Jumat, 22 November 2024

Jalan Impian Negeri Sempadan

- Advertisement -

Sebagai kabupaten bungsu di Riau, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti terus menggesa pembangunan sarana infrastruktur. Merangkai impian dengan membangun jalan. Jalan mencabar di negeri sempadan, itu kisah lalu.  

Laporan: WIRA SAPUTRA, (Selatpanjang)

- Advertisement -

Di Desa Kedabu Rapat, Kecamatan Rangsang Pesisir, Sabtu (10/9) mentari pagi belum sepenggalah. Semburat jingganya membingkaikan Timur. Di desa yang berhadapan langsung dengan negara tetangga Malaysia itu, Riau Pos ditemani tokoh masyarakat, Nusi (56).

Pria paruh baya tersebut dahulu seorang nelayan, persisnya 20 tahun lalu. Sekarang, dia beralih profesi sebagai pengepul ikan. Sorot matanya tajam, menatap jauh di pulau seberang Malaysia yang sepertinya terisi oleh kenangan.

Napas sedikit tidak teratur, membuka puji. Tegas kata dia, jika Malaysia tidak bercelah dengan kekurangan. "Di sana semua ada. Rakyatnya berkecukupan," tuturnya pendek.   

- Advertisement -

Dia terus merangkai hujah. Negara tetangga tersebut juga strategis, karena diapit Indonesia, Singapura dan Thailand. Mungkin, itu menjadi pendukung jika Malaysia masuk dalam salah satu negara yang cukup berkembang di Asia Tenggara.

Nusi juga tidak membantah, Indonesia menempati posisi yang sama. Terlebih Pulau Rangsang yang strategis, berhadapan langsung dengan Malaysia. Perairan Rangsang juga menjadi gerbang utama ketika memasuki Riau dan Kepulauan Riau. Namun sayang, katanya belum cukup berkembang.

Padahal, pulau ini berperan sebagai fasilitator di kawasan yang cukup berkembang. Bahkan ia menjadi begitu memesona pedagang lintas batas. Terlebih di akhir 1980-an, pulau ini amat marak dengan ekspor kayu log dan impor sembako. Belasan tanker senantiasa bertanggang di depannya, Selat Malaka.

"Kalau cerita untuk memenuhi keperluan pokok memang melimpah ruah. Selain itu, juga murah. Semuanya dipasok dari Malaysia. Pergi ke Malaysia bawa kayu dan pulang bawa sembako," ungkapnya.

Ketika aktifitas ekspor dan impor ini mulai diperketat tahun 2000-an, operasional angkutan laut tujuan Rangsang-Malaysia masih terus berlangsung. Walaupun harus kucing-kucingan dengan aparat pengawas kelautan.  

"Tak ada pilihan lain. Itu terpaksa dilakukan warga. Dibanding harus memasok keperluan pokok dari ibukota Kepulauan Meranti, Selatpanjang," ujarnya.    

Keperluan kebutuhan pokok Desa Kedabu Rapat yang tidak terlalu besar, membuat warga serba salah. Sehingga sempat dihadapkan oleh masa-masa sulit. Kenang Nusi, kondisi itu terasa ketika kapal-kapal dengan aktifitas tersebut tidak ada lagi.

Baca Juga:  Hari Ini Terpantau 30 Hotspot di Riau

Sementara ketergantungan keperluan warga dari Malaysia masih sangat tinggi. Mereka tidak mau memasok keperluan dari Selatpanjang melalui jalur laut. Alasannya berat pada biaya perjalanan. Jika memilih jalur darat, warga  dihadapkan pada kondisi jalan yang rusak berat, alias rusak parah.  

"Contoh mengangkut keperluan sekarung dua karung pakai kapal laut menuju Selatpanjang selama dua jam perjalanan. Tentu berat pada biaya angkut. Sementara jalur darat rusak parah," tuturnya.

Namun, karena didesak oleh keperluan, mau tidak mau warga desa terpaksa melaluinya. Bahkan tak jarang terjadi kecelakaan di tengah jalan sebelum sampai tujuan. Bahkan ada warga desa lain yang meninggal dunia karena kecelakaan tunggal. "Kalau kecelakaan ya sering. Bahkan ada yang meninggal dunia. Tapi bukan warga desa sini, warga desa lain," ungkapnya.

Melihat kondisi yang sangat miris itu, ia mengaku sempat kecewa dan sempat tidak mau mengakui keberadaan Indonesia.

"Tapi itu dulu," katanya. Sekarang, warga tidak lagi dihadapkan pada masalah tersebut. Pasalnya, sejak Kepulauan Meranti ditetapkan sebagai daerah otonom sendiri pada 2008 silam, asa itu mulai tumbuh.

Pelan tapi pasti, jalan poros lintas kecamatan terus mengalami perbaikan. Jika dulu dari desa menuju ke pusat kabupaten memakan waktu dua sampai tiga jam, kini hanya 45 menit saja. Belasan kilo jalan poros penghubung sejumlah desa di Kecamatan Rangsang Pesisir yang tadinya rusak berat kini mulai berangsur pulih.

"Kondisi pengerasan dengan base yang belum berlapis aspal itu hanya menyisakan rusak ringan di beberapa ruas. Warga desa menantikan mulainya proses pengaspalan, agar jalan yang dimaksud benar-benar sempurna," kata  Kepala Desa Kedabu Rapat, Kecamatan Rangsang Pesisir, Mahadi kepada Riau Pos.

Ia mengaku, infrastruktur jalan bagus menjadi penting dalam mendongkrak kesejahteraan warga. Terlebih, pendapatan warga bergantung pada hasil pertanian, perkebunan hingga perikanan.

Sementara jalan itu menjadi satu-satunya akses warga dalam mendapatkan fasilitas kesehatan dan anak-anak pergi ke sekolah. Dia menambahkan, tak banyak yang bisa dilakukannya. Karena wewenang penuh terhadap jalan yang dimaksud, ada di tangan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.

Untuk itu, selaku aparat pemerintah desa, Mahadi mengaku hanya bisa berharap. Dan meneruskan keinginan dari warga setempat. Upaya tersebut telah dilakukan mulai secara lisan, hingga tulisan yang diajukan kepada Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PUPRPKP) Kepulauan Meranti.

Baca Juga:  Pemprov Riau Gelar Salat Id di Dua Tempat

"Karena tidak ada wewenang pemdes. Wewenangnya di pemda. Mudah-mudahan keinginan kami ini dapat segera terwujud," harapnya.  

Fajar di Tengah Pembangunan Jalan Poros
Peningkatan infrastruktur dasar dan optimalisasi penataan ruang. Target itu tertuang pada urutan keenam dari tujuh poin yang menjadi rumus untuk mencapai visi Kabupaten Kepulauan Meranti sebagai bandar niaga.  

Dalam mewujudkan keinginan besar tersebut, tidak terlepas dari peran semua pihak. Dimulai dari sang inisiator, Bupati Kepulauan Meranti Drs H Irwan Nasir MSi, hingga organisasi perangkat daerah (OPD) teknis. Yakni Dinas PUPRPKP dengan misi merangkai pulau membangun negeri.

Di dalam struktur PUPRPKP Kepulauan Meranti, mereka mengerahkan jajarannya di Bina Marga yang ditugaskan untuk membangun seluruh jalan poros atau jalan yang masuk wewenang pemerintah kabupaten.

Mereka bagaikan robot. Terus bekerja. Tampak tidak kenal lelah, tanpa waktu istirahat yang cukup. Kondisi itu malah menjadi budaya di Bina Marga. Seperti Senin (19/10) malam lalu. Jarum jam telah menunjukkan pukul 20.46 WIB. Sekitar 40-an PNS bersama tenaga honorer tampak sibuk di dalam ruangan yang tidak terlalu besar.

Di sana dibagi oleh empat ruangan kecil dan satu ruangan utama di tengah-tengahnya. Di ruang utama itu mereka lelaki dan perempuan berkumpul melingkari setiap meja yang di atasnya berjejer perangkat komputer. Ada laptop dan sejumlah alat kerja lainnya.

Sebagian besar dari mereka mengaku belum pulang sejak pagi. Keluar sebentar untuk makan siang dan salat ketika waktunya tiba. Terus, lanjut kembali bekerja.   

"Kami rutin pulang ke rumah larut malam. Paling cepat itu terkadang  pukul 01.00-02.00 WIB. Tak Jarang pulang pagi, mandi dan masuk kembali kantor. Apalagi ketika mau lelang kegiatan, tujuh hari berturut-turut mendapat porsi kerja yang sama," ungkap salah seorang CPNS yang lolos seleksi 2018 silam, Guspi ST.

Tak jauh darinya, tampak Kabid Bina Marga Fajar Triasmoko ST MT. Pria yang kera disapa Fajar itu berulang kali memanggil stafnya. Ada saja yang ditanya. Terutama tentang progres verifikasi permohonan pemerintah desa terkait jalan lingkungan yang akan dilakukan perbaikan.
 

Sebagai kabupaten bungsu di Riau, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti terus menggesa pembangunan sarana infrastruktur. Merangkai impian dengan membangun jalan. Jalan mencabar di negeri sempadan, itu kisah lalu.  

Laporan: WIRA SAPUTRA, (Selatpanjang)

- Advertisement -

Di Desa Kedabu Rapat, Kecamatan Rangsang Pesisir, Sabtu (10/9) mentari pagi belum sepenggalah. Semburat jingganya membingkaikan Timur. Di desa yang berhadapan langsung dengan negara tetangga Malaysia itu, Riau Pos ditemani tokoh masyarakat, Nusi (56).

Pria paruh baya tersebut dahulu seorang nelayan, persisnya 20 tahun lalu. Sekarang, dia beralih profesi sebagai pengepul ikan. Sorot matanya tajam, menatap jauh di pulau seberang Malaysia yang sepertinya terisi oleh kenangan.

- Advertisement -

Napas sedikit tidak teratur, membuka puji. Tegas kata dia, jika Malaysia tidak bercelah dengan kekurangan. "Di sana semua ada. Rakyatnya berkecukupan," tuturnya pendek.   

Dia terus merangkai hujah. Negara tetangga tersebut juga strategis, karena diapit Indonesia, Singapura dan Thailand. Mungkin, itu menjadi pendukung jika Malaysia masuk dalam salah satu negara yang cukup berkembang di Asia Tenggara.

Nusi juga tidak membantah, Indonesia menempati posisi yang sama. Terlebih Pulau Rangsang yang strategis, berhadapan langsung dengan Malaysia. Perairan Rangsang juga menjadi gerbang utama ketika memasuki Riau dan Kepulauan Riau. Namun sayang, katanya belum cukup berkembang.

Padahal, pulau ini berperan sebagai fasilitator di kawasan yang cukup berkembang. Bahkan ia menjadi begitu memesona pedagang lintas batas. Terlebih di akhir 1980-an, pulau ini amat marak dengan ekspor kayu log dan impor sembako. Belasan tanker senantiasa bertanggang di depannya, Selat Malaka.

"Kalau cerita untuk memenuhi keperluan pokok memang melimpah ruah. Selain itu, juga murah. Semuanya dipasok dari Malaysia. Pergi ke Malaysia bawa kayu dan pulang bawa sembako," ungkapnya.

Ketika aktifitas ekspor dan impor ini mulai diperketat tahun 2000-an, operasional angkutan laut tujuan Rangsang-Malaysia masih terus berlangsung. Walaupun harus kucing-kucingan dengan aparat pengawas kelautan.  

"Tak ada pilihan lain. Itu terpaksa dilakukan warga. Dibanding harus memasok keperluan pokok dari ibukota Kepulauan Meranti, Selatpanjang," ujarnya.    

Keperluan kebutuhan pokok Desa Kedabu Rapat yang tidak terlalu besar, membuat warga serba salah. Sehingga sempat dihadapkan oleh masa-masa sulit. Kenang Nusi, kondisi itu terasa ketika kapal-kapal dengan aktifitas tersebut tidak ada lagi.

Baca Juga:  Jaksa Mintai Keterangan Pihak Swasta

Sementara ketergantungan keperluan warga dari Malaysia masih sangat tinggi. Mereka tidak mau memasok keperluan dari Selatpanjang melalui jalur laut. Alasannya berat pada biaya perjalanan. Jika memilih jalur darat, warga  dihadapkan pada kondisi jalan yang rusak berat, alias rusak parah.  

"Contoh mengangkut keperluan sekarung dua karung pakai kapal laut menuju Selatpanjang selama dua jam perjalanan. Tentu berat pada biaya angkut. Sementara jalur darat rusak parah," tuturnya.

Namun, karena didesak oleh keperluan, mau tidak mau warga desa terpaksa melaluinya. Bahkan tak jarang terjadi kecelakaan di tengah jalan sebelum sampai tujuan. Bahkan ada warga desa lain yang meninggal dunia karena kecelakaan tunggal. "Kalau kecelakaan ya sering. Bahkan ada yang meninggal dunia. Tapi bukan warga desa sini, warga desa lain," ungkapnya.

Melihat kondisi yang sangat miris itu, ia mengaku sempat kecewa dan sempat tidak mau mengakui keberadaan Indonesia.

"Tapi itu dulu," katanya. Sekarang, warga tidak lagi dihadapkan pada masalah tersebut. Pasalnya, sejak Kepulauan Meranti ditetapkan sebagai daerah otonom sendiri pada 2008 silam, asa itu mulai tumbuh.

Pelan tapi pasti, jalan poros lintas kecamatan terus mengalami perbaikan. Jika dulu dari desa menuju ke pusat kabupaten memakan waktu dua sampai tiga jam, kini hanya 45 menit saja. Belasan kilo jalan poros penghubung sejumlah desa di Kecamatan Rangsang Pesisir yang tadinya rusak berat kini mulai berangsur pulih.

"Kondisi pengerasan dengan base yang belum berlapis aspal itu hanya menyisakan rusak ringan di beberapa ruas. Warga desa menantikan mulainya proses pengaspalan, agar jalan yang dimaksud benar-benar sempurna," kata  Kepala Desa Kedabu Rapat, Kecamatan Rangsang Pesisir, Mahadi kepada Riau Pos.

Ia mengaku, infrastruktur jalan bagus menjadi penting dalam mendongkrak kesejahteraan warga. Terlebih, pendapatan warga bergantung pada hasil pertanian, perkebunan hingga perikanan.

Sementara jalan itu menjadi satu-satunya akses warga dalam mendapatkan fasilitas kesehatan dan anak-anak pergi ke sekolah. Dia menambahkan, tak banyak yang bisa dilakukannya. Karena wewenang penuh terhadap jalan yang dimaksud, ada di tangan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti.

Untuk itu, selaku aparat pemerintah desa, Mahadi mengaku hanya bisa berharap. Dan meneruskan keinginan dari warga setempat. Upaya tersebut telah dilakukan mulai secara lisan, hingga tulisan yang diajukan kepada Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PUPRPKP) Kepulauan Meranti.

Baca Juga:  739 Positif dan 27 Meninggal, Covid-19 di Riau Tertinggi Se-Indonesia

"Karena tidak ada wewenang pemdes. Wewenangnya di pemda. Mudah-mudahan keinginan kami ini dapat segera terwujud," harapnya.  

Fajar di Tengah Pembangunan Jalan Poros
Peningkatan infrastruktur dasar dan optimalisasi penataan ruang. Target itu tertuang pada urutan keenam dari tujuh poin yang menjadi rumus untuk mencapai visi Kabupaten Kepulauan Meranti sebagai bandar niaga.  

Dalam mewujudkan keinginan besar tersebut, tidak terlepas dari peran semua pihak. Dimulai dari sang inisiator, Bupati Kepulauan Meranti Drs H Irwan Nasir MSi, hingga organisasi perangkat daerah (OPD) teknis. Yakni Dinas PUPRPKP dengan misi merangkai pulau membangun negeri.

Di dalam struktur PUPRPKP Kepulauan Meranti, mereka mengerahkan jajarannya di Bina Marga yang ditugaskan untuk membangun seluruh jalan poros atau jalan yang masuk wewenang pemerintah kabupaten.

Mereka bagaikan robot. Terus bekerja. Tampak tidak kenal lelah, tanpa waktu istirahat yang cukup. Kondisi itu malah menjadi budaya di Bina Marga. Seperti Senin (19/10) malam lalu. Jarum jam telah menunjukkan pukul 20.46 WIB. Sekitar 40-an PNS bersama tenaga honorer tampak sibuk di dalam ruangan yang tidak terlalu besar.

Di sana dibagi oleh empat ruangan kecil dan satu ruangan utama di tengah-tengahnya. Di ruang utama itu mereka lelaki dan perempuan berkumpul melingkari setiap meja yang di atasnya berjejer perangkat komputer. Ada laptop dan sejumlah alat kerja lainnya.

Sebagian besar dari mereka mengaku belum pulang sejak pagi. Keluar sebentar untuk makan siang dan salat ketika waktunya tiba. Terus, lanjut kembali bekerja.   

"Kami rutin pulang ke rumah larut malam. Paling cepat itu terkadang  pukul 01.00-02.00 WIB. Tak Jarang pulang pagi, mandi dan masuk kembali kantor. Apalagi ketika mau lelang kegiatan, tujuh hari berturut-turut mendapat porsi kerja yang sama," ungkap salah seorang CPNS yang lolos seleksi 2018 silam, Guspi ST.

Tak jauh darinya, tampak Kabid Bina Marga Fajar Triasmoko ST MT. Pria yang kera disapa Fajar itu berulang kali memanggil stafnya. Ada saja yang ditanya. Terutama tentang progres verifikasi permohonan pemerintah desa terkait jalan lingkungan yang akan dilakukan perbaikan.
 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari