuai dengan ketentuan. Sehingga Yan Prana dinilai telah merugikan keuangan negara atau merugikan perekonomian negara sebanyak Rp2.896.349.844,37 (sekitar Rp2,8 miliar).  "Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Sehingga telah merugikan keuangan negara atau merugikan perekonomian negara sebanyak Rp2.896.349.844,37," ujar JPU.

Atas perjalanan anggaran dinas 2013-2017, terdakwa disebut melakukan pemotongan anggaran sebesar 10 persen. Realisasi anggaran 2013 sebesar Rp2.757.426.500, anggaran 2014 sebesar Rp4.860.007.800, anggaran 2015 Rp3.518.677.750, anggaran 2016 Rp1.958.718.000, dan anggaran 2017 Rp2.473.280.300.

Baca Juga:  Dalduk KB Canangkan KKBPK dan Harganas

Di mana terdakwa secara bersama sama Donna Fitria, Ade Kusendang dan Erita Diduga melakukan mark-up pada anggaran perjalanan dinas pada Bappeda Kabupaten Siak Tahun Anggaran (TA) 2013 sampai dengan TA 2017.

Besaran pemotongan berdasarkan total penerimaan yang terdapat di dalam Surat Pertanggungjawaban (SPJ) perjalanan dinas dipotong sebesar 10 persen uang yang diterima pelaksana kegiatan tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas yang ditandatangani oleh masing-masing pelaksana yang melakukan perjalanan dinas.

Mekanisme pemotongan anggaran perjalanan dinas tersebut adalah setiap pencairan SPPD dilakukan pemotongan 10 persen. Uang itu  dikumpulkan dan disimpan Donna Fitria. Setelah dicatat, uang diserahkan kepada Yan Prana secara bertahap sesuai dengan permintaannya.

Atas perbuatannya, Yan Prana dijerat dengan pasal berlapis sebagaimana tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yakni, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 10 huruf (b), Pasal 12 huruf (e), Pasal 12 huruf (f), UU Tipikor, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya  diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara  minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta rupiah  dan paling banyak Rp1 miliar.

Pasal 10 berisikan ancaman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000 dan paling banyak Rp 350.000.000. Sementara di pasal 12 berisikan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000.

Baca Juga:  JCH Tiba di Madinah

Dalam pembacaan dakwaan oleh JPU,  Yan Prana juga pernah menyampaikan kepada seluruh pegawai di Bapedda Siak dalam pertemuan (rapat). Di dalam rapat tersebut Yan Prana menyampaikan agar setiap anggaran SPPD di Bapedda Siak tetap dipotong sebesar 10 persen melalui Donna Fitria selaku bendara pengeluaran.

Dalam rapat tersebut, ada yang bertanya untuk apa uang perjalanan dinas tersebut dipotong? Lalu terdakwa menjawab bahwa pemotongan 10 persen uang perjalan dinas tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran lain, yang mana dananya tidak dianggarkan.

Lalu, Donna Fitria selaku bendara pengeluaran melalukan pemotongan 10 persen atas setiap anggaran perjalanan dinas yang dicairkan untuk seluruh pelaksana kegiatan perjalanan dinas pada Bapedda Kabupaten Siak mulai dari bulan Januari 2013 sampai Maret 2015 melalui Donna Fitria selaku bendahara pengeluaran.

Yan Prana terlihat geleng-geleng kepala menunjukkan keberatan setiap kali JPU membacakan dakwaannya. Usai JPU membacakan dakwaan, hakim ketua Lilin Herlina memberikan kesempatan Yan Prana menyampaikan keberatannya. Yan Prana pun membantah dakwaan jaksa. "Apa yang disampaikan JPU itu tidak benar. Karena saya tahu persis seperti apa kejadian sebenarnya," ujar Yan Prana.

Hakim ketua pun memutuskan sidang kembali dilanjutkan pekan depan. Terdakwa menyatakan akan menyampaikan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa pada persidangan selanjutnya, Kamis (25/3) mendatang. Usai membacakan dakwaannya, JPU juga minta agar menghadirkan secara langsung terdakwa Yan Prana dalam persidangan berikutnya. Permintaan JPU itu pun disetujui penasihat hukum atau kuasa hukum terdakwa.

"Kami juga sepakat dan setuju dengan usulan dari JPU untuk menghadirkan terdakwa secara fisik dalam sidang berikutnya. Agar kami bisa membongkar fakta-fakta tersebut dengan kehadiran terdakwa langsung untuk membenarkan atau membantah secara langsung dalam persidangan terhadap kesaksian, fakta dan data yang diberikan kejaksaan," ujar penasihat hukum terdakwa, Aliandi Tanjung didampingi Ilhamdi Taufik.(ted)

Laporan : Dofi Iskandar (Pekanbaru)

 

PEKANBARU, (RIAUPOS.C0) – Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau nonaktif Yan Prana Jaya Indra Rasyid menjalani sidang perdana dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (18/3). Yan Prana menjadi terdakwa dalam perkara dugaan korupsi anggaran rutin di Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Siak tahun 2013-2017. Saat itu dia menjabat sebagai Kepala Bappeda Siak, yang juga pengguna anggaran (PA).

Sidang yang berlangsung secara virtual ini tidak menghadirkan terdakwa Yan Prana di ruang sidang. Hanya dihadiri dua kuasa hukum atau penasihat hukum terdakwa, Aliandi Tanjung SH MH didampingi Ilhamdi Taufik SH MH. Yan Prana sendiri berada di Rutan Klas I Pekanbaru.

