Kamis, 26 Desember 2024

New Normal, Jangan Korbankan Kesehatan Masyarakat

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Indonesia akan mengambil kebijakan memperlonggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan istilah New Normal. Namun, keputusan itu dianggap Wakil Ketua MPR Syarief Hasan sebagai kebijakan Jalan Pintas tanpa perhitungan yang jelas.

Pasalnya, lanjut, politisi Demokrat itu, melakukan pelonggaran ataupun relaksasi PSBB untuk kepentingan ekonomi yang juga sangat terdampak oleh pandemi Covid-19 dengan mengorbankan kesehatan dan kehidupan rakyat sendiri, merupakan sesuatu hal yang sangat membahayakan.

"Mengapa rakyat dikorbankan? Seharusnya relaksasi dilakukan seperti di negara-negara lain apabila trends penurunan korban infeksi baru terus menurun drastis," ujar Syarief.

Diketahui, pada tanggal 26/5 posisi angka kasus corona di Indonesia bertambah 415 orang yang terifeksi. Ini masih sangat tinggi, apalagi jumlah pasien yang meninggal bertambah 27 orang. Sehingga total kasus positif sebesar 23.165 kasus dengan 1.418 meninggal dunia dengan tingkat infeksi masih di atas 2,5.

Politisi Demokrat itu menyarankan, pemerintah harusnya belajar dari beberapa negara yang melakukan pelonggaran pembatasan dengan pertimbangan matang. Pertama, Wuhan, Cina, dibuka kembali setelah dikunci total selama 11 pekan.

Diketahui, Wuhan merupakan episentrum awal Covid-19 membuka kembali lockdown setelah terjadi penurunan tambahan kasus yaitu hanya tiga kasus positif dalam tiga pekan terakhir. Cina kemudian melakukan unlock setelah kasus positif mencapai 82.992 kasus dan kasus sembuh mencapai 78.277 kasus.

Baca Juga:  Masinton Ingat KPK Jangan Kepo soal Kabinet Jokowi

Kedua, Jerman mulai membuka kembali bisnis secara bertahap, termasuk menggelar kembali bundesliga tanpa penonton. Jerman melakukan pelonggaran setelah terjadi penurunan tambahan kasus secara signifikan dan mampu menyembuhkan 164 ribu dari total 181 ribu kasus positif.

Data dari Robert Koch Institute (RKI) untuk penyakit menular menyebutkan tingkat infeksi berada di angka 0,65. Meskipun lockdown dilonggarkan namun social distancing dan penggunaan masker tetap akan diberlakukan.

Ketiga, Denmark mulai mulai melonggarkan lockdown dan mulai membuka sekolah secara bertahap. Data dari Statens Serum Institute menyebutkan tingkat penularan di Denmark turun menjadi 0,7. Keempat, Italia mulai memberikan izin bekerja untuk 4 juta orang. Usaha seperti restoran mulai dibuka untuk pembelian tidak di tempat.

Ibadah dan pernikahan, mulai dilakukan pelonggaran setelah terjadi penurunan jumlah kasus aktif sebesar 2,29 persen dari total kasus konfirmasi mencapai 231 ribu dengan jumlah kasus sembuh 32.955 kasus.

Kelima, Vietnam merupakan salah satu negara yang telah melonggarkan kebijakan pembatasan. Keputusan tersebut diambil setelah tak ada kasus baru Covid-19 selama enam hari berturut-turut dan tidak ada kasus meninggal. Kasus positif yang terjadi di Vietnam berjumlah 327 kasus dan tidak ada sama sekali meninggal dunia.

Baca Juga:  Hasil Pemungutan Suara Bisa Diketahui Lebih Cepat

Keenam, Malaysia mulai melonggarkan lockdown untuk kegiatan perekonomian. Namun, usaha yang diizinkan beroperasi kembali harus mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Pelonggaran ini diambil setelah kasus positif mencapai 7.604 kasus dengan tingkat kesembuhan sebanyak 80,9 persen.

Ketujuh, Belanda membuka lockdown dengan ketat seperti jaga jarak, murid-murid diizinkan ke sekolah meski jam pelajaran masih dipangkas. Institut Kesehatan Masyarakat Belanda menyebutkan tingkat infeksi turun di bawah 1,0 sehingga kebijakan pelonggaran diambil setelah jumlah kasus positif di Belanda mencapai 45.578 kasus.

Begitu pula Korea Selatan melakukan pelonggaran setelah berhasil menurunkan tingkat infeksi baru secara signifikan hanya 40 orang.

Karena itu, Syarief mendorong pemerintah agar melakukan pertimbangan matang sebelum memberlakukan status New Normal. Sebab, tugas utama pemerintah harus mampu menekan penularan Covid-19 terlebih dahulu di bawah tingkat infeksi 1,0.

"Pemerintah juga harus mempersiapkan segala protokoler agar Covid-19 dapat teratasi meski dilakukan pelonggaran PSBB," paparnya.

Perlu diingat pula bahwa pemerintah terlambat melakukan PSBB sehingga hasilnya pun tentunya memerlukan waktu bukan dalam waktu yang singkat ini. "Sekali lagi jangan mengorbankan kesehatan rakyat," tegasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Indonesia akan mengambil kebijakan memperlonggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan istilah New Normal. Namun, keputusan itu dianggap Wakil Ketua MPR Syarief Hasan sebagai kebijakan Jalan Pintas tanpa perhitungan yang jelas.

Pasalnya, lanjut, politisi Demokrat itu, melakukan pelonggaran ataupun relaksasi PSBB untuk kepentingan ekonomi yang juga sangat terdampak oleh pandemi Covid-19 dengan mengorbankan kesehatan dan kehidupan rakyat sendiri, merupakan sesuatu hal yang sangat membahayakan.

- Advertisement -

"Mengapa rakyat dikorbankan? Seharusnya relaksasi dilakukan seperti di negara-negara lain apabila trends penurunan korban infeksi baru terus menurun drastis," ujar Syarief.

Diketahui, pada tanggal 26/5 posisi angka kasus corona di Indonesia bertambah 415 orang yang terifeksi. Ini masih sangat tinggi, apalagi jumlah pasien yang meninggal bertambah 27 orang. Sehingga total kasus positif sebesar 23.165 kasus dengan 1.418 meninggal dunia dengan tingkat infeksi masih di atas 2,5.

- Advertisement -

Politisi Demokrat itu menyarankan, pemerintah harusnya belajar dari beberapa negara yang melakukan pelonggaran pembatasan dengan pertimbangan matang. Pertama, Wuhan, Cina, dibuka kembali setelah dikunci total selama 11 pekan.

Diketahui, Wuhan merupakan episentrum awal Covid-19 membuka kembali lockdown setelah terjadi penurunan tambahan kasus yaitu hanya tiga kasus positif dalam tiga pekan terakhir. Cina kemudian melakukan unlock setelah kasus positif mencapai 82.992 kasus dan kasus sembuh mencapai 78.277 kasus.

Baca Juga:  KPK Bakal Pelototi Munas Golkar

Kedua, Jerman mulai membuka kembali bisnis secara bertahap, termasuk menggelar kembali bundesliga tanpa penonton. Jerman melakukan pelonggaran setelah terjadi penurunan tambahan kasus secara signifikan dan mampu menyembuhkan 164 ribu dari total 181 ribu kasus positif.

Data dari Robert Koch Institute (RKI) untuk penyakit menular menyebutkan tingkat infeksi berada di angka 0,65. Meskipun lockdown dilonggarkan namun social distancing dan penggunaan masker tetap akan diberlakukan.

Ketiga, Denmark mulai mulai melonggarkan lockdown dan mulai membuka sekolah secara bertahap. Data dari Statens Serum Institute menyebutkan tingkat penularan di Denmark turun menjadi 0,7. Keempat, Italia mulai memberikan izin bekerja untuk 4 juta orang. Usaha seperti restoran mulai dibuka untuk pembelian tidak di tempat.

Ibadah dan pernikahan, mulai dilakukan pelonggaran setelah terjadi penurunan jumlah kasus aktif sebesar 2,29 persen dari total kasus konfirmasi mencapai 231 ribu dengan jumlah kasus sembuh 32.955 kasus.

Kelima, Vietnam merupakan salah satu negara yang telah melonggarkan kebijakan pembatasan. Keputusan tersebut diambil setelah tak ada kasus baru Covid-19 selama enam hari berturut-turut dan tidak ada kasus meninggal. Kasus positif yang terjadi di Vietnam berjumlah 327 kasus dan tidak ada sama sekali meninggal dunia.

Baca Juga:  Masinton Ingat KPK Jangan Kepo soal Kabinet Jokowi

Keenam, Malaysia mulai melonggarkan lockdown untuk kegiatan perekonomian. Namun, usaha yang diizinkan beroperasi kembali harus mematuhi protokol kesehatan yang berlaku. Pelonggaran ini diambil setelah kasus positif mencapai 7.604 kasus dengan tingkat kesembuhan sebanyak 80,9 persen.

Ketujuh, Belanda membuka lockdown dengan ketat seperti jaga jarak, murid-murid diizinkan ke sekolah meski jam pelajaran masih dipangkas. Institut Kesehatan Masyarakat Belanda menyebutkan tingkat infeksi turun di bawah 1,0 sehingga kebijakan pelonggaran diambil setelah jumlah kasus positif di Belanda mencapai 45.578 kasus.

Begitu pula Korea Selatan melakukan pelonggaran setelah berhasil menurunkan tingkat infeksi baru secara signifikan hanya 40 orang.

Karena itu, Syarief mendorong pemerintah agar melakukan pertimbangan matang sebelum memberlakukan status New Normal. Sebab, tugas utama pemerintah harus mampu menekan penularan Covid-19 terlebih dahulu di bawah tingkat infeksi 1,0.

"Pemerintah juga harus mempersiapkan segala protokoler agar Covid-19 dapat teratasi meski dilakukan pelonggaran PSBB," paparnya.

Perlu diingat pula bahwa pemerintah terlambat melakukan PSBB sehingga hasilnya pun tentunya memerlukan waktu bukan dalam waktu yang singkat ini. "Sekali lagi jangan mengorbankan kesehatan rakyat," tegasnya.

Sumber: Jawapos.com
Editor: Rinaldi

 

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos

Berita Lainnya

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari