Rabu, 9 Juli 2025

Komisi X Sesalkan Sikap Ganjar Ancam Menutup Sekolah Muhammadiyah

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menyayangkan rencana Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang akan menutup SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo, menyusul aksi perundungan terhadap seorang siswi berkebutuhan khusus oleh tiga teman sekelasnya.

"Penutupan sekolah bukan solusi, masalah bullying atau perundungan adalah masalah bersama yang dapat muncul lagi di kemudian hari. Mau berapa sekolah ditutup?” kata Fikri dalam siaran persnya, Rabu (19/2).

Fikri menambahkan, masalah perundungan adalah fenomena yang perlu mendapatkan solusi komperehensif dan berkelanjutan, melalui program yang masif dan didukung seluruh pihak, baik itu sekolah, wali murid, hingga pemerintah daerah sebagai penyelenggara kebijakan di tingkat lokal. “Bukan hanya karena ada kasus atau insidental saja," katanya.

Di samping itu, lanjut Fikri, hasil investigasi internal Dewan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang turun langsung menemukan bahwa tiga anak pelaku perundungan adalah siswa baru pindahan yang ditransfer dari sekolah lain.

Baca Juga:  Mendag RI: Expo Dubai Perkuat Kerjasama dengan Uni Emirat Arab

"Tidak adil rasanya bila serta merta kesalahan ditimpakan kepada SMP Muhammadiyah Butuh," ujar Fikri.

Fikri menilai justru SMP Muhammadiyah Butuh hanya sedikit di antara banyak sekolah yang bersedia menjadi sekolah inklusi. “Kita mesti apresiasi dengan hadirnya SMP Muhammadiyah Butuh sebagai sekolah inklusif, padahal perundangan mengatur bahwa pemerintah daerah wajib menunjuk minimal setidaknya satu sekolah inklusi di tiap jenjang pendidikan pada tiap kecamatan,” kata dia.

Seperti diketahui, sekolah inklusi adalah sekolah yang menerapkan kesetaraan terhadap siswa disabilitas, sehingga dapat belajar bersama di kelas reguler bersama-sama teman seusianya yang normal, tanpa harus dikhususkan kelasnya.

"Kalau karena satu kasus lantas sekolah inklusif ini harus ditutup, maka bisa menghilangkan hak-hak anak disabilitas lain di sekitar wilayah itu," ucap Fikri.

Fikri meminta dengan terjadinya kasus perundungan terhadap anak berkebutuhan khusus oleh temannya yang normal, janganlah dijadikan alasan penutupan sekolah inklusi. 
"Inilah tantangannya, anak disabilitas punya hak yang sama sebagai warga negara yang berhak memperoleh pendidikan dengan anak lain yang normal, sesuai Undang Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas," kata Fikri.

Baca Juga:  Pengabdian Dosen FK Unri Berantas TB dan Tingkatkan PPRA di Kampar

Selain itu, Fikri mengritik soal kewenangan pemerintah provinsi, khususnya Jawa Tengah, yang melampaui tugas pokok dan fungsinya. Menurutnya, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014, sebaiknya masalah SMP Muhammadiyah diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Purworejo. "Gubernur bisa memberi saran dan masukan. Pemerintah provinsi sebaiknya konsentrasi membenahi SMA/SMK sesuai kewenangan yang diamanatkan," ujarnya.

Namun kemudian, persoalan perundungan memang sudah menjadi masalah nasional yang terjadi bisa kepada siapa saja tanpa pandang bulu. “Menjadi tugas bersama bagi kita semua, terlebih pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi problem bullying khususnya di institusi pendidikan agar tidak terus terulang,” kata Fikri. (boy/jpnn)

Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menyayangkan rencana Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang akan menutup SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo, menyusul aksi perundungan terhadap seorang siswi berkebutuhan khusus oleh tiga teman sekelasnya.

"Penutupan sekolah bukan solusi, masalah bullying atau perundungan adalah masalah bersama yang dapat muncul lagi di kemudian hari. Mau berapa sekolah ditutup?” kata Fikri dalam siaran persnya, Rabu (19/2).

Fikri menambahkan, masalah perundungan adalah fenomena yang perlu mendapatkan solusi komperehensif dan berkelanjutan, melalui program yang masif dan didukung seluruh pihak, baik itu sekolah, wali murid, hingga pemerintah daerah sebagai penyelenggara kebijakan di tingkat lokal. “Bukan hanya karena ada kasus atau insidental saja," katanya.

Di samping itu, lanjut Fikri, hasil investigasi internal Dewan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang turun langsung menemukan bahwa tiga anak pelaku perundungan adalah siswa baru pindahan yang ditransfer dari sekolah lain.

Baca Juga:  Harmonisasi Kehidupan Masyarakat di Kawasan TNBT

"Tidak adil rasanya bila serta merta kesalahan ditimpakan kepada SMP Muhammadiyah Butuh," ujar Fikri.

- Advertisement -

Fikri menilai justru SMP Muhammadiyah Butuh hanya sedikit di antara banyak sekolah yang bersedia menjadi sekolah inklusi. “Kita mesti apresiasi dengan hadirnya SMP Muhammadiyah Butuh sebagai sekolah inklusif, padahal perundangan mengatur bahwa pemerintah daerah wajib menunjuk minimal setidaknya satu sekolah inklusi di tiap jenjang pendidikan pada tiap kecamatan,” kata dia.

Seperti diketahui, sekolah inklusi adalah sekolah yang menerapkan kesetaraan terhadap siswa disabilitas, sehingga dapat belajar bersama di kelas reguler bersama-sama teman seusianya yang normal, tanpa harus dikhususkan kelasnya.