- Advertisement -

Sidang perdana ini dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Himawan Syahputra dan kawan-kawan. Sidang virtual ini dipimpin hakim ketua Lilin Herlina didampingi dua hakim anggota, Irwan dan Darlina. Dalam pembacaan dakwaan mengungkap sejumlah nama yang bersama-sama dengan Yan Prana melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan hukum dalam perkara dugaan korupsi anggaran rutin di Bappeda Siak tahun anggaran (TA) 2013 sampai dengan TA 2017.

Terdakwa Yan Prana disebut melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa. Sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut melawan hukum yaitu menggunakan anggaran perjalanan dinas pada Bapedda Siak TA  2013-TA 2017.
Kemudian, mengelola anggaran atas kegiatan pengadaan alat tulis kantor (ATK) pada Bapedda Siak TA 2015 sampai TA 2017. Selanjutnya melakukan pengelolaan makan minum pada Bapedda Siak TA 2013 sampai TA 2017 yang tidak sesuai dengan ketentuan. Sehingga Yan Prana dinilai telah merugikan keuangan negara atau merugikan perekonomian negara sebanyak Rp2.896.349.844,37 (sekitar Rp2,8 miliar).  "Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Sehingga telah merugikan keuangan negara atau merugikan perekonomian negara sebanyak Rp2.896.349.844,37," ujar JPU.

- Advertisement -

Atas perjalanan anggaran dinas 2013-2017, terdakwa disebut melakukan pemotongan anggaran sebesar 10 persen. Realisasi anggaran 2013 sebesar Rp2.757.426.500, anggaran 2014 sebesar Rp4.860.007.800, anggaran 2015 Rp3.518.677.750, anggaran 2016 Rp1.958.718.000, dan anggaran 2017 Rp2.473.280.300.

Baca Juga:  JCH Tiba di Madinah

Di mana terdakwa secara bersama sama Donna Fitria, Ade Kusendang dan Erita Diduga melakukan mark-up pada anggaran perjalanan dinas pada Bappeda Kabupaten Siak Tahun Anggaran (TA) 2013 sampai dengan TA 2017.

Besaran pemotongan berdasarkan total penerimaan yang terdapat di dalam Surat Pertanggungjawaban (SPJ) perjalanan dinas dipotong sebesar 10 persen uang yang diterima pelaksana kegiatan tidak sesuai dengan tanda terima biaya perjalanan dinas yang ditandatangani oleh masing-masing pelaksana yang melakukan perjalanan dinas.

Mekanisme pemotongan anggaran perjalanan dinas tersebut adalah setiap pencairan SPPD dilakukan pemotongan 10 persen. Uang itu  dikumpulkan dan disimpan Donna Fitria. Setelah dicatat, uang diserahkan kepada Yan Prana secara bertahap sesuai dengan permintaannya.

Atas perbuatannya, Yan Prana dijerat dengan pasal berlapis sebagaimana tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yakni, Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 10 huruf (b), Pasal 12 huruf (e), Pasal 12 huruf (f), UU Tipikor, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya  diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara  minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta rupiah  dan paling banyak Rp1 miliar.

Pasal 10 berisikan ancaman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000 dan paling banyak Rp 350.000.000. Sementara di pasal 12 berisikan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000.

Baca Juga:  LAMR Berharap Tak Ada Lagi Kegiatan Ilegal

Dalam pembacaan dakwaan oleh JPU,  Yan Prana juga pernah menyampaikan kepada seluruh pegawai di Bapedda Siak dalam pertemuan (rapat). Di dalam rapat tersebut Yan Prana menyampaikan agar setiap anggaran SPPD di Bapedda Siak tetap dipotong sebesar 10 persen melalui Donna Fitria selaku bendara pengeluaran.

Dalam rapat tersebut, ada yang bertanya untuk apa uang perjalanan dinas tersebut dipotong? Lalu terdakwa menjawab bahwa pemotongan 10 persen uang perjalan dinas tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran lain, yang mana dananya tidak dianggarkan.

Lalu, Donna Fitria selaku bendara pengeluaran melalukan pemotongan 10 persen atas setiap anggaran perjalanan dinas yang dicairkan untuk seluruh pelaksana kegiatan perjalanan dinas pada Bapedda Kabupaten Siak mulai dari bulan Januari 2013 sampai Maret 2015 melalui Donna Fitria selaku bendahara pengeluaran.

Yan Prana terlihat geleng-geleng kepala menunjukkan keberatan setiap kali JPU membacakan dakwaannya. Usai JPU membacakan dakwaan, hakim ketua Lilin Herlina memberikan kesempatan Yan Prana menyampaikan keberatannya. Yan Prana pun membantah dakwaan jaksa. "Apa yang disampaikan JPU itu tidak benar. Karena saya tahu persis seperti apa kejadian sebenarnya," ujar Yan Prana.

Hakim ketua pun memutuskan sidang kembali dilanjutkan pekan depan. Terdakwa menyatakan akan menyampaikan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa pada persidangan selanjutnya, Kamis (25/3) mendatang. Usai membacakan dakwaannya, JPU juga minta agar menghadirkan secara langsung terdakwa Yan Prana dalam persidangan berikutnya. Permintaan JPU itu pun disetujui penasihat hukum atau kuasa hukum terdakwa.

"Kami juga sepakat dan setuju dengan usulan dari JPU untuk menghadirkan terdakwa secara fisik dalam sidang berikutnya. Agar kami bisa membongkar fakta-fakta tersebut dengan kehadiran terdakwa langsung untuk membenarkan atau membantah secara langsung dalam persidangan terhadap kesaksian, fakta dan data yang diberikan kejaksaan," ujar penasihat hukum terdakwa, Aliandi Tanjung didampingi Ilhamdi Taufik.(ted)

Laporan : Dofi Iskandar (Pekanbaru)

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari