(RIAUPOS.CO) – Asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, menyebutkan ada sejumlah uang yang mengalir ke pihak lain dan kasus dugaan suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Uang tersebut diduga mengalir ke oknum di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Pernyataan tersebut disampaikan Ulum dalam sidang Imam Nahrawi di Pengadilan Tipikor, Jumat (15/5). Pada kesempatan tersebut, Ulum membenarkan bahwa dia menerima uang dari mantan Bendahara KONI Johnny E Awuy. Padahal sebelumnya dia sempat mengelak.
Selain menerima uang, dia juga mengakui dimintai bantuan untuk memberikan uang tersebut kepada oknum di BPK dan Kejagung. Tujuannya untuk mengamankan hasil pemeriksaan terhadap KONI dari BPK dan Kejagung. “Ada temuan di sana yang harus segera diselesaikan. Kejaksaan Agung sekian, BPK sekian dalam rangka pemenuhan penyelesaian perkara,” jelas Ulum.
Lebih rinci, Ulum menyebutkan bahwa dana yang diperuntukkan bagi oknum BPK sebesar Rp3 miliar dan oknum Kejagung sebesar Rp7 miliar. “Saya kemudian meminjamkan uang atas nama saya mengatasnamakan Lilik dan Lina untuk meminjam uang Rp7 miliar untuk mencukupi kebutuhan Kejagung dan Rp3 miliar untuk BPK. Itu yang harus dibuka,” lanjut Ulum.
Oknum BPK semula disebutkan berinisial AQ. Kemudian Ulum menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah Achsanul Qosasi. Sementara untuk Kejagung muncul nama Adi Toegarisman dari mulut Ulum. Achsanul Qosasi merupakan anggota BPK. Sementara Adi Toegarisman merupakan mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus).
Pihak yang disebutkan kemudian memberi respons setelah namanya terseret dalam kasus ini. Achsanul Qosasi secara tegas membantah adanya penerimaan dana terhadap dirinya. Karena pada saat penerimaan dana hibah yang bermasalah itu bergulir, dia mengklaim belum bertugas di posisinya saat ini.
“Pemeriksaan hibah KONI belum periode saya. Surat tugas pemeriksaan bukan dari saya. Saya memeriksa Kemenpora tahun 2018 untuk pemeriksaan laporan keuangan,” jelas Achsanul dalam pernyataan tertulis, Sabtu (16/5).
Sementara kasus ini berkaitan dengan dana hibah KONI tahun 2016. Lebih lanjut, Achsanul juga menyatakan tidak mengenal Ulum dan berkomunikasi dengannya. “Saya akan senang bertemu dengan Saudara Ulum untuk mengkonfirmasi ucapan dan tuduhannya,” lanjut Achsanul.
Dia mengklaim bahwa tuduhan tersebut tanpa dasar dan fakta. Dia berjanji akan bersikap koopertaif jika diperlukan keterangannya demi penyelesaian perkara dengan adil. Dugaan keterlibataan Adi Toegarisman juga mendorong Kejagung untuk mengambil langkah penyelidikan internal.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono menyatakan bahwa sejak ada penyebutan Kejagung pada persidangan sebelumnya, JAM Pidsus Ali Mukartono telah memerintahkan pengumpulan data oleh tim penyelidik. Namun hingga kemarin, belum ada temuan.
“Dan untuk diketahui, bahwa penyidikan perkara dugaan tipikor dana hibah KONI tahun 2017 oleh penyidik Ditdik Jampidsus masih tetap berjalan dalam proses pengumpulan bukti-bukti,” jelas Hari, kemarin.
Dia menegaskan tidak terjadi pemberian uang Rp7 miliar kepada Kejagung berdasarkan pernyataan mantan Sekjen KONI Endang Fuad Hamidy pada persidangan sebelumnya, tepatnya pada 17 April 2020. KONI diduga sudah menyiapkan uang tersebut namun tidak jadi diberikan karena ada surat peringatan dari Inspektorat Kemenpora.
Hari menyoroti keterangan Ulum soal pemberian kepada Adi melalui pihak lain. Disebutkan Ulum bahwa urusan uang untuk Kejagung diselesaikan oleh Ferry Kono yang merupakan Sekretaris Komite Olimpiade Indonesia saat ini. Ulum menyatakan orang tersebut biasa berhubungan dengan Kejaksaan.
“Keterangan tersebut menurut saya sangat tidak jelas karena tidak membuktikan adanya penyerahan uang Rp7 miliar kepada Kejagung, siapa yang menyerahkan dan siapa yang menerima. Keterangan Ulum yang hanya menduga bahwa Pak Adi menerima tidak ada bukti pendukunggnya,” lanjutnya.(deb/jpg)
Laporan JPG, Jakarta