PANGKALAN KERINCI (RIAUPOS.CO) — Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan kembali menggelar sidang lanjutan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menjerat korporasi PT Adei Plantation and Industry, Selasa (21/7) sore. Sidang yang digelar di ruang Cakra PN Pelalawan ini mengagendakan pembacaan eksepsi atau keberatan dari terdakwa PT Adei terhadap dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang telah digelar pada sidang perdana pekan lalu.
Sidang kedua perkara tindak pidana ini dipimpin langsung Bambang Setyawan SH MH yang merupakan Ketua PN Pelalawan sebagai hakim ketua, didampingi Joko Ciptanto SH MH dan Rahmat Hidayat Batubara SH MH sebagai hakim anggota. Sementara itu, JPU dari Kejaksaan Negeri Pelalawan dihadiri Rahmat Hidayat SH. Dan terdakwa korporasi PT Adei yang diwakili oleh Goh Keng EE selaku direktur, tampak terlihat duduk di kursi pesakitan didampingi penasihat hukumnya M Sempakata Sitepu SH bersama rekannya Suheri SH.
Dalam eksepsi tersebut, M Sempakata Sitepu SH bersama rekannya Suheri SH menyampaikan, pihaknya membantah korporasi PT Adei dinilai telah sengaja melakukan pembakaran lahan seluas 4,16 hektare di lahan konsesi inti di Blok 34 Divisi II Kebun Nilo Barat Desa Batang Nilo Kecil Kecamatan Pelalawan Kabupaten Pelalawan. Pasalnya, perusahaan ini (PT Adei) telah melengkapi sarana dan prasarana pemadam kebakaran sesuai standar yang telah ditetapkan. Seperti menara pemantau api, personel damkar serta alat pemadam kebakaran.
"Jadi, dakwaan JPU ini perlu pembuktian yang akurat. Di mana penyidikan yang dilakukan Mabes Polri dalam perkara ini, tidak menginventarisir sapras damkar yang dimiliki PT Adei. Dan penyidikan dilakukan hanya sebatas tempat kejadian perkara yang berada pada Divisi II Blok 34 Kebun Nilo Barat. Sehingga penyidik menyimpulkan grup perusahaan Malaysia ini melanggar Permentan No 5 tahun 2018," terang M Sempakata Sitepu SH kepada Riau Pos, usai pelaksanaan sidang.
Atas kesimpulan penyidik dalam perkara ini, lanjut Sitepu, maka pihaknya menyampaikan keberatan atas dakwaan pihak JPU. Pasalnya, PT Adei memliki sarpras dan personel damkar yang cukup sesuai dengan peraturan yang mengatur tentang pengendalian kebakaran hutan. Ini terbukti korporasi PT Adei bekerja secara maksimal dan mengupayakan agar kebakaran tidak meluas. Sehingga api dapat cepat dilokalisir dan langsung dipadamkan serta tidak merembet ke lokasi lain.
"Jika PT Adei tidak memiliki sapras dan personel damkar, maka kami sangat yakin kebakaran ini akan sangat luas. Tapi buktinya, kebakaran ini dapat cepat dipadamkan sehingga luasan yang terbakar hanya 4,16 hektare. Untuk itu, melalui eksepsi ini, maka kami berharap majelis hakim dapat mengabulkan dan memutuskan dengan menyatakan dakwaan penuntut umum kabur (obscuur libels) karena tidak memenuhi syarat materil dakwaan melanggar pasal 143 ayat (2) KUHAP. Serta dakwaan batal demi hukum atau null and void," ujarnya.
Setelah pembacaan eksepsi, majelis hakim menutup sidang dan akan dilanjutkan pada Rabu (29/7) pekan depan dengan agenda jawaban JPU atas eksepsi terdakwa PT Adei. Sebelumnya, JPU melalui Kajari Pelalawan Nophy Tennophero Suoth SH MH menyampaikan dakwaan, korporasi PT Adei telah sengaja melakukan pembakaran lahan seluas 4,16 hektare di lahan konsesi inti di Blok 34 Divisi II Kebun Nilo Barat Desa Batang Nilo Kecil Kecamatan Pelalawan.
Pasalnya, perusahaan asing ini ini tidak berkaca dari kejadian karhutla yang terjadi sebelumnya pada tahun 2014 lalu. Di mana perusahaan ini tidak menjalankan komitmennya untuk menjaga lahan daerah gambut yang sangat rawan terhadap karhutla dan telah diberikan izin oleh negara dari kebakaran. Ini terbukti perusahaan tidak melengkapi sarana dan prasarana pemadam kebakaran sesuai standart yang telah ditetapkan (SOP). Seperti minimnya menara pantau api di lahan seluas Blok 34 Divisi II Kebun Nilo Barat seluas 1.304 hektar. Di lokasi ini hanya terdapat satu menara pantau api yang seharusnya dalam aturan minimal tiga menara pantau api. Selain itu, perusahaan juga tidak melengkapi alat pemadam kebakaran serta minimnya tim regu pemadam kebakaran yang menjaga lahan ribuan hektare tersebut. Padahal, sesuai aturan, di lahan tersebut minimal harus ada dua tim atau regu pemadam kebakaran dengan jumlah personel sebanyak 8 orang setiap regunya. Tapi kenyataannya perusahaan hanya memiliki satu regu tim pemadam kebakaran dengan jumlah personel sebanyak 7 orang.
Atas fakta tersebut, maka korporasi PT Adei didakwa tidak menjalankan komitmen dalam menjaga lahan konsesi mereka, sehingga menyebabkan api meluas yang menghanguslan lahan seluas 4,16 hektar. Dan PT Adei Plantation didakwa telah melanggar Primair Pasal 98 ayat (1) Jo. Pasal 116 ayat (1) huruf a UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Subsidiair Pasal 99 ayat (1) Jo. Pasal 116 ayat (1) huruf a UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.(amn)