PEKANBARU (RIAUPOS.CO) — Puluhan ribu hektare lahan perkebunan di Bumi Lancang Kuning berada dalam kawasan hutan. Menariknya, perkebunan ilegal itu diduga dikuasai dan digarap oleh 32 korporasi yang tersebar di sembilan kabupaten. Hal itu diketahui bedasarkan hasil temuan Satuan Tugas (Satgas) Terpadu Penertiban Penggunaan Kawasan Hutan/Lahan Secara Ilegal Provinsi Riau telah selesai melakukan identifikasi lahan perkebunan milik perusahaan. Langkah ini, merupakan bagian dari upaya penertiban perkebunan ilegal.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau Ervin Rizaldy mengatakan, tim Satgas Terpadu telah melakukan pengukuran terhadap lahan perkebunan milik perusahaan seluas 80.885,59 hektare (ha). Dari jumlah itu, disebutkan Ervin, 58.350,97 ha lahan perkebunan masuk dalam kawasan hutan.
“Tim sudah mengukur lahan seluas 80.885,59 ha. Dan ditemukan 58.350,97 ha lahan perkebunan milik perusahaan di kawasan hutan (illegal, red),” ungkap Ervin, Jumat (3/1).
Pengukuran lahan perkebunan itu, kata Ervin, telah dilakukan di sembilan kabupaten sejak November 2019 lalu. Di antaranya, Kabupaten Kampar diukur lahan perkebunan seluas 8.650,93 ha yang digarap oleh empat perusahaan dan di Rokan Hulu (Rohul) dilakukan pengukuran lahan 11.351,80 hektare lahan milik dua perusahaan.
Lalu di Indragiri Hulu (Inhu), Tim Satgas Terpadu mengukur lahan perkebunan milik enam perusahaan seluas 11.050,65 ha. Di Kuantan Singingi (Kuansing) dilakukan pengukuran lahan perkebunan seluas 13.147,57 ha dari tiga perusahaan. Di Kabupaten Pelalawan dilakukan pengukuran terhadap lahan milik empat perusahaan seluas 18.911,00 ha. Selanjutnya, Bengkalis terdapat 3 perusahaan dengan total lahan yang diukur 2.926,17 ha, Siak 4 perusahaan total lahan diukur 5.420,90 ha, Rokan Hilir (Rohil) 3 perusahaan yang diukur dengan luas 3.841,60 ha, Indragiri Hilir (Inhil) 3 perusahaan diukur dengan total lahan seluas 5.585,77 ha.
“Jadi hanya ada 22.534,62 ha lahan berada di luar kawasan hutan atau APL (area penggunaan lain, red). Sedangkan sisanya ilegal,” paparnya.
Atas temuan ini, disampaikan Ervin, Tim Satgas akan melakukan proses hukum lebih lanjut dengan diawali penyidikan terhadap pelangggaran yang dilakukan perusahana tersebut. Ditambahkan Ervin, penyisiran perkebunan itu juga akan dilakukan ke beberapa kabupaten/kota.
“Penertiban perkebunan ilegal ini tetap kami lanjutkan tahun ini. Agar tidak ada tebang pilih dalam penertiban ini. Termasuk perusahaan perkebunan di kabupaten/kota yang belum seperti Kepulauan Meranti, Pekanbaru, dan Dumai akan kami sisir juga,” ujar Ervin.
Sebelumnya Gubernur Riau (Gubri) Drs H Syamsuar MSi enggan mengungkapkan hasil rapat evaluasi Tim Satgas Terpadu tersebut. Dia menyebutkan, pelaksanaan evaluasi belum selesai.
“Belum selesai, sabar dulu. Nanti diekspose,” ungkap mantan Bupati Siak dua periode ini.
Belum bersedianya Gubri menyampaikan hasil evaluasi lantaran pada pelaksanaan rapat tersebut masih ada beberapa instansi yang tergabung dalam Satgas Terpadu tidak hadir.
“Belum bisa diekspose karena tim belum lengkap. Tadi nggak ada perwakilan dari KLHK, Kanwil Pajak dan Pertanahan,” imbuhnya.
Ketika disinggung nama dan berapa perusahanan yang ditemukan melanggarkan aturan, Gubri hanya menjawab singkat.
“Belum banyak perusahaan (ditemukan melanggar aturan),” jelas Syamsuar.
Satgas Terpadu yang dibentuk berdasarkan SK Gubernur Riau Nomor: Kpts.1078/IX/2019 dan dikomandoi langsung Wakil Gubernur Riau (Wagubri) Edy Natar Nasution. Dalam tim ini, melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kejaksaan, kepolisian, tentara serta instansi terkait lainnya. Tim ini dibentuk untuk menertibkan perkebunan ilegal di Riau yang luasannya mencapai 1,2 juta ha.(ted)