- Advertisement -

"Kalau karena satu kasus lantas sekolah inklusif ini harus ditutup, maka bisa menghilangkan hak-hak anak disabilitas lain di sekitar wilayah itu," ucap Fikri.

Fikri meminta dengan terjadinya kasus perundungan terhadap anak berkebutuhan khusus oleh temannya yang normal, janganlah dijadikan alasan penutupan sekolah inklusi. 
"Inilah tantangannya, anak disabilitas punya hak yang sama sebagai warga negara yang berhak memperoleh pendidikan dengan anak lain yang normal, sesuai Undang Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas," kata Fikri.

Baca Juga:  12 Wali Kota Pengurus Apeksi Bahas Permasalahan BPJS Kesehatan dengan Wapres

Selain itu, Fikri mengritik soal kewenangan pemerintah provinsi, khususnya Jawa Tengah, yang melampaui tugas pokok dan fungsinya. Menurutnya, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014, sebaiknya masalah SMP Muhammadiyah diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Purworejo. "Gubernur bisa memberi saran dan masukan. Pemerintah provinsi sebaiknya konsentrasi membenahi SMA/SMK sesuai kewenangan yang diamanatkan," ujarnya.

Namun kemudian, persoalan perundungan memang sudah menjadi masalah nasional yang terjadi bisa kepada siapa saja tanpa pandang bulu. “Menjadi tugas bersama bagi kita semua, terlebih pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi problem bullying khususnya di institusi pendidikan agar tidak terus terulang,” kata Fikri. (boy/jpnn)

Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal

Follow US!
http://riaupos.co/
Youtube: @riauposmedia
Facebook: riaupos
Twitter: riaupos
Instagram: riaupos.co
Tiktok : riaupos
Pinterest : riauposdotco
Dailymotion :RiauPos
spot_img

Berita Lainnya

spot_img

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari

JAKARTA (RIAUPOS.CO) — Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menyayangkan rencana Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang akan menutup SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo, menyusul aksi perundungan terhadap seorang siswi berkebutuhan khusus oleh tiga teman sekelasnya.

"Penutupan sekolah bukan solusi, masalah bullying atau perundungan adalah masalah bersama yang dapat muncul lagi di kemudian hari. Mau berapa sekolah ditutup?” kata Fikri dalam siaran persnya, Rabu (19/2).

Fikri menambahkan, masalah perundungan adalah fenomena yang perlu mendapatkan solusi komperehensif dan berkelanjutan, melalui program yang masif dan didukung seluruh pihak, baik itu sekolah, wali murid, hingga pemerintah daerah sebagai penyelenggara kebijakan di tingkat lokal. “Bukan hanya karena ada kasus atau insidental saja," katanya.

Di samping itu, lanjut Fikri, hasil investigasi internal Dewan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang turun langsung menemukan bahwa tiga anak pelaku perundungan adalah siswa baru pindahan yang ditransfer dari sekolah lain.

Baca Juga:  Jabat Menteri ATR/BPN, Ini Profil Hadi Tjahjanto Mantan Panglima TNI

"Tidak adil rasanya bila serta merta kesalahan ditimpakan kepada SMP Muhammadiyah Butuh," ujar Fikri.

Fikri menilai justru SMP Muhammadiyah Butuh hanya sedikit di antara banyak sekolah yang bersedia menjadi sekolah inklusi. “Kita mesti apresiasi dengan hadirnya SMP Muhammadiyah Butuh sebagai sekolah inklusif, padahal perundangan mengatur bahwa pemerintah daerah wajib menunjuk minimal setidaknya satu sekolah inklusi di tiap jenjang pendidikan pada tiap kecamatan,” kata dia.

Seperti diketahui, sekolah inklusi adalah sekolah yang menerapkan kesetaraan terhadap siswa disabilitas, sehingga dapat belajar bersama di kelas reguler bersama-sama teman seusianya yang normal, tanpa harus dikhususkan kelasnya.

"Kalau karena satu kasus lantas sekolah inklusif ini harus ditutup, maka bisa menghilangkan hak-hak anak disabilitas lain di sekitar wilayah itu," ucap Fikri.

Fikri meminta dengan terjadinya kasus perundungan terhadap anak berkebutuhan khusus oleh temannya yang normal, janganlah dijadikan alasan penutupan sekolah inklusi. 
"Inilah tantangannya, anak disabilitas punya hak yang sama sebagai warga negara yang berhak memperoleh pendidikan dengan anak lain yang normal, sesuai Undang Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas," kata Fikri.

Baca Juga:  86 Persen Penduduk Punya Antibodi Covid

Selain itu, Fikri mengritik soal kewenangan pemerintah provinsi, khususnya Jawa Tengah, yang melampaui tugas pokok dan fungsinya. Menurutnya, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014, sebaiknya masalah SMP Muhammadiyah diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Purworejo. "Gubernur bisa memberi saran dan masukan. Pemerintah provinsi sebaiknya konsentrasi membenahi SMA/SMK sesuai kewenangan yang diamanatkan," ujarnya.

Namun kemudian, persoalan perundungan memang sudah menjadi masalah nasional yang terjadi bisa kepada siapa saja tanpa pandang bulu. “Menjadi tugas bersama bagi kita semua, terlebih pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi problem bullying khususnya di institusi pendidikan agar tidak terus terulang,” kata Fikri. (boy/jpnn)

Sumber: Jpnn.com
Editor: Erizal

Terbaru

Terpopuler

Trending Tags

Rubrik dicari