JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Masalah data masih saja menghantui penyaluran bantuan sosial bagi warga yang terdampak Covid-19. Untuk bansos tunai misalnya, data penerima belum sampai 100 persen yang masuk ke pusat. Belum lagi persoalan sinkronisasi data di sejumlah daerah hingga pemda yang lempar tanggung jawab.
Masalah itu disampaikan Mensos Juliari Batubara kemarin (8/5). Dia menjelaskan,target penerima bansos tunai Rp600 ribu per bulan adalah 9 juta KK di seluruh Indonesia, minus Jabodetabek. Pihaknya mendapatkan datanya dari pemda. Yakni, mereka yang terdampak covid-19 namun tidak masuk skema bansos rutin baik PKH maupun bansos sembako.
Hingga saat ini, data yang masuk masih belum 100 persen. "Yang sudah kami dapatkan sekitar 7,8 juta KK sehingga masih ada daerah-daerah belum mengirimkan datanya," terangnya. Pihaknya sudah meminta daerah untuk segera mengirimkan 1,2 juta KK lagi.
Penyaluran tahap pertama pun masih minimalis. Bank-bank Himbara baru menyalurkan bansos kepada 785 ribu KK. Sementara, penyaluran lewat PT Pos baru mencapai 1,8 juta KK untuk mereka yang tidak memiliki rekening bank. Sebagian besar bansos tunai disalurkan melalui Kantor Pos. Padahal, saat ini sudah masuk Mei.
Disinggung mengenai ketidaklengkapan data, Juliari mengatakan bahwa bansos bukan dihitung dari awal April. Melainkan pekan ketiga April. Sehingga, penyaluran tahap pertama masih akan berlangsung sampai menjelang pekan ketiga Mei. Dia juga berharap data penerima bansos tunai berbeda dengan bansos dari daerah. Sehingga, penyaluran bansos semakin merata.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, pemerintah juga harus memutar otak untuk penyaluran bansos. Hal itu menyusul sikap Pemprov DKI yang nyatanya mengaku tak memiliki anggaran untuk menyalurkan bansos kepada 1,1 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Ani mendapat kabar itu dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.
"Kemarin dapat laporan Pak Menko PMK (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy), DKI yang tadinya cover 1,1 juta warga mereka, namun tidak ada anggaran dan meminta pemerintah pusat untuk cover 1,1 juta DKI, dan sisanya 3,6 juta pemerintah pusat sekarang seluruhnya diminta di-cover pemerintah pusat," tuturnya.
Dengan kondisi itu, beban penyaluran bansos untuk 4,7 juta KPM menjadi dibebankan kepada pemerintah pusat. Ani menuturkan, pemerintah pusat harus meningkatkan alokasi anggaran bansos dengan tambahan limpahan KPM yang tidak mampu di-cover oleh Pemprov DKI.
Sebelumnya, Mensos Juliari Batubara menyebut, penyaluran bansos oleh Pemprov DKI tak sesuai dengan kesepakatan awal antara pemerintah pusat dengan Pemprov DKI. "Kesepakatan awalnya tidak demikian. Gubernur DKI meminta bantuan pemerintah pusat untuk meng-cover bantuan yang tidak bisa di-cover oleh DKI," jelasnya.
Alhasil, terjadi kekacauan di lapangan karena ditemukan adanya warga penerima bansos dari Kemensos adalah warga yang sama yang menerima bansos dari Pemprov DKI. Semrawutnya penyaluran bansos oleh Pemprov DKI itu juga membuat Menko PMK Muhadjir Effendy menegur Gubernur DKI Anies Baswedan.
"Belum lagi sinkronisasi dan koordinasi, misalnya kami dengan DKI ini agak sekarang sedang tarik-menarik ini, cocok-cocokan data, bahkan kemarin saya dengan pak gubernur agak tegang, agak saya tegur keras pak gubernur," tutur Muhadjir.
Di sisi lain, bantuan juga data dari KementerianPemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Bantuan tersebut ditujuan bagi anak dan perempuan yang menjadi kelompok rentan terdampak Covid-19. Bantuan tahap awal ini didistribusikan melalui 18 lembaga dan 21 kelurahan di wilayah DKI Jakarta dan diberikan kepada 1.134 orang yang berasal dari keluarga miskin atau pra-sejahtera di DKI Jakarta dan sekitarnya.
"Nah untuk bantuan sangat spesifik yang kami berikan hari ini fokus dulu di DKI Jakarta. Hari ini baru tahap pertama, menyusul tahap-tahap berikutnya juga akan diberikan bagi perempuan dan anak kelompok rentan terdampak lainnya," ujar Menteri PPPA Bintang Puspayoga.
Pemenuhan kebutuhan spesifik anak ditujukan bagi 5 kelompok, yakni anak usia 0-2 tahun, anak usia 3-4 tahun, anak usia 5-10 tahun, 10-17 tahun serta anak yang memerlukan perlindungan khusus. Bantuan yang diberikan tidak hanya untuk tambahan pemenuhan gizi seperti kacang hijau, susu untuk anak di atas 2 tahun dan vitamin. Ada juga diapers untuk bayi di bawah 2 tahun, sabun antiseptik, dan pembalut bagi perempuan dan remaja putri.
Sementara itu untuk bantuan spesifik perempuan dibagi ke 3 kelompok, yaitu perempuan disabilitas, perempuan lansia dan perempuan kepala keluarga. Sementara itu, untuk perempuan lansia berupa sabun, masker, supplement, sarung tangan, susu dan diapers untuk perempuan lansia dan disabilitas.
Menurut Bintang, pemberian bantuan ini merupakan bentuk perhatian pemerintah dalam meringankan beban kelompok rentan khususnya para perempuan dan ibu yang terdampak Covid-19 dan kebijakan pembatasan sosial. "Tentunya ini salah satu contoh yang ingin kami sampaikan bahwa di luar sana yang dibutuhkan masayarakat tidak hanya kebutuhan pokok saja tetapi ada keperluan spesifik," ucap Bintang.(byu/dee/lyn/jpg)