Pemeriksaan apa yang dilakukan untuk mendeteksi komplikasi jantung pada Covid-19?
Pemeriksaan dasar Covid-19 adalah gejala demam, batuk kering, sesak napas. Dilakukan swab/usapan mulut, tenggorokan dan hidung, dan pengambilan sampel dahak. Empat spesimen itu akan diperiksa dengan teknik canggih nan rumit yang disebuh Polymerase Chain Reaction (PCR), yaitu untuk mencari kode genetik RNA virus.
Untuk mendeteksi komplikasi ke orang jantung, dokter akan menanyakan gejala lain seperti terdapat nyeri dada, sesak napas, cepat capek, dan jantung berdebar.
Pemeriksaan jantung tambahan adalah dengan rekam jantung (elektrokardiografi/EKG), enzim jantung (troponin, CKMB, Pro-BNP atau NT-Pro BNP). Jika diagnosis mengarah pada serangan jantung akut, dilakukan kateterisasi jantung, tergantung kondisi klinis pasien. Pemeriksaan ekokardiography (ultrasound jantung) dilakukan untuk melihat kekuatan pompa otot jantung dan menilai fungsi katup-katup jantung. Pada pasien miokarditis, akan terjadi penurunan fungsi jantung yang drastis.
Banyak rumah sakit dan laboratorium di Pekanbaru menawarkan pemeriksaan Covid-19 dengan rapid test. Apakah pasien jantung perlu melakukan tes ini?
Rapid test adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk memeriksa apakah ada antibodi SARS-CoV-2 di dalam tubuh. Perlu diketahui, akurasi pemeriksaan ini hanya berkisar 40-80 persen. Hasil yang negatif, belum tentu berarti tidak terinfeksi Covid-19. Antibodi SARS-CoV-2 baru terbentuk dalam 7-14 hari sejak terpapar. Oleh sebab itu rapid test tidak bisa menggantikan pemeriksaan PCR dengan swab/apusan untuk mendiagnosis Covid-19.
Pasien jantung yang tidak memiliki gejala, tidak memiliki riwayat kontak dengan Covid-19, terutama yang terus menjalankan social distancing dengan berdiam di rumah saja, tidak perlu melakukan menjalani rapid test.
Apakah penderita penyakit jantung bawaan (sejak lahir) juga termasuk berisiko tinggi jika terkena Covid-19?
Ada banyak jenis penyakit jantung bawaan. Umumnya, pasien jantung bawaan kompleks (pascaoperasi Fontan, single ventricle) atau dengan gejala biru (kadar oksigen darah lebih rendah daripada normal) berisiko lebih tinggi. Demikian juga pasien penyakit jantung bawaan dengan gejala gagal jantung dan penurunan fungsi jantung.
Data riset hingga sekarang menunjukkan kebanyakan anak-anak yang terinfeksi bertindak sebagai carrier/pembawa. Risiko kematian akibat Covid-19 pada anak-anak jauh lebih kecil dibandingkan orang dewasa. Namun pada anak dengan penderita jantung bawaan, perkiraan risikonya sebanding dengan orang dewasa.
Dengan fatalnya Covid-19 pada penderita penyakit jantung, bagaimana cara mencegah infeksi ini?
Pencegahan adalah hal yang utama. Karena jika sudah terinfeksi, manajemen Covid-19 menjadi lebih rumit pada penderita penyakit jantung.
- Jangan bepergian. Tetap berdiam di rumah.
- Jika ada keperluan penting untuk keluar rumah, selalu menjaga jarak minimal 1 meter dan memakai masker dengan benar (menutupi hidung dan mulut).
- Prioritaskan untuk menjaga higiene: selalu mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, atau cairan berbasis alkohol.
- Jangan mengunjungi orang yang sedang sakit.
- Beristirahat yang cukup, usahakan tidur selama minimal 6 jam.
- Selalu konsumsi makanan dengan gizi seimbang. Cukupkan kalori, protein, lemak. Namun tidak berlebihan agar kadar gula darah dan kolesterol tidak meningkat selama karantina di rumah.
- Olahraga yang cukup dengan durasi 20-30 menit, 3-4 x/minggu. Usahakan berolahraga pada pukul 08-10 pagi sambil berjemur di bawah sinar matahari.
- Tetap waspada, namun jangan cemas yang berlebihan. Selalu berdoa.
- Hindari stres, dan tetap bergembira untuk meningkatkan imunitas tubuh.
Masker jenis apa yang aman buat pasien jantung?
Sesuai anjuran pemerintah, masker kain sudah cukup baik bagi masyarakat umum, termasuk pasien jantung dan pasien dengan penyakit kronis lainnya. Dalam kondisi wabah, jumlah masker surgikal (masker bedah) dan N95 sangat terbatas, sehingga diprioritaskan untuk tenaga medis.
Bagaimana dengan konsumsi obat-obatan rutin? Apakah ada perubahan?
Kondisi jantung harus dijaga tetap terkontrol dan stabil. Obat-obat rutin tetap dilanjutkan tanpa perubahan. Tekanan darah mesti tetap terkontrol <140/90 mmHg; dan penderita gula darah tetap mengkonsumsi obat minum ataupun injeksi insulin.
Bagaimana penggunaan obat tekanan darah jenis Penghambat ACE (ACE-inhibitor) dan penghambat reseptor angiotensin (ARB)? Apakah aman atau berbahaya?
Sebagai seorang praktisi spesialis jantung dan pembuluh darah, saya pernah mendapat pertanyaan ini dari beberapa pasien. Obat jenis ACE-inhibitor dan ARB termasuk obat penurun tekanan darah dan obat gagal jantung yang paling sering diresepkan kepada pasien jantung.
Hipotesa sebelumnya adalah karena obat-obatan ini bisa meningkatkan reseptor ACE, sedangkan virus korona berikatan dengan reseptor ACE untuk masuk ke dalam sel. Dikuatirkan infeksi Covid-19 yang lebih berat bisa terjadi.
Namun berdasarkan data penelitian, termasuk hasil risetdari 169 rumah sakit di Asia, Eropa, dan Amerika, yang dipublikasikan pada tanggal 01 Mei 2020 di jurnal terpercaya dunia yaitu The New England Journal of Medicine (NEJM), disimpulkan tidak ada efek berbahaya dari ACE-Inhibitor dan ARB terhadap risiko kematian akibat Covid-19. Bahkan risiko ini terlihat lebih rendah pada pasien yang mengkonsumsi ACE-inhibitor dan obat kolesterol golongan statin.
Organisasi profesi dokter spesialis jantung di Indonesia, yaitu PERKI, bersama dengan organisasi profesi jantung di beberapa negara lain, menganjurkan seluruh pasien untuk melanjutkan konsumsi obat golongan ACE-inhibitor dan ARB.
Saya terjadwal untuk menjalani kateterisasi jantung di rumah sakit di bulan ini, apakah aman untuk dilaksanakan?
Dalam kondisi pandemik, terutama di zona merah dengan jumlah pasien Covid-19 yang tidak terkontrol, tindakan operasi yang tidak darurat banyak dibatalkan. Namun jika bersifat life-saving (menolong jiwa) atau darurat, prosedur apapun akan dilakukan, termasuk kateterisasi jantung dan operasi jantung.
Tujuan pembatasan ini adalah untuk menyiapkan ruang intensif (ICU) dan perawatan untuk pasien Covid-19. Selain itu, demi keamanan seluruh dokter, perawat, dan karyawan rumah sakit, pasien yang akan dioperasi perlu menjalani skirining SARS-CoV-2 (mestinya dengan tes PCR dari spesimen swab), namun kapasitas laboratorium sangat terbatas, sehingga diutamakan bagi pasien suspek Covid-19, bukan pasien yang akan menjalani operasi.
Apakah pasien jantung memerlukan vitamin khusus dalam kondisi pandemik ini?
Prioritaskan untuk mencukupi nutrisi dengan gizi yang seimbang. Rutinlah mengkonsumsi buat dan sayur-sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral yang baik, termasuk vitamin A, C, D, dan E, selenium dan zinc. Jika merasa kurang asupan buah dan sayur, carilah suplemen yang memiliki kandungan komposisi vitamin dan mineral seperti tersebut di atas.
Pada pasien yang dianjurkan untuk restriksi jumlah cairan, tetap mengikuti saran dokter.
Olahraga apa yang paling baik untuk dilakukan?
Olahraga terbaik adalah olahraga dengan intensitas ringan – sedang. Tidak perlu melakukan olahraga yang melelahkan. Jika sudah terbiasa, bisa berlari, atau jalan cepat dan bersepeda santai. Kalau sudah terlatih, boleh berolahraga melatih kekuatan otot dengan beban. Jika berpapasan dengan orang lain di ruang terbuka (outdoor), pakailah masker saat berolahraga,
Dalam kondisi sekarang, apakah aman untuk berobat ke rumah sakit?
Rumah sakit sudah melakukan berbagai langkah agar seluruh pengunjung aman, dimulai dari pemeriksaan suhu di pintu masuk, memberi marka jarak tempat duduk/kursi penunggu, mewajibkan pemakaian masker, hingga menyediakan fasilitas air & sabun untuk mencuci tangan. Jika aturan ini diikuti, sambil terus menjaga jarak, tidak perlu kuatir untuk berobat ke rumah sakit.
Selain itu beberapa rumah sakit menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan jarak jauh (telemedicine), lewat tulisan, telepon, atau konferensi dengan aplikasi whatsapp atau zoom-meeting. Telemedicine ini sudah didukung oleh Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia dalam kondisi pandemik. Ketersediaan layanantelemedicine bisa ditanyakan ke rumah sakit setempat.
Jika saya atau teman saya memiliki gejala jantung yang mendadak (nyeri dada, sesak napas dan keringat dingin), apakah mungkin akibat komplikasi Covid-19? Apa yang mesti dilakukan?
Dalam kondisi pandemi Covid-19, penyakit-penyakit lainnya tetap bisa terjadi. Masih ada risiko terkena demam berdarah, infeksi paru-paru (non-corona), dan juga serangan jantung, dan penyakit lainnya.
Setiap orang yang dicurigai mengalami serangan jantung mesti dibawa ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan secepat mungkin. Kekuatiran dianggap infeksi corona atau ketakuan tertular di rumah sakit tidak boleh memperlambat penderita serangan jantung mendapat penanganan, karena semakin lambat pengobatan, semakin tinggi risiko komplikasi dan kematian akibat kerusakan otot jantung.
Pemeriksaan skirining awal di garda depan rumah sakit akan mengarahkan apakah seorang pasien berkemungkinan terkena Covid-19, dan ditempatkan sesuai kondisi masing-masing.***
Dr. Dasdo Antonius Sinaga, SpJP(K), Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah Konsultan Kardiologi Intervensi, Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru