BENGKALIS (RIAUPOS.CO) – Laporan Gerakan Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (Gempa) Bengkalis atas dugaan penjualan lahan diduga hutan produksi terbatas (HPT) yang berada dusun Parit Lapis, Desa Kembung Luar, Kecamatan Bantan terus didalami Satrekrim Polres Bengkalis. Bahkan Satreskirim memanggil mereka yang terlibat terhadap objek perkara ini.
"Kita juga akan meminta keterangan saksi ahli kemudian akan melakukan gelar perkara di Polda Riau dua pekan ke depan," terang Kasat Reskrim Polres Bengkalis AKP Meki Wahyudi melalui Kanit Tipikor Ipda Hasan Basri.
Menurut dia, pemeriksaan pengumpulan keterangan dari masyarakat dilakukan kepada delapan belas warga sekitar lahan ini beberapa waktu lalu. Mereka yang diperiksa diantaranya terdiri dari Kades Kembung Luar, tiga perangkat desa, warga dan broker tanah yang mendatangi surat jual beli.
"Sekarang kami juga meminta keterangan kepada pembeli ada 9 orang, baru satu yang datang dan pekan depan akan kita jadwalkan kembali untuk pemanggilan kedua. Alasan tidak datang dipemanggilan pertama masih suasana Imlek," terangnya.
Menurut dia, lahan seluas 33 Haktare berlokasi di Dusun Parit Lapis desa Kembung Luar yang diperjual belikan dengan 17 surat berupa surat pernyataan ganti rugi (SPGR) yang berasal dari surat keterangan menguasai dan mengolah tanah (SKMMT) dibeli 9 orang.
Rencananya lahan ini akan dikelola Budidaya udang jenis vanamei di lahan tersebut. Namun dari tinjau lokasi yang dilakukan pihak kepolisian bersama BPN Kabupaten Bengkalis setiap SPGR per hektare lahan memiliki harga jual sebesar Rp15 juta sedangkan mereka menjual dengan harga Rp17 juta per hektare.
"Ada selisih Rp66 juta dan kita dapat dari keterangan warga mereka rata rata per KK mendapatkan Rp 2.5 juta dan dari informasi katanya ada yang diberikan bantuan untuk Mesjid diperkirakan Rp 75 juta, Organisasi pemuda Rp 4 juta. Nanti saat gelar perkara di Polda Riau akan diketahui layak atau tidaknya untuk ditingkatkan ke penyidikan," terang Hasan.
Seperti pernyataan dari laporan Gempa Bengkalis dugaan penjualan lahan hutan produksi terbatas (HPT) yang berada dusun Parit Lapis menyebutkan penjualan lahan HPT tersebut dilakukan oleh Oknum Kepala Desa yakni Kepala Desa Kembung Luar dan dibantu broker yang juga warga Kembung Luar Kecamatan Bantan.
Hal ini diungkap Koordinator Umum Gempa Bengkalis Febri Kurnadi pada 29 Januari 2021 lalu, dimana ketika itu disebutkan penjualan lahan HPT ini bermula dari pertemuan antara Abdul Samad yang diduga sebagai broker dengan salah satu perwakilan perusahaan.
Dalam pertemuan ini Abdul Samad melakukan perundingan bersama perwakilan perusahaan terkait lahan yang dijual seluas 33 hektare diduga lahan HPT. Saat itu perwakilan perusahaan meminta Abdul Samad selaku broker agar melakukan rapat dengan beberapa pemangku kepentingan serta beberapa tokoh masyarakat dusun tempat lahan berada.
"Dalam rapat tersebut Abdul Samad menyampaikan bahwa lahan itu lahan milik masyarakat yang akan di jual seharga Rp15 juta per hektare dari jumlah keseluruhannya kurang lebih 33 hektar," ungkap Febri.
Setelah selang beberapa waktu Abdul Samad dan Kepala Desa Kembung Luar Muhammad Ali melakukan transaksi bersama pihak perusahaan di kota Bengkalis. Ternyata lahan HPT itu terjual dengan harga Rp17 juta per hektarenya.
"Dan lahan tersebut telah dibuatkan SKT oleh Kepala Desa Kembung Luar," terang Febri.
Terkait penjualan HPT ini, Gempa Bengkalis mencoba mendapatkan informasi yang terkait hal ini. Dengan berkoodinasi mulai dari masyarakat dusun tempat lokasi lahan HPT tersebut hingga ke pemerintah yang berwenang yakni BPN, hasil koordinasi ternyata benar adanya HPT di lokasi.
"Bahkan Polisi sudah turun beberapa waktu lalu ke lokasi dan mengumpulkan alat bukti laporan Gempa Bengkalis," terangnya.
Terkait kondisi ini, Gempa Bengkalis akan mengawal proses dugaan kuat penjualan lahan HPT disitu.
Terpisah, Kades Kembung Luar Muhammad Ali membenarkan adanya transaksi jual beli lahan tersebut. Namun, Dia membantah dengan tegas bahwa transaksi itu kebijakan mengatasnamakan dirinya dan di atas lahan HPT melanggar hukum seperti yang ditudingkan itu.
Ali menegaskan, proses transaksi jual beli lahan sekitar 33 hektare itu tidak melanggar hukum dan uang hasil jual beli lahan itu juga bukan untuk Kades, akan tetapi dikembalikan ke masyarakat.
Harga jual perhektar Rp17 juta dengan rincian disebutkan Kades Ali, sebesar Rp2 juta perhektarnya diinfaqkan ke rumah ibadah, kemudian sebesar Rp15 juta per hektarnya diserahkan ke masing-masing kepala keluarga (KK) atau masyarakat se- Dusun Parit Lapis.
"Sebelum adanya jual beli tersebut adanya kesepakatan masyarakat Dusun Parit Lapis dan melampirkan berita acara hasil musyawarah. Dan hal itu sudah saya instruksikan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian harinya," katanya.
"Jadi, jual beli lahan itu tidak ada pelanggaran hukumnya karena sudah melalui proses musyawarah oleh masyarakat Dusun Parit Lapis dan dilengkapi dengan berita acaranya. Kemudian sebelum dilakukan transaksi itu saya meminta juga harus dipastikan tidak memasuki wilayah mangrove atau HPT karena sudah tidak persoalan maka akan menerbitkan SKT berdasarkan surat kelompok tani di dusun," terangnya.
Uang hasil jual beli itu kata Ali, diserahkan ke Ketua Kelompok lahan itu dan kemudian dibagi-bagikan ke masyarakat dan sebagian diinfaqkan ke rumah ibadah.
"Jadi atas dasar-dasar itu, tidak ada unsur kita melanggar hukum atau sengaja menjual lahan itu adalah HPT. Mana ada pengusaha mau membeli, kalau lahan itu nantinya bermasalah," tegasnya lagi.
Laporan: Erwan Sani (Bengkalis)
Editor: Eka G Putra