JAKARTA (RIAUPOS.CO) – Kasus pemecahan kaca di Pastoran SMK Bituani, Nusa Tenggara Timur, yang dilakukan oleh novelis Felix K Nesi, kini menjadi isu yang terus berkembang dan menjadi perhatian masyarakat.
Bagi rohaniwan Franz Magnis-Suseno, tindakan sastrawan Felix tersebut merupakan kasus kecil. Alasan di balik tindakan penulis novel Orang-Orang Oetimu itulah yang justru harus direspons secara serius.
Romo Magnis menilai, meski aksi perusakan salah, alasan sastrawan pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2018 tersebut bisa dipahami.
’’Soal memecahkan kaca buat saya masalah kecil itu. Nggak usah diusut, ganti saja,’’ ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (7/7/2020).
Sebaliknya, lanjut Romo Magnis, penempatan seorang pastor yang punya rekam jejak buruk dengan perempuan di sebuah sekolah yang semua muridnya putri itu problem yang lebih substansial. Itu pula yang menjadi alasan pemicu kemarahan Felix setelah dia tak melihat ada upaya pastoran untuk memindah pastor tersebut.
Menurut Romo Magnis, dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan pastor tersebut perlu diusut tuntas. Sebab, selain tidak etis, kasus itu merupakan tindakan kriminal dan merugikan orang lain. Dia meminta pihak gereja tidak menutup-nutupi kasus tersebut.
’’Tentu saja atasan sebuah lembaga gereja mau menghindar dari nama buruk, tapi nggak betul karena itu ada korban,’’ imbuhnya.
Pada kesempatan lain, Romo Benny Susetyo juga menyebut kekerasan seksual yang ada lebih dulu tidak bisa dinafikan. Tetap harus ada penanganan hukum tersendiri untuk kasus tersebut. Alasannya, itu menyangkut masalah mendasar.
’’Menyangkut martabat kemanusiaan,’’ katanya.
Meski demikian, rohaniwan yang juga anggota BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) itu mengatakan bahwa kasus hukum terhadap Felix juga harus tetap jalan. ’’Menurut saya, proses hukum terus berlangsung untuk memberi efek jera dan hukum ditegakkan,’’ jelasnya kemarin.
Sampai Senin siang (6/7), Felix Nesi belum tahu bahwa statusnya berubah menjadi tersangka.
’’(Tahunya, red) sore tadi (Senin sore, red). Dikasih tahu juga sama wartawan,’’ ungkap penulis kelahiran 30 Agustus 1988 itu pada Senin malam.
Hingga kabar itu sampai ke telinganya, Felix dan mediatornya, Viktor Manbait, masih mengupayakan mediasi dengan pihak Pastoran SMK Bitauni.
’’Proses mediasi sementara berjalan dan semua menuju ke arah baik untuk kedua pihak,’’ kata Viktor dalam pesan tertulis yang diterima Jawa Pos.
Namun, kondisi itu lantas berubah lagi malamnya. Felix menegaskan, sebagai warga negara yang baik, dirinya akan menjalani proses hukum. Sebab, laporan memang belum dicabut. Artinya, proses hukum bergulir meskipun upaya mediasi tidak berhenti.
’’Saya tidak tahu langkah mereka bagaimana,’’ kata Felix merujuk pada Pastoran SMK Bitauni yang pada Jumat malam lalu (3/7) menjadi sasaran amarahnya.
Dia memecahkan delapan kaca jendela pastoran yang berjarak sekitar 700 meter dari rumahnya di Insana, Timor Tengah Utara, tersebut, karena kesal. Dia memprotes kebijakan pastor kepala yang menempatkan seorang pastor bermasalah –di catatan Facebook-nya disebut dengan Pastor A– di sana.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Hary B Koriun