JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi hasil kasjian Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparansi Internasional Indonesia (TII) mengenai merosotnya kinerja KPK era Firli Bahuri. KPK menghargai inisiatif masyarakat untuk mengawasi kinerjanya.
"Kapan perlu jika dibutuhkan TII dan ICW kami undang untuk paparan di KPK. Kami harap lebih banyak kajian dan masukan yang disampaikan masyarakat dan kampus ataupun pihak lain ke KPK," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (25/6).
KPK yang dipandang merosot dalam kinerja penindakan dan pencegahan memamerkan sejumlah prestasinya. Ali menyebut, setidaknya ada 30 surat perintah penyidikan dengan total 36 tersangka yang telah ditetapkan oleh Pimpinan KPK jilid V.
"Seperti OTT KPU, OTT Sidoarjo pengembangan suap Anggota DPRD Sumatera Utara, pengembangan suap Anggota DPRD Muara Enim, pengembangan kasus proyek pengadaan jalan di Bengkalis dan kasus dugaan TPK di PT Dirgandara Indonesia," beber Ali.
Ali menuturkan, perkara yang saat ini tengah ditangani KPK seperti kasus proyek infrastruktur di Bengkalis ditemukan dugaan kerugian keuangan negara Rp475 miliar. Selain itu, kasus dugaan korupsi penjualan dan pemasaran pesawat PT DI dugaan kerugia negaranya mencapai Rp205,3 Milyar dan 8,65 juta dolar AS.
Bahkan, lanjut Ali, KPK era Firli Bahuri juga berhasil meringkus dua daftar pencarian orang (DPO) atau buronan KPK yakni, mantan Sekertaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono pada Senin (1/6) lalu.
"KPK juga telah menangkap terhadap dua orang tersangka dalam kasus suap proyek di Muara Enim yakni, mantan Ketua DPRD Muara Enim Aries HB dan mantan Kepala Dinas PUPR Muara Enim Ruslan Suryadi," ujar Ali.
Ali menyebut, pihaknya selama semester I terhitung sejak Desember 2019 hingga Juni 2020 telah dilakukan penahanan terhadap 27 orang tersangka. Tak tanggung-tanggung jumlah pemulihan aset yang disetor ke kas negara dari denda, uang Pengganti dan rampasan sebesar Rp63.068.521.381.
Sementara itu, dalam bidang pencegahan, KPK saat ini tengah fokus terhadap pencegahan pada sektor pemantauan dana penanganan Covid-19. Upaya yang telah dilakukan adalah berkoordinasi dengan Gugus Tugas Pusat dan Daerah, serta pemangku kepentingan lainnya.
Juru bicara KPK berlatar belakang jaksa ini menyebut, KPK juga turut melakukan analisis dan memberikan rekomendasi terkait permasalahan sistemik yang dihadapi perihal pengadaan barang dan jasa (PBJ), rekomendasi realokasi dan refocusing kegiatan yang dilakukan kementerian maupun lembaga dan pemerintah daerah.
KPK, lanjut Ali, juga melakukan kajian sistem terkait Covid-19 seperti Program Kartu Prakerja, menerbitkan surat edaran sebagai panduan terkait penggunaan anggaran PBJ, penyaluran bantuan sosial dan pengelolaan bantuah atau hibah dari masyarakat, serta menyediakan kanal pengaduan bantuan sosial bernama Jaga Bansos.
Bahkan, KPK juga turut melakukan koordinasi dan supervisi dengan aparat penegak hukum lain, seperti dengan Kejaksaan Agung dalam upaya penyelamatan dan pemulihan aset. KPK juga terus menggaungkan program pencegahan lainnya KPK terus mendorong kepatuhan LHKPN.
"Terjadi peningkatan kepatuhan yang signifikan per 1 Mei 2020 menjadi 92,81 persen dari 73,50 persen pada periode yang sama di tahun 2019," beber Ali.
Menurutnya, hingga 22 Juni 2020 terdapat 38 daerah yang mengimplementasikan pendidikan antikorupsi sehingga berjumlah total 146 daerah. KPK juga telah menyurati Presiden Joko Widodo terkait rekomendasi kajian BPJS Kesehatan mengingat sejumlah rekomendasi perbaikan belum dijalankan oleh pemerintah.
"KPK juga terus mendorong kepatuhan PN dan pegawai negeri untuk melaporkan penerimaan gratifikasi yang dilarang," tegasnya.
Lebih jauh, Ali menyebut pada periode 1 Januari – 25 Januari, KPK telah menyetorkan ke kas negara terkait penerimaan gratifikasi atas 379 SK laporan gratifikasi yang ditetapkan sebagai milik negara dari total 665 SK yang telah diterbitkan. "Berupa uang senilai Rp882.920.667, 7.587,44 dolar AS, 951,77 dolar Singapura, Yen 5.140 dan barang senilai Rp65.639.340," tukas Ali.
Sebelumnya, ICW dan TII menyoroti merosotnya kinerja KPK era kepemimpinan Firli Bahuri. Namun, kinerja lembaga antirasuah saat ini dinilai tidak lepas dari peristiwa pelemahan yang dilakukan oleh Presiden dan DPR terhadap KPK di sepanjang 2019 lalu.
ICW mencatat, mulai dari proses pemilihan pimpinan KPK yang sarat akan kepentingan politik, sampai pada upaya melululantahkan kewenangan melalui jalur legislasi yakni, revisi UU KPK.
Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